Bab 7 - Konferensi

14 3 0
                                    

Dinginnya guyuran shower sedikit merileksasi kepala yang rasanya mengebul saking pusingnya dengan bermacam pikiran. Suara gemericik air yang jatuh menjadi seperti iringan musik penenang jiwa. Beberapa menit berlalu, Galang mencoba mandi dengan pikiran kosong.

Badan Galang kembali segar usai selesai mandi, bau badan dan keringat lengket langsung menyingkir. Sekarang yang tersisa hanya rasa penat dan lapar. Galang keluar dari kamar mandi berbalut handuk dari atas pusar hingga lutut. Kemudian ia mengambil hair dryer guna mengeringkan rambutnya.

Sambil mengeringkan rambut, tangan Galang yang satunya bergerak mengambil ponsel di atas kasur. Mata Galang melebar melihat ada notifikasi panggilan tak terjawab dari Yasmin tiga menit yang lalu, pasti perempuan itu mencoba menghubungi kembali saat Galang sedang mandi.

Galang kembali menelepon Yasmin, Semoga kali ini diangkat.

"Halo?"

Suara yang ia kenal terdengar dari seberang, Galang bernapas lega. Ia duduk di atas kasur sambil tetap menempelkan ponsel di dekat telinga.

"Yasmin, kenapa kamu susah dihubungi?"

"Gue banyak urusan, HP gue mode pesawat."

"Jelaskan pada saya, apa maksud dari undangan itu?"

"Mas Galang akan tau besok, jangan banyak tanya, gue pusing."

Galang hanya bisa menghela napas. "Baiklah, sekarang kamu di mana?"

"Lagi sama manajer gue, perihal di mana gue belum bisa kasih tau. Tenang aja, Ben dapat dipercaya."

"Terus, kapan kamu pulang?"

"Gue nggak akan pulang sampai besok, gue nginep di hotel. Jadi, jangan cari gue. Kalau mau makan, ada telur dadar sama osengan kangkung di atas kulkas. Kalau nggak suka, pesen go-food aja."

"Yasudah jika itu keputusan kamu, tapi saya minta satu, jaga diri dengan baik. Saya tidak mau kamu kenapa-kenapa."

"Iya."

"Kok cuma gitu jawabnya?"

"Terus maunya gimana?"

"Iya, sayang. Atau jangan kangen ya, gitu kek."

"Geli, iyuuh."

"Saya sedih loh."

"Bodoamat. Mas Galang udah pulang kerja atau gimana nih?"

"Bilangnya bodoamat, tapi sebenarnya peduli. Iya atau iya?"

"Makin ngelunjak ini manusia," protesnya dengan suara lirih. Lalu sambungan diputuskan secara sepihak oleh Yasmin.

"Yah, kok diakhiri? Padahal masih pengen ngobrol ...." Galang menatap sendu ponsel itu.

-: ✧ :-

Galang membawa tungkainya melangkah menuju dapur, ia sudah tidak sabar mencicipi masakan Yasmin lagi. Sekarang Galang jadi jarang makan di luar, ada bagusnya juga, pengeluaran jadi sedikit berkurang. Ia bisa investasi dan menabung untuk masa depan. Karena bisa bekerja sendiri, Yasmin selalu menolak dikasih uang, padahal Galang ingin melakukan kewajiban sebagai seorang suami yaitu memberi nafkah untuk keluarganya.

Katanya, Yasmin memang terbiasa mandiri sejak kecil. Apalagi sifatnya yang keras dan dingin, hasil turunan dan didikan dari almarhum Ayahnya yang dulu adalah mantan tentara–tapi beliau harus pensiun muda karena penyakitnya.

Yah, meskipun begitu bisa jadi suatu saat Yasmin perlu uluran tangan dari Galang. Kita tidak pernah tahu apa yang mungkin akan terjadi.

Galang menemukan rantang di atas kulkas, ia membawanya ke meja makan. Saat ia buka, terlihat kangkung yang dibilang oleh Yasmin, di bagian bawah juga sudah disiapkan nasi beserta telur.

Bothynus: Bintang Jatuh [ Sudah Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang