part-29

2.4K 115 5
                                    

Sudah direvisi.

Kakinya yang pendek terus menelusuri jalanan sepi begitu melihat seluet seseorang yang begitu dikenalnya tadi.

Walaupun kedua orang tuanya sudah memperingati dan melarang dirinya untuk tidak berjalan sendirian, gadis kecil berseragam putih merah itu tetap bersikeras dan terus memaksakan diri agar bertemu dengan seseorang yang selama ini dirindukan.

Matanya sekali-kali melirik kanan dan kiri, mencoba memastikan diikuti hatinya yang mulai sedikit resah kala ingatan satu tahun lalu berputar dipikirannya. Otaknya yang kecil mulai berpikiran negatif begitu tidak melihat seorang pun dipinggir jalan yang dipenuhi pohon-pohon rimbung.

Bukankah ini terlihat sama seperti waktu itu?

Rasanya Rasya ingin menangis, dengan badan gemeter Rasya menarik nafas panjang guna mengurangi ketakutan didalam dirinya.

Seraya menguatkan diri, Rasya melanjutkan jalannya yang sempat tertunda untuk beberapa saat, setelah beberapa menit akhirnya ia menemukan apa yang dicari.

Terlihat seorang gadis berseragam putih biru berdiri tidak jauh darinya, gadis itu bersandar dibatang pohon sendirian, sepertinya gadis itu sedang menenangkan diri dengan mata melamun.

Binar dimata Rasya seketika bersinar, dengan semangat ia menghampiri gadis itu.

"Kak Desi!"

Gadis itu tersentak kaget begitu mendengar panggilannya. Ia menoleh kesamping dengan mata terbelalak.
"Rasya? Kamu..."

Rasya tersenyum begitu sampai didepan Desi. Akan tetapi senyuman itu luntur begitu melihat wajah Desi yang dipenuhi memar.

Desi memalingkan wajahnya seakan tidak ingin gadis kecil didepannya ini boleh melihatnya.

Melihat itu Rasya menundukkan kepalanya, ia tersenyum getir setelah paham dengan kondisi gadis didepannya.
"Apa itu ulah Kak Jody?" Tanyanya lirih.

Desi diam, batinnya menyalahkan takdir yang seolah tidak adil dengan dirinya dan Rasya. Semua orang beruntung sedangkan mereka tidak.

Rasya mencengkram rok miliknya disertai mata berkaca-kaca.
"Rasya, Rasya mau mati aja Kak." Cicitnya.

Kepala Desi sontak menoleh menatap Rasya yang tiba-tiba berucap seperti itu.
"Rasya? kamu ngomong apa!" Desi mensejajarkan tubuhnya dengan Rasya, kedua tangannya mencengkram bahu mungil yang terasa rapuh ditangannya.

"Rasya sudah cape." Tangisan Rasya tersendak-sendak menatap Desi didepannya.

Desi menghela nafas melihat tatapan putus asa milik Rasya, sepertinya gadis ini sudah menyerah dengan hidupnya.
"Dengar, walaupun dunia sama sekali nggak berpihak sama kita. Tapi kita tidak boleh menyerah sama takdir." Desi mengusap pipi Rasya yang basah.

"Kamu dengar?"
Rasya mengangguk.

"Mereka bilang apa?" Seakan terhubung, Desi seperti merasakan perasaan apa yang dirasakan Rasya sekarang.

"Mereka bilang Rasya nggak punya masa depan setelah kejadian itu, Rasya kotor. Mereka nggak mau dekat-dekat sama Rasya."

"Siapa yang bilang? Tapi setau Kak Desi itu tidak penting. Yang paling penting Rasya harus buktiin sama mereka, kalau Rasya itu bisa bangkit. Oke?" Desi tersenyum hangat.

"Tapi mental Rasya sudah rusak."

"Makanya Rasya harus rajin kedokter psikolog, supaya mental Rasya ini cepat pulih dan kita bisa main."

Aku Tokoh Utamanya : Penyesalan II (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang