Setelah itu, Farel mengecek isi pesan instagram Ara. Ada beberapa laki-laki yang mengajaknya untuk jalan berdua. Farel heran, mengapa Ara tak mau jalan berdua bersama mereka. Beberapa laki-laki di tolak oleh Ara. Ada yang sekedar mengajak Ara untuk berkenalan pun di tolak. Ia heran, mengapa dirinya bisa jalan berdua dengan Ara. Cukup sampai disitu, Farel mengecek pesan instagram dari salah satu wanita yang telah dibaca oleh Ara. Farel memang sengaja hanya membaca pesan yang telah dibaca saja. Ia pun membuka isi pesan tersebut. Betapa terkejutnya Farel melihat pesan dari wanita itu.
"Ada gak kawan kamu yang "belok"?" tanya wanita tersebut. Farel mengerti maksud dari kata "belok" tersebut. Tak lain dan tak bukan adalah lesbi. Beruntung jawaban dari Ara sedikit membuatnya tenang, akan tetapi jawaban dari Ara yang selanjutnya kembali membuatnya heran, begitu heran.
"Gak tau sih, nanti aku tanya," begitulah jawaban Ara.
"BANGSAT!" teriak Farel dalam hati. Ia berpikir, dari jawaban Ara tersebut, berarti di lingkungannya ada yang seperti itu, atau ia pernah kenal dengan orang yang seperti itu.
Farel pun terdiam, ia terus menggenggam HP nya yang masih memperlihatkan percakapan Ara bersama wanita tersebut dengan tangan yang bergetar. Ara benar-benar terjebak. Bukan sekedar terjebak, akan tetapi Farel menganggap Ara telah terjebak di bagian kota yang salah.
Setelah itu, Farel pun segera mencoba untuk tidur. Akan tetapi, Farel pun tak bisa tidur. "Apa aku terlalu keras untuk menerima perubahan?", "Apa aku nggak siap menerima kemajuan", "Apakah LGBT termasuk kemajuan?". Pertanyaan itu terus menerus berada di pikiran Farel.
"ANJING!!!! ITU BUKAN KEMAJUAN ANJING, ITU BUKAN PERUBAHAN!!!. "YA, ITU PERUBAHAN. PERUBAHAN YANG BURUK!!! ANJING!!!!!" teriak Farel dalam hati. Farel mengingat kisah kaum sodom pada zaman Nabi Luth.
"TOLOL, INI NAMANYA KEMUNDURAN, BUKAN KEMAJUAN. ARTINYA KITA UDAH BALIK LAGI KE ZAMAN ITU!!! TOLOL ANJING!!!" teriak Farel dalam hati. Tangannya pun mengepal, apakah ia akan menghancurkan kaca rumah neneknya? Beruntung, Azan Subuh telah berkumandang yang tentu saja membuat Farel sedikit tenang.
"Astaghfirullah," ia pun mulai beristighfar berkali-kali untuk menenangkan dirinya.
Setelah dirinya agak tenang, ia pun menunaikan ibadah Sholat Subuh. Setelah Sholat Subuh, ia duduk diatas sajadah untuk merenung. Tak lama kemudian, air matanya menetes. Farel yang memiliki darah keturunan Minang, tentu saja sakit hati melihat hal-hal seperti itu telah memasuki Kota Padang. "Ya Allah, kenapa kampung aku jadi gini? Apa yang salah?" ujar Farel sembari mengelap air matanya. Setelah Sholat, ia pun segera mencoba untuk tidur, mengingat nanti sore ia akan menamani mamanya pergi ke dokter gigi yang tak lain dan tak bukan adalah kerabat mamanya di Universitas Andalas saat mamanya masih berkuliah dulu. Karena sulit untuk tidur, ia segera menghidupkan lagu favoritnya, lagu berjudul Buried Alive dari Avenged Sevenfold jadi opsinya kali itu. Tak perlu waktu lama, akhirnya Farel pun tertidur.
***
Farel dibangunkan oleh ibunya saat memasuki waktu Zuhur. Setelah Sholat Zuhur, ia pun tidur kembali mengingat bahwa dirinya kurang istirahat. Ibunya pun membangunkannya kembali begitu hari memasuki waktu Ashar. Ia pun segera bangun dan bersiap untuk menunaikan ibadah Sholat Ashar. Setelah Sholat Ashar, ia segera bersiap untuk pergi menemani ibunya. Mereka pun akhirnya berangkat.
"Kita pulang ma," ujar Farel secara tiba-tiba saat dalam perjalanan.
"Kenapa?" tanya mamanya.
"Lowongan yang mama kirim, itukan dari sana. Lebih enak aja nunggu disana"
"Bukannya lebih baik nunggu kamu wisuda disini aja, sekalian kita jaga..." belum selesai mamanya berbicara, Farel langsung memotongnya.
"Farel bilang pulang, pulang ma. Masalah jaga nenek? Dirumah kan ada Vania. Bentar lagi Ria juga pulang dari KKN"
"Iya nak, tapi kan Ria abis KKN ada pelatihan belajar lapangan, dan itu waktunya gak sebentar," ujar mamanya.
"Ya kan ada Vania ma," ujar Farel kemudian. Ia bingung, mamanya terus-terusan mengeluarkan alasan yang menurutnya tidak tepat.
"Kamu bilang lahh ke papa"
"Udah ma, papa tetap gak bolehin pulang. Masih disuruh jaga nenek. Tapi Farel mau pulang," tegas Farel.
"Nenek kan udah tua nak. Mama kan udah pensiun, selama ini kan mama jauh dari nenek. Jadi ini bentuk bakti mama ke nenek nak, bakti ke orang tua mama sendiri"
"Mama tau kenapa kemaren aku ke kontrakan tante di depan? Aku sebenernya gak mau bilang ini ke mama. Aku coba ikut kejuaraan lagi ma. Tapi aku gagal lagi. Tapi aku bilang gini juga percuma kan, mama sama papa kan memang gak pernah ngedukung aku berkompetisi di game. Jadi sekarang, aku cuma mau pulang. Atau mama pilih, aku atau mama yang pulang. Abis kita dari dokter gigi ini, langsung bilang ke nenek kalo kita bakalan pulang. Besok, aku mau mama udah nentuin hari apa kita pulang," keluh Farel kepada mamanya.
Mama Farel hanya terdiam mendengar keluhan dari anaknya tersebut. Mamanya pun mulai merasakan ada rasa kesal dalam diri Farel. Terlihat dan tentu saja terasa dari cara Farel membawa mobil yang mulai kurang stabil. Kecepatan mobil terus bertambah.
"Pelan-pelan nak," ujar mamanya.
Farel tak mempedulikan hal tersebut. Ia hanya ingin melampiaskan kekesalannya yang kini ia rasakan. Tak butuh waktu lama, akhirnya mereka pun sampai di tempat tujuan. Setelah Farel melakukan check-up giginya, kini giliran mamanya. Farel pun keluar dari ruangan tersebut dan mengecek HP nya. Ada pesan masuk dari Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambisi (The Wrong Part Of Town)
Ficção Adolescente"Kamu gak masalah ya ngeliat cewek ngerokok?" tanya Ara kepada Farel. *** "Rell, aku lagi buntu banget. Udah 3 hari ni aku dikos temen aku karna lagi ribut sama mama" *** "Aku boleh make uang kamu lagi gak?..." *** "Mungkin ada yang mau dibilang nya...