♡ Happy reading ♡
Wilna sedang meratapi tingkah konyolnya, mau ditaruh dimana mukanya jika bertemu dengan Deka. Berulang kali Wilna membenturkan kepalanya didinding.
Tergores sudah harga dirinya. Mungkin rasa malu itu hampir sama seperti ketika ada lawan jenis yang tak sengaja melihat celana dalam miliknya tergantung dijemuran.
Ya, rasanya sama seperti itu. Memalukan memang, tapi setelah dipikir-pikir kenapa dirinya pusing sendiri, toh Deka bukan Saka, jadi menurutnya tidak masalah image-nya nya sedikit jelek. Deka bukan seseorang yang spesial untuk dirinya, ngapain dia harus jaim. Mau seberapa bobrok dirinya seharusnya ia tidak peduli iya, kan?
Perlu dicatat! itu pemikiranya beberapa jam yang lalu sebelum Wilna melihat nama Deka Trashilya Dilsaka terpampang jelas dibagan teratas susunan pengurus klub RPA yang akan Wilna ikuti. Sepertinya untuk kali ini, ia harus berfikir ulang.
Bagaimana jika dirinya tidak lolos seleksi klub, mengingat perlakuan nya kemarin-kemarin terlanjur di atas batas wajar dan kelewat sopan. Apa dirinya harus nyogok Deka dengan ice cream dulu? Atau cilok? Telur gulung? Seblak? lolipop?
Pusing pusing pusing
"Udah Wil, penyesalan emang selalu di akhir, yang sabar bestie, semangat kamu pasti bisa!" Rentetan kalimat penenang dari sahabatnya____Dira, lebih mirip kalimat tengil yang terdengar menjengkelkan ditelinga.
Wilna melirik sinis kedua temanya yang sedang terkikik geli. "No urut terkahir Wilna Anastasya kelas 10 Mipa 1 silahkan masuk."Panggilan dari Rania yang dikenal sebagai pengurus terkiller di klub RPA membuyarkan perhatianya.
Qiya dan Dira berucap kata 'fighting' tanpa suara, tangan mereka mengepal lalu diangkat tinggi-tinggi untuk menyemangati dirinya.
Wilna membasahi tenggorokanya yang kering, dengan langkah ragu ia menuju ke arah pintu masuk. Suhu AC yang cukup rendah mulai menyapu pori-pori kulitnya.
Bisakah Wilna sebut ruangan seleksi ini lebih mirip ruang mayat? Ruangan ini terlampau dingin. Belum lagi tatapan orang di dalam sana yang sangat mirip dengan tokoh malaikat pencabut nyawa disebuah film, lengkap sudah.
Wilna berusaha menghiraukan berbagai tatapan itu, kini pandanganya beralih pada satu orang yang masih sibuk dengan beberapa lembar formulir, bisa ditebak dari perangai tubuhnya kalo lelaki itu sang ketua klub RPA, ya benar, lelaki itu Deka.
"Permisi"
"Silahkan masuk."
Suara baritone itu terdengar berwibawa, ia baru menyadari ternyata Deka memiliki kharisma yang tidak biasa, dengan balutan kemeja panjang berwarna putih yang Deka gulung sampai setengah siku menambah ketampanan lelaki itu tiga kali lipat dari biasanya, di sini Deka lebih mirip seperti CEO yang hendak menginterview secara langsung calon karyawanya.
Wilna berusaha untuk terlihat tenang. Perlahan ia memasuki ruangan. Nampaknya lelaki itu masih enggan mengalihkan tatapanya dari kertas formulir ditanganya, alis tebalnya menukik hampir menyatu satu sama lain, dahinya mengerut membentuk garis-garis, wajahnya terlihat serius ketika memindai tulisan yang ada di formulir satu persatu.
"Tutup," ujar Deka seraya menatap lurus ke arah Wilna yang sudah berdiri kikuk di depan, entah dimana keberanian yang selalu Wilna tunjukan, rasanya lenyap tak tersisa setelah mengetahui bahwa seorang Deka adalah ketua dari klub yang ia dambakan sejak ia mengenyam bangku di sekolah menengah pertama. Jika ada mesin putar waktu mungkin salah satu hal yang ingin ia rubah adalah pertemuanya dengan Deka saat itu.

ČTEŠ
KAMPANA [ ON GOING ]
Lobisomem1.Curcuma domestic "Kue cucur?" 2.Hibiscus rosa-sinensis, "Rosa Kumenangis kah?" 3.Impatien Balsamina "Patien? Pasien kah?" Woy maksud lo apa! Jangan pake bahasa alien dong! Gue kagak ngerti! Kampret! Beribu umpatan rasanya ingin Wilna keluarkan u...