PART 31 (Kejahilan Vania)

9 1 0
                                    

Farel pun terbangun ketika Azan Subuh berkumandang. Setelah menunaikan ibadah Sholat Subuh, ia pun mulai mengemasi barang-barangnya. Setelah barang-barangnya terkemas dengan baik, ia pun sarapan pagi. Saat ia sedang menyantap sarapannya, Vania keluar dari kamar.

"Abang ko, bucin se karajonyo," ujar Vania kepada Farel karena melihat Farel jarang berada dirumah. 

Vania pernah iseng melihat isi galeri dari HP Farel saat Farel tertidur dan posisi HP nya belum terkunci. Ia melihat beberapa foto dan video Ara. Farel dan Vania sejak kecil memang sering menjahili satu sama lain. Saat masih SMP, Farel membuat Vania menangis, karena Farel tau Vania telah memiliki pacar. Farel terus mengancam Vania akan mengadukan hal tersebut kepada nenek mereka. Nenek mereka memang sangat melarang cucu-cucunya memiliki pacar.

"Mana ada bucin," ujar Farel kepada sepupunya tersebut.

"Coba sini HP abang," Vania meminta HP Farel untuk membuktikan perkataannya.

Tanpa ketakutan dan keraguan sedikitpun, Farel memberikan HP nya kepada Vania. Akan tetapi, saat Vania akan membuka galeri, Farel langsung merebut HP nya kembali.

"Ngapain buka galeri? Privasi tuu," larang Farel kepada Vania.

"Alah ma bang, Vania dah tau di galeri abang tu ada Foto cewek. Abang jarang dirumah karena pergi sama cewek tu kan? Hahahaa," ujar Vania bertanya sambil tertawa.

"Nggak ah, abang pergi sama kawan abang" elak Farel kemudian.

"Kawan lah tu, lebih baik abang ngaku daripada Vania bilang ke nenek"

"Hahahaa, jangan lah Van. Tapi tu bukan pacar abang. Kawan aja tuu"

"Jadikan lahh lagi bang"

Menanggapi hal tersebut, Farel hanya menggelengkan kepalanya.

"Kenapa gitu bang?" tanya Vania kemudian.

Farel hanya menunjuk barang-barangnya yang telah ia kemas untuk pulang besok. Vania pun mengerti maksud dari abang sepupunya tersebut.

"Jadi abang pulang besok?"

"Iya Van"

"Hahahaa kasian, jangan sedih lah bang. Nanti kan abang ke Padang lagi," ejek Vania.

"Lebay," jawab Farel singkat.

Setelah makan, Farel membuat kopi dan menghisap rokoknya di teras rumah. Ia tak percaya, sebentar lagi dirinya akan pulang. Cukup lama ia menghabiskan waktu di Kota ini. Perjalanan nya kali ini membuat dirinya mengetahui bahwa di Kota ini terdapat dua sisi. Ya, gelap dan terang.

***

Pukul 18.00, Farel segera mandi dan bersiap-siap untuk Sholat Maghrib. Setelah Sholat, ia memberikan kabar kepada Puma bahwa dirinya ada urusan sebentar. Ia berniat untuk main ke kos teman kuliahnya dulu di Jambi. Kawannya tersebut telah menyelesaikan kuliahnya lebih dulu sebelum Farel. Kemudian, ia melanjutkan S2 nya di Kota Padang.

"Lal, aku OTW," tulis Farel dalam pesan singkat yang memberi kabar kepada Bilal.

Sesampainya di kos Bilal, Farel pun mengetuk pintu kamarnya. Ternyata, di tempat tersebut juga ada Fiqi. Fiqi adalah kawan Bilal saat melaksanakan KKN. Fiqi juga melanjutkan S2 nya di Kota Padang. Hanya saja, Fiqi dan Bilal berbeda kampus.

"Weh bang Farel, jadi abang pulang besok?" tanya Bilal kepada Farel.

"Jadi lal, mau gak mau"

"Disini aja lah bang, ngapain abang pulang?"

Farel pun menceritakan kegagalannya dalam mengejar ambisi yang tertanam dalam dirinya. Beberapa waktu lalu, mama Farel sempat mengirimkan lowongan pekerjaan untuk dirinya yang berlokasi di Lampung. Hal itu lah yang membuat Farel harus segera pulang. Mereka pun larut dalam berbagai macam obrolan, mulai dari seputar dunia kampus mereka dahulu, dan seputar pekerjaan yang akan menjadi tujuan mereka nantinya.

"Bang, abang gak ada rencana mau ngelatih silat?" tanya Farel kepada Fiqi.

"Nggak dulu kayaknya Rel, susah. Harus ada sertifikat dulu. Ini rencana nih, mau ngambil kepelatihan anatomi aja dulu," jawab Fiqi sambil menunjukkan informasi pelatihan yang baru saja ia dapatkan dari HP nya.

Obrolan cukup panjang yang mereka lakukan malam itu, membuat Farel tak sadar bahwa waktu telah memasuki pukul 20.30. Ia baru menyadari ketika ia melirik jam tangannya. Farel yang sudah berjanji dengan Puma pun tak enak. Farel segera pamit dengan mereka berdua, dan bergegas menemui Puma.

"Makasih banyak ini bang. Waktu kami baru sampai di Padang, abang udah bantu kami nyariin kos, ngajak kami main. Makasih banyak lah ini bang. Nanti kalau ke Padang kabarin ya bang," ujar Bilal kepada Farel.

"Santai Lall," jawab Farel sambil melakukan tos kepada Bilal dan Fiqi.

Farel pun segera meminta share location dari Puma. Setelah Puma mengirimkannya, Farel segera menuju tempat tersebut. Ia memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sesampainya di tempat tersebut, terlihat Puma sedang bersama temannya. Farel pun berkenalan dengan teman Puma tersebut.

"Mau pesan bang? Udah close order mungkin," ujar Berri yang tak lain dan tak bukan adalah teman Puma.

"Serius bang?" tanya Farel kemudian.

"Iya, disini emang cepet cuk. Jam 9 udah close order," ujar Puma menambahkan.

Farel pun melirik jam tangannya. Masih tersisa waktu 5 menit lagi menuju ke jam 9. Ia pun segera masuk dan berniat memesan. Akan tetapi, benar kata Berri, kafe tersebut sudah close order. Farel pun kembali ke meja Puma.

"Close order cuk," keluh Farel.

"Lu sih kelamaan"

"Ya mana gua tau njing, gua kira kan close order biasanya jam 11"

"Jadi gimana? Geser kita?" tanya Puma kepada Farel dan Berri.

"Gak bisa Maa, gua mau ngerjain tugas," ujar Berri kepada Puma.

"Lu gimana Rell?" tanya Puma kepada Farel.

"Boleh dah," jawab Farel.

Pada akhirnya, mereka pun segera berpindah tempat. Berri berpamitan kepada mereka untuk duluan pulang kerumah, sementara Farel dan Puma bergegas menuju tempat tujuan mereka.

"Kemana nih Rell?" tanya Puma.

"Yang agak lama tutupnya dah, duduk-duduk santai aja. Gak usah di kafe," ujar Farel memberi saran kepada Puma.

"Gor aja lahh ya? Deket sini," ajak Puma.

"Gas lahh yok"

Akhirnya, mereka pun beriringan menuju tempat tujuan, yaitu GOR Agus Salim Kota Padang. Sesampainya di tempat tersebut, kawasan itu masih ramai dipenuhi orang. Mengingat waktu juga masih menunjukkan pukul 21.10. Puma dan Farel pun segera memarkirkan mobil mereka masing-masing dan memilih tempat duduk. Setelah pesanan datang, mereka pun memulai pembicaraan. Ya pembicaraan terakhir antara mereka berdua, yang mungkin saja tidak akan bertemu lagi dalam waktu yang cukup lama.

Ambisi (The Wrong Part Of Town)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang