A Pair of Socks

145 25 1
                                    

Malang adalah tempat yang tidak pernah terlintas dalam kepala Hael untuk dijadikan tujuan melarikan diri. Entah apa yang ada di kepalanya saat justru mendaratkan diri sejauh ini ke Malang, tempat kecil di Jawa Timur yang dia sendiri tidak tahu akan menemukan apa di sini. Kayak, dia mau lihat apa ke Malang? Bukannya ke Bali atau Jogja.

"Ternyata gue emang sekacau ini."

Beruntungnya, Malang tidak sepanas Surabaya atau Jakarta. Udara di Malang cukup sejuk untuk mendamaikan isi dadanya yang porak poranda.

Hael tidak memberi kabar pada siapapun, termasuk kedua orangtuanya. Alasan Hael tidak lari ke Bali karena dua orang tuanya sedang ada di sana, entah melakukan apa, yang pasti Hael tidak pernah diberi tahu. Beberapa kali Raja menghubunginya secara berkala, namun dirinya tidak memiliki niat sedikitpun untuk memberi kabar bahwa ia baik-baik saja, terdampar di kota kecil bernama Malang, se-malang nasibnya.

Setelah sampai, hal pertama yang Hael lakukan adalah mencari penginapan. Perjalanan jauh membuatnya ingin segera rebah di atas busa empuk yang akan menenggelamkan tubuhnya. Jadi Hael membuka ponsel, mencari-cari hotel atau semacamnya yang memiliki rating bagus dan memuaskan.

Ada satu hotel, yang menurutnya sesuai dengan seleranya. Fasilitas lengkap dengan kolam renang, tempat fitness, spa, bahkan cycling. Namun harga yang harus ia bayar permalamnya lumayan tinggi, sedangkan Hael tidak tahu seberapa lama ia ingin tinggal dan seberapa cukup uang yang ia punya. Jadi ia beralih, mungkin hotel terlalu mewah untuknya.

Jari-jari Hael sibuk men-scroll, mencari tempat kost. Ia akan mencoba tinggal selama satu bulan. Banyak tempat kos yang biaya perbulannya lumayan murah, ada juga yang seharga biaya permalam hotel yang barusan ia cek untuk satu bulan. Fasilitasnya nampak nyaman, dan Hael tertarik. Jadi cowok itu menghubungi nomor yang tertera untuk menanyakan kamar.

"Sekarang udah masuk tengah semester kampus mas, jadi kamar kita penuh."

Tidak beruntung, namun Hael tidak patah semangat untuk mencari lokasi baru.

"Ya sudah bu, tapi tolong kalau tiba-tiba ada kamar kosong saya dikabari ya." Karena sejujurnya Hael cukup jatuh hati dengan tempat itu.

Beberapa kali nomor yang ia hubungi memberikan jawaban yang sama, kamar mereka penuh. Cukup sulit mencari kost dengan adanya kamar yang masih kosong, karena lagi-lagi banyak kampus di Malang sudah memasuki tengah semester. Kata salah satu ibu kost yang Hael hubungi sih, kamar kost banyak yang kosong di liburan semester sebelum masuk semester baru, tapi ia akan bersaing dengan ribuan mahasiswa rantau yang kuliah di Malang.

Hael mendesah gusar, memilih untuk melipir ke cafe terdekat. Ia akan lanjut mencari kamar kost nanti, atau kalau benar-benar tidak ada yang cocok, pilihan satu-satunya adalah hotel sebelum ia bisa mendapatkan kamar kost.

Tubuh kurus Hael menerobos pintu cafe dibarengi dengan suara lonceng saat tangannya membuka pintu. Untuk beberapa detik tubuhnya dibuat membeku karena hampir semua pengunjung cafe menatap kearahnya. Apa ini karena suara lonceng di atas pintu yang terlalu lantang? Atau karena apa?!

Hael sampai mengira budaya di Malang sedikit berbeda, semacam sambutan orang Malang gitu, mungkin? Karena dia benar-benar tidak tahu apa yang membuat mereka menoleh padanya. Hael membungkuk sekilas untuk menjawab tatapan mereka, kaki jenjangnya yang di balut ripped jeans melangkah menuju counter untuk memesan kopi yang ia inginkan.

"Venti ice Americano, double shots." Ucapnya.

Menurut Hael ia sudah mengucapkan pesanannya dengan jelas dan jelas. Tapi perempuan yang berdiri di balik counter justru melongo dan buru-buru mengerjap setelah beberapa waktu terlewat tanpa ada sahutan.

Find Me when I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang