Setelah dirasa cukup bersenang-senang, Ruri kemudian menarik tangan Rumi dan mengajak cewek itu untuk naik ke lantai atas. Ruri membuka pintu salah satu pintu berwarna hitam dengan corak keemasan, cewek itu hanya diam mengikutinya dari belakang.
Saat masuk ke dalam ruangan, Rumi melihat ada satu meja billiard besar, ada tiga orang laki-laki di dalam ruangan tersebut yang jelas Rumi cukup mengenal wajah mereka, mata cewek itu sedikit melebar saat melihat sosok Ezra yang sedang bermain billiard, tak menyangka jika cowok itu akan berada di tempat seperti ini juga.
"telat, lo!" seru Leo, teman sekelas Ruri.
"lebih cepetan Ezra datang!" sambung Dion, salah satu murid laki-laki IPS 3.
Ruri tertawa kecil, ia lalu mendudukkan Rumi di salah satu sofa, cowok itu turut duduk di sampingnya sambil merangkul cewek tersebut.
"gue lama di bawah," ujar cowok tersebut sambil memainkan rambut sang kekasih.
"sinilah, Ru! Main!" seru Ezra.
"duluan aja!"
Tak lama pintu hitam itu kembali terbuka, Rumi kembali terkejut saat melihat Hanum muncul dari balik pintu tersebut, tak hanya Rumi, Hanum pun turut kaget melihat sahabatnya. Mata Hanum lalu menatap tajam Ruri tapi cowok itu hanya menatapnya sekilas, terlihat tidak peduli dengan kehadiran cewek tersebut.
"gue gak tau kalau lo ngajak cewek lo juga, Zra," ucap Ruri.
Ezra tersenyum kepada Hanum, "cari suasana baru, bosen kali nge-date ke situ-situ aja," canda cowok tersebut.
Hanum duduk di bagian paling ujung sofa, bersebelahan dengan Rumi tapi memberi jarak sedikit. beberapa saat kemudian Ruri bangkit berdiri, cowok itu memasang glove guna memudahkan dirinya menyentuh stick billiard. Ia bergantian bermain dengan Dion karena cowok itu mulai lelah. Kini yang bermain hanya tersisa Leo, Ezra dan Ruri.
"Rum! Sini!" Ruri menjulurkan tangannya, menyuruh Rumi untuk mendekat ke arahnya.
"gue gak bisa main," ujar Rumi sambil melipat kedua tangannya dan menaruh di atas pahanya.
"gue ajarin! Ayo!" Ruri berjalan mendekat dan menarik Rumi.
Ia memasangkan glove ke tangan cewek tersebut dan memberikan satu stick yang lebih ringan agar Rumi tidak kesulitan. Ruri kemudian berdiri di belakang Rumi dan mulai mengatur posisi tubuh cewek tersebut.
"fokus, oke?"
Bagaimana Rumi bisa fokus jika jaraknya dan Ruri sedekat ini? Cewek itu menahan nafasnya, wajahnya dan Ruri begitu dekat. Mata Rumi menatap bola putih yang ada di ujung stick. Tangannya bergera maju ke depan saat Ruri memerintahkannya.
Bola putih itu mengelinding, menabrak bola merah dan masuk ke dalam lubang. Sontak Ezra dan Leo yang melihat itu berseru kecil, keduanya kemudian melakukan tos ringan. Sementara Ruri, cowok itu tersenyum lebar dan mengusak rambut Rumi.
"good job," bisik cowok tersebut.
Entah kenapa Rumi merasa bangga, cewek itu tersipu malu, kegugupannya seketika terganti dengan perasaan senang yang begitu membuncah. Selanjutnya Ruri tetap menyuruh Rumi untuk bermain dengan cowok itu yang terus memandunya.
Mereka tak menyadari, jika sedari tadi Hanum memperhatikan mereka dengan tatapan datar. Ia meremas tangannya, berbeda dengan Rumi yang senang, Hanum merasa marah sekarang. Kedekatan mereka membuatnya muak, terlebih lagi melihat Ruri yang tersenyum begitu lebar sambil terus melemparkan pujian kepada Rumi yang sedari tadi semakin bagus permainannya.
"gak mau ikut main, Han?" tegur Dion yang duduk tak jauh dari cewek tersebut, ia jelas melihat perubahan ekspresi Hanum tadi.
"sini, Han! Rumi aja makin jago mainnya!" Leo turut mengajak cewek tersebut.
"sini, yang!" ajak Ezra.
Tapi Hanum hanya menggeleng sambil melemparkan senyum kecilnya, "gue nonton aja!" tolak cewek tersebut.
Cewek itu jarang bergaul dengan orang baru, ia lebih suka berada di tempat yang menurutnya nyaman baginya. Ikut ke tempat ini pun karena Hanum tau jika Ezra dan Ruri akan bertemu. Pandangannya dan Ruri bertemu kembali, kali ini Ruri melemparkan senyum manisnya kepada Hanum sambil merangkul Rumi.
"yang lain senang-senang masa lo diem doang? Hati-hati loh, Han! Di sini banyak penunggunya," ucap Ruri jahil, tapi nada bicara cowok itu seolah menyindir dirinya.
Hanum tak menanggapi ucapan Ruri dan memilih untuk melihat permainan kekasihnya. Leo yang berdiri di samping Ezra tak sengaja menangkap luka jahit yang cukup panjang di lengan kiri cowok tersebut, jujur itu sedikit membangkitkan rasa ingin tau Leo.
"luka lo gede juga," singgungnya.
Ezra yang sadar jika kalimat itu ditujukan padanya lantas menatap luka jahit di tangannya, "iya, waktu kelas dua semester dua gue sempat tabrakan."
Mendengar itu lantas membuat Ruri melirik ke arah Ezra sekilas sebelum akhirnya fokus mengajari Rumi lagi.
"pasti sakit," ucap Ruri dan tanpa disadari siapa pun kecuali Hanum yang sedari tadi memperhatikan gerak-geriknya, cowok itu tersenyum tipis.
Ezra tertawa canggung, "mayan, sih. salah gue juga waktu itu nyebrang enggak lihat kanan kiri." Cowok itu mengusap tengkuknya.
***
Tiga puluh menit sudah permainan berlangsung dan Rumi sudah mulai kelelahan, Ezra kini sudah diganti dengan Dion. Cewek itu menatap Ruri, menyadari arti tatapan Rumi, Ruri kemudian melepaskan glove cewek tersebut.
"haus?" Rumi mengangguk kecil.
Ruri lalu berjalan ke arah kulkas kecil yang berada tak jauh dari sofa, ia menyerahkan segelas air mineral dingin kepada Rumi sebelum akhirnya kembali bermain dengan teman-temannya.
Lima menit berlalu, semua orang di dalam ruangan di kagetkan dengan pintu yang tiba-tiba saja terbuka lebar. Diambang pintu berdiri seolah perempuan dengan pakaian yang cukup seksi.
"RURI!!!!" seru perempuan itu sambil merentangkan kedua tangannya lebar-lebar dan segera menarik Ruri ke dalam pelukannya.
Rumi meremas botol mineral yang ada digenggamannya saat melihat Ruri dengan mudah membalas pelukan perempuan tersebut, bahkan Ruri mengusap-usap punggungnya. Satu hal yang Rumi lupakan, Ruri orang yang friendly. Baik itu kepada laki-laki atau perempuan. hal seperti ini sudah wajar bagi cowok tersebut.
"gue buru-buru ke sini waktu bartender bilang kalau lo lagi di sini!" ucap perempuan itu setelah pelukan mereka terlepas.
Ruri tertawa kecil, "gue pikir lo sudah pensiun, ternyata masih, ya."
Kayla tertawa mendengar ucapan Ruri, ia menatap wajah cowok itu. Ada banyak laki-laki tampan di club ini, tapi dimatanya, hanya wajah Ruri yang membuatnya tidak pernah bosan melihatnya walau sudah di tatap berpuluh kali. Dimata Kayla, ia dan Ruri adalah orang yang sama. sama-sama tidak suka terikat dan menyukai kebebasan.
Hal yang mampu mengejutkan satu ruangan, termasuk Rumi adalah ketika Kayla mengecup ujung bibir Ruri. Rumi refleks bangkit berdiri membuat semua orang menatapnya.
"g-gue mau ke toilet," ucap Rumi dengan kepala tertunduk dan berjalan keluar dari ruangan.
Hanum menghela nafasnya pelan, ia berjalan mengikuti Rumi dari belakang. Ruri terdiam melihat kepergian sang kekasih, kakinya ingin melangkah keluar, menyusul Rumi tapi entah kenapa ia memilih diam.
"itu cewek siapa?" tanya Kayla menatap semua orang di dalam ruangan kebingungan.
Dion melirik ke arah Ruri sebentar, "cewek Ruri."
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Name, Ruri
Novela Juvenil"Kepada Ruri Dhananjaya! Gue suka sama lo! lo mau jadi pacar gue?" akibat memilih dare, Rumi terpaksa menerima tantangan untuk menembak Ruri cowok yang terkenal dengan title 'playboy' dari teman-temannya, tidak sampai disitu saja, ia bahkan diminta...