03. Heels

30 9 0
                                    

"Apa yang kamu harapkan dari dunia fatamorgana ini?"

"Harus berapa kali lagi saya ngomong sama kamu, Crystal? Jangan memakai heels ketika di sekolah! Sudah tiga kali kamu melanggar peraturan sekolah."

Sialan.

Crystal cukup terkejut ketika Bu Lili selaku guru kesiswaan mencegat langkahnya di koridor sekolah. Hal itu membuatnya menghela napas. Kelasnya sebentar lagi akan dimulai sementara dirinya harus berurusan dengan Bu Lili—sang guru killer.

Sebenarnya bukan hal yang lumrah ketika seorang Crystal Sevanya berkali-kali masuk ruang BK gara-gara dirinya selalu mengenakan heels ke sekolah. Hampir dari kalangan kelas sebelas mengetahui hal itu hingga membuat mereka tidak habis pikir.

Gadis berambut lurus sebahu itu balik menatap Bu Lili dengan seulas senyum di wajahnya. "Haruskah saya melepasnya, Bu?" tanyanya.

Alih-alih menjawab, Bu Lili justru memijat pelipisnya. Rasanya percuma jika menyita heels anak itu karena sudah pasti  Crystal akan mengenakan yang baru keesokan harinya.

"Crystal, tolong jangan memancing emosi saya."

Crystal mengernyit. "Apakah perkataan saya ada yang salah, Bu Lili?"

Bu Lili tampak keki. "Kemarin saya sudah melarang kamu untuk tidak memakai heels ke sekolah, kan? Kenapa kamu masih melanggarnya Crystal? Kenapa tidak memakai sepatu saja?"

"Ibu sendiri memakai heels, lantas kenapa saya tidak boleh? Lagi pula heels saya tidak terlalu tinggi seperti punya Ibu, kan?"

"Crystal!" Vokal Bu Lili meninggi.

"Saya tidak nyaman memakai sepatu, Bu. Gerah!" ujar Crystal.

"Ikut saya ke ruang BK sekarang!"

"Ngapain, Bu? Kalau memang ingin menyitanya ambil saja nih."  Crystal melepas heels warna abu-abu dengan sedikit glitter miliknya lalu menyerahkannya pada Bu Lili.

"Heels kamu sudah numpuk di ruang BK! Sepertinya saya harus menghubungi orang tua kamu, Crystal," ancam Bu Lili.

"Silakan."

Lugas.

Crystal kelihatan tidak terintimidasi oleh ancaman Bu Lili. "Ini beneran tidak mau disita?" tanya Crystal memastikan.

Bu Lili tidak menjawab, namun wajahnya sudah terlihat sangat keki dengan kelakuan Crystal.

"Kalau Ibu diam berarti saya pakai lagi. Maaf, Bu tapi kelas saya sudah dimulai lima menit yang lalu jadi saya harus pergi. Kalau Ibu sudah menghubungi orang tua saya, setelah istirahat saya akan ke ruang BK. Permisi, Bu Lili. Have a nice day!" ujar gadis itu yang kemudian berlalu dengan anggun.

Crystal dengan setumpuk buku di tangannya berjalan tergesa-gesa menyusuri koridor. Diiringi oleh bunyi heels miliknya yang mendominasi indra pendengaran siswa-siswi di sekitarnya.

Sesekali gadis berponi itu melihat arloji warna ungu di pergelangan kirinya. Sepuluh menit telah terlewati dengan sia-sia.

Sepuluh menit yang berharga. Sepuluh menit yang bisa saja berisikan materi-materi penting.

Crystal semakin mempercepat langkahnya. Dan ketika hendak berbelok...

Bruk!

Buku-buku milik Crystal jatuh berserakan.

Gadis itu mendongak dan netranya bertubrukan dengan iris kebiruan milik lelaki yang saat ini ikut menatap Crystal. Asing. Sepertinya lelaki itu bukan siswa SMA Mandala.

LacunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang