ocean and engines : prolog

167 23 0
                                    

"Heeseung, yuk, stand by, 15 menit lagi kamu."

"Oke, Som, makasih."

Somi bergegas meninggalkannya, kembali sibuk mengurus sesuatu dengan panitia lain. Heeseung sudah menyetel gitarnya sedari tadi, jadi kini ia ia hanya tinggal mempersiapkan mental begitu dipanggil untuk giliran selanjutnya.

Butuh distraksi setelah ditinggal pergi teman-temannya, Heeseung mengintip ke barisan penonton. Mau tak mau, matanya mencari satu sosok yang diam-diam ia harapkan hadir di antara banyaknya mahasiswa dari berbagai fakultas. Tapi otaknya mengelana jauh begitu tidak menemukan orang yang dituju. Diingatnya berapa pentas seni mereka bertahun lalu, terukir senyum kecil yang muncul tiap kali ia mengingat mereka.

Tersadar, buru-buru dienyahkannya pikiran itu. Tidak seharusnya Heeseung mengingat lagi, Jay sudah memarahinya berulang kali.

Walaupun sebenarnya, bagaimana bisa?

Tidak ada seorang pun yang tahu, bahkan diam-diam Heeseung membohongi dirinya sendiri, alasannya mengikuti acara tahunan kampus ini bukan karena sekedar keinginan bernyanyi yang timbul lagi. Justru karena Heeseung ingin melihat alasannya bernyanyi menontonnya bermusik lagi. Tapi biarlah itu jadi rahasia. Biar Heeseung juga bohongi dirinya.

"Hee, ready, kan?"

Heeseung berbalik, menemukan Somi menatapnya dengan senyum lebar. Ia mengangguk.

"Asik, kesayangannya Bu Yoomi mau manggung lagi, nih."

Heeseung terkekeh sambil membuka air minum dan meneguknya. "Apa sih, Som."

"Hee, Som, yuk, sekarang!"

Somu langsung menarik Heeseung setelah lelaki itu mengambil gitarnya. Gadis itu menuntun Heeseung ke tangga untuk naik ke panggung.

"...dari Fakultas Ilmu dan Budaya, Lee Heeseung!"

"Semangat, Hee!" Somi mendorongnya, memberi kepala tangan.

Heeseung menunjukkan ibu jarinya sebelum menegapkan badan, mengambil pijakan menaiki panggung. Dadanya sedikit berdebar saat melihat kerumunan yang sudah lama tidak ia temui, tepuk tangan masih bergemuruh. Segera dilangkahkannya kaki untuk duduk dan menyetel mikrofon.

Menghela napas, Heeseung meraih mic. "Tes, tes. Malam semua."

Jawaban riuh datang dari penonton. Heeseung tidak bisa menahan senyumnya. Sensasi lama yang sangat familiar ternyata ia rindukan.

"Makasih ya, yang masih semangat," mata Heeseung menjelejah. Temannya yang datang melambai semangat. Masih ada secercah harapan untuk matanya menemukan sosok yang ia nantikan. "Malam ini, gue bakal ngebawain lagu yang selalu gue dengerin sebelum tidur dan harapan gue, semoga abis ini kalian juga."

Ia tertawa kecil mendengar sorakan penonton. Ada keinginan kecil untuk mengulur waktu, menunggu lelaki yang bayangkan datang, tapi Heeseung ingat dia tidak lagi ingin terjebak sebagai Lee Heeseung berumur 18 tahun.

Tapi ia sekarang di sini pun, untuk lelaki yang mengisi 18 tahunnya.

Memeluk gitar, Heeseung berpikir tidak apa-apa untuk sesekali tidak mengerti diri sendiri. Jadi selesai mengucapkan enjoy, Heeseung memetik gitarnya.

"Saturday sunset, we're lying on my bed with five hours to go."

Musik mengalun, penonton terpana, dan Heeseung menemukannya. Datang dengan satu minuman manis yang namanya Heeseung hapal.

Kim Sunoo lagi-lagi jadi salah satu penontonnya setelah sekian lama, dan masih jadi pusat dari segala yang Heeseung punya. Inderanya seakan berfungsi hanya untuk yang lebih muda. Seakan panggung ada hanya untuk mempertemukan mata mereka.

"You're the one thing I swear I can't outgrow."

Heeseung tidak tahu dadanya masih akan berdebar dengan cara yang sama ketika ia remaja. Memejamkan mata, pikirnya pun mengelana.

[]

please note that this is very self indulgent!!!

ocean and engines | heesunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang