Tengah malam yang gelap. Hujan deras mengguyur sosok anak perempuan yang berlari di tengah derasnya hujan. Anak perempuan itu berlari tanpa alas kaki. Terus menangis di tengah-tengah hujan yang mengguyurnya.
Air matanya menitih deras, sederas hujan malam ini. Wajahnya pucat, bibirnya berwarna keunguan karena dinginnya malam. Berlari dengan langkah gontai disertai isakan tangisan yang keluar tiap detiknya.
Tubuhnya yang kurus seperti tak memiliki tenaga terus ia langkahkan. Memaksakan tubuhnya yang belum menyentuh makanan selama tiga hari.
Hidupnya begitu berat.
Langkahnya yang gontai berhenti di sebuah jembatan kayu yang sudah jarang dilalui orang-orang. Jembatan tua yang panjang menyambung ke Kota seberang. Kakinya yang jenjang tampak pucat, berdiri di tengah jembatan ditemani hujan yang terus mengguyur tubuhnya.
Tangannya memegang erat pegangan jembatan yang terbuat dari kayu. Memejamkan matanya yang terasa panas tiap detiknya. Bibirnya bergetar begitu hebat kembali mengingat hal yang menimpa dirinya satu minggu ini.
"Tuhan, Hanra capek..." ucapnya dengan suara bergetar hebat bercampur dengan derasnya suara hujan. "Hanra enggak sekuat itu, Tuhan. Hanra juga mau tenang..."
Tangannya mulai mengendur pada pegangan jembatan. Satu kakinya sudah terangkat naik, bersiap untuk melompat ke sungai dengan arus deras itu. Arusnya begitu deras. Siapapun yang melompat, akan terbawa arus dan hilang.
Anak berumur empat belas tahun—Lee Hanra ingin mati.
Kedua kakinya sudah tidak menyentuh jembatan. Sisa untuk melompat.
"Mama, semoga Mama dateng buat cium aku di pemakaman nanti..."
Hanra memejamkan mata sekali lagi. Kemudian menunduk menatap derasnya arus sungai. Menghirup aroma hujan yang khas dan terakhir, tubuhnya ia lemaskan seperti tidak memiliki tenaga sedikit pun. Membiarkan tubuhnya jatuh ke bawah.
"JANGANN!" Bersamaan dengan teriakan itu, tubuhnya jatuh ke belakang.
Tubuhnya jatuh dalam dekapan seorang wanita yang tampak basah juga seperti dirinya. Perempuan itu menarik Hanra agar jatuh ke belakang, kemudian memeluk anak berumur empat belas tahun itu erat sembari menangis.
Dan entah kenapa, Hanra—gadis itu tidak memberontak. Gadis itu malah menangis sejadi-jadinya. Tangisannya pecah sejadi-jadinya dalam dekapan wanita asing itu. Menenggelamkan wajah mungilnya pada dada wanita yang tidak ia kenal itu.
Hanra menangis dalam derasnya hujan.
"Jangan bunuh diri. Jangan bunuh diri. Hidup kamu sangat berharga buat, saya..."
Dan detik itu juga, tangisannya semakin pecah. Isakannya terdengar sangat kuat. Wanita itu bisa merasakan tubuh Hanra yang bergetar hebat.
"Saya—saya sayang kamu..." ucap wanita itu lagi sambil mendekap gadis itu se-erat-eratnya, membuat tangisan pilu dari Hanra terdengar semakin menyakitkan tiap detiknya.
"Aku capek..." katanya dalam dekapan hangat wanita asing itu. "Aku capek..."
Hanya kata itu yang bisa ia ulang. Hanya kata itu hang bisa ia katakan. Hanya kata itu yang bisa menjelaskan segala kesulitannya.
Wanita itu semakin mendekap Hanra hangat. Tangisannya keluar tanpa suara. Berpelukan di bawah Hujan.
"Aku capek. Aku capek selalu disalahin..." katanya lagi dengan suara bergetar hebat. "Aku—aku enggak punya siapa-siapa. Enggak ada yang sayang sama aku..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Sissy | Lee Jeno
FanfictionLee Jeno yang biasanya penuh dengan cinta. Lee Jeno yang selalu menuruti segala kemauannya tiba-tiba berubah karena sosok perempuan yang merusak hubungannya dengan kembarannya. Ia membenci perempuan itu. Ia membenci perempuan yang menjadi kekasih da...