Adik?

264 9 0
                                    

°°°°°°°°°°K

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°
°
°
°
°
°
°
°
°
°
K

A

F

K

A

05

——————————

Selepas enam tahun lamanya di rumah sakit jiwa Kafka sudah dinyatakan sembuh saat tiga tahun silam. Meski begitu, ia masih belum bisa memaafkan segala perlakuan Agra hingga Kafka memohon pada Dokter Katrika untuk menyembunyikan kesembuhannya. Dan dengan hembusan napas berkali-kali dokter itu menghiyakan permintaan Kafka.

Tiga tahun sisanya ia pergunakan dengan baik, masuk ke universitas negeri dan sekarang ini sudah menjadi  seorang dokter.

Kafka berjongkok sambil memandang batu nisan. Sekuat tenaga ia tahan tangisnya tapi saat mngingat perlakuan Adnan kepadanya dulu, membuat air matanya itu tak sengaja menetes.

"Hari ini tepat 6 tahun hari kematian kakak, dimana kakak meninggalkan Kafka sendiri. Hidup Kafka perlahan membaik, sudah membuat orang-orang tersenyum berkat mendirikan rumah sakit gratis, tapi tanpa kakak semuanya seperti kosong. "

"Oh iya pria durjana itu sudah menikah 5 tahun yang lalu kak dan sudah memiliki seorang putri. Kurasa dia sudah bahagia. Tapi tenang saja kak, perlahan-lahan akan kubuat dia sengsara dan merasakan apa yang sudah kurasakan tiga tahun itu."

•••••••

"Bagaimana dok, apa sudah ada kemajuan dengan anak saya?"

"Sampai saat ini Kafka sudah mulai menunjukkan tanda kesembuhan. Ia sudah bisa diajak berbicara meskipun balasannya cuma kata iya dan tidak. Tapi tidak masalah itu sudah membaik."

"Hmm..saya tidak tahu, apa itu berlaku juga untuk anda atau tidak." tambah dokter Katrika.

"Bisakah saya menemuinya dok?"

Dokter Katrika mengangguk.

Tok...tok..

"Kaf. Ayah boleh masuk?"

Ceklek...

Agra menatap Kafka dengan mata berkaca-kaca. Dia tidak tahan untuk tidak memeluk putra kesayangannya itu. Sudah berusia 22 tahun, Kafka terlihat tampan dan gagah dengan rambut panjangnya.

"Apa kabar Kaf?" tanya Agra sembari mengusap wajah dan rambut Kafka.

Kafka tidak merespon sedikit pun. Dan itu membuat wajah Agra penuh dengan keputus asaan.

"Puas sekali melihat wajahmu yang putus asa itu. Seperti itulah yang aku rasakan saat kamu merenggut kak Adnan dalam hidupku." batin Kafka.

K A F K ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang