🌱 15. Irfan mencari Irfan 🌱

5K 437 38
                                    

Jam makan siang, Haven patuh menerima setiap suapan dari Aqilla. Sambil memegang mobil mainan, ia sesekali tersenyum ketika pandangan mereka beradu. Kini Haven tak lagi menyanggah hal yang dirasakannya saat bersama Aqilla. Ia yakin dirinya sudah jatuh hati kepada gadis ini.

"Ilaa ... Ila. Ila, hihi ...."

"Dua lagi terus Irfan tidur siang," ucap Aqilla.

"Mau mayin cama Ila ...." Haven menjawab dengan tegas. Jika dirinya tidur siang, maka Aqilla akan bersama Satria. Haven tidak bisa diam membiarkan itu terjadi.

"Satria bentar lagi pulang."

Balasan Aqilla selanjutnya membuat Haven melongo. Gadis itu seperti pembaca pikiran. Haven mendongak menatap lekat sepasang manik itu. "Ila uka au?" tanyanya.

"Suka Irfan? Suka, kan Irfan bayi. Nggak ada yang nggak suka bayi." Setelah selesai bicara, Aqilla mengulas senyum.

Kalo gue bukan bayi lagi, lo bakal suka nggak? "Au uka Ila!" seru Haven dan melambaikan kedua tangan di atas kepala.

"Kenapa, ya? Kadang-kadang aku mikir Irfan bukan bayi biasa."

Tidak kurang dari sedetik, terasa benda tajam menusuk tubuh Haven. Haven buru-buru mengambil mobil mainan dan mencoba berperilaku tidak mencurigakan. Sekali, dua kali ia mencuri pandang ke arah Aqilla yang tengah berpikir. Ketika dirinya ketahuan sedang mengintip, Haven membuang muka.

Aqilla memiringkan kepala. "Iya, bukan bayi biasa. Karna nggak ada bayi yang seganteng Irfan," tukasnya.

Tubuh Haven membeku dalam sekejap. Perlahan wajahnya menghadap Aqilla. Saat ini perutnya bagaikan penuh oleh puluhan kupu-kupu. Haven mengulum bibir. Perasaan membuncah ini sangat aneh, tetapi sensasinya menyenangkan. "Hihi," kikiknya.

"Eh, pipinya Irfan merah? Irfan blushing?"

Haven menunduk. Dirinya sangat ingin berteriak sekarang juga. Qilla gombal, tapi gue suka! Qilla suka gue! Argh!

"Qilla, Tante pamit dulu, ya."

Dari arah belakang, Ibu Satria muncul untuk berpamitan. Aqilla pun bangkit dari tikar untuk memberi salam. "Iya, Tante. Itu Satria tidur?" tanyanya sambil menunjuk Satria yang digendong.

"Iya. Oh, Irfan keliatan kurang sehat," ucap Ibu Satria ketika melihat Haven.

"Nggak pa-pa kok, Tante. Hati-hati di jalan. Kapan-kapan mampir lagi."

"Tante boleh kan moto Irfan? Buat bantu cari orang tuanya juga."

Aqilla mengangguk. Ia mengambil Haven dari karpet. "Irfan, senyum," perintahnya sembari mendekatkan Haven ke kamera ponsel.

Satu jepretan sukses mengejutkan Haven. Tubuhnya meronta sebab tidak tahu apa yang sedang Aqilla lakukan kepadanya. "Pas! Pas!" jeritnya panik.

Aqilla menurunkan Haven. Gadis itu langsung beralih ke Ibu Satria. Aqilla tidak menyadari jika dari bawah ada sepasang tatapan penuh amarah mengarah kepada dirinya.

🌱🌱🌱

Dalam diam, Irfan memandang layar ponselnya yang menyala. Ia tidak tahu harus mencari temannya di mana lagi. Irfan mematikan ponsel. Tubuhnya bersandar ke sofa. Sejauh yang ia sadari, aura Haven samar-samar terasa di rumah Haven sendiri dan sekolah.

"G-ganteng! Irfan ganteng. Whoo…."

Dengan segera Irfan duduk tegak. Ia baru saja mengingat gadis itu. Gadis dengan aura aneh yang membuatnya bertanya-tanya. Namun, bukan hanya itu. Orang di sampingnya memiliki aura Haven yang menempel kuat.

"Apa dia tau tentang Haven yang ilang? Atau malah dia yang ngilangin Haven?"

Telunjuk Irfan mengetuk dagu. "Eh, nggak deng. Malah bukan dia, cewek yang bilang gue ganteng yang kayaknya tau tentang ilangnya Haven," monolognya.

Tubuh Irfan berguling ke kana, kemudian tiba-tiba menjadi berbaring. Ia melipat tangan untuk dijadikan bantal. Irfan memandang ke langit-langit. Dirinya ingin bertemu Aqilla, tetapi ia tidak tahu alamat gadis itu. "Apa gue ikutin pas pulang, ya?" monolognya.

"Ikutin siapa?"

Dari pintu, Bella menyahut. Ia tersenyum lebar dan penasaran siapa yang ingin diikuti Irfan. "Mesti cewek. Tanya langsung aja, nggak usah ngikutin diem-diem, kayak maling tau nggak?"

Irfan memutar mata atas ucapan sok tau itu. Irfan mengubah posisi menjadi duduk, lalu menatap Bella. "Sukanya sok tau," komentarnya.

Bella mengedikkan bahu. Ia ikut duduk di sebelah Irfan. Tangannya mencomot biskuit dari meja. Mulutnya mengunyah, kemudian berhenti untuk berkata, "Tau nggak?" Lalu, Bella kembali memakan sisa biskuit.

"Tau apa?"

Lewat isyarat tangan, Bella mengatakan agar Irfan bersabar. Namun, Irfan yang ingin tahu, langsung mencekal tangan Bella saat perempuan itu akan mengambil biskuit lagi. "Tau apa?" tanya Irfan tegas.

"Kalo mau kenalan sama cewek, jangan masang muka kayak gini. Senyum dikit lah, biar itu cewek nggak kabur."

Irfan melepas cekalannya. Ia mendengus. Dirinya ingin bertanya tentang Haven kepada Aqilla, bukan mendekatinya. Lagi pula, Irfan tidak memiliki ketertarikan terhadap Aqilla. Tapi, kalo gue deket sama Aqilla, mungkin dia mau cerita tentang Haven. Iya juga!

Mata Bella menyipit melihat perubahan ekspresi Irfan. Aneh, batinnya. Tadi dia terlihat kesal, tetapi sekarang senang. Bella menggosok dagunya. Sepertinya ia harus tahu siapa gadis itu.

Author : Kalian milih Irfan kecil apa Irfan besar?😏

Haven : Mih au! Au teng! (Pilih aku! Aku ganteng!)

Aqilla : Irfan kecil.

Haven : 😍😄☺️🤯😳😲

Aqilla : Irfan blushing lagi. Demam kah?

Haven : Keseharian gue jadi bayi ↓

Haven : Keseharian gue jadi bayi ↓

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Prince's CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang