~Jika kau menyayanginya, maka hargailah dia~
|
|
|~ Happy Reading ~
Waktu terus berlalu. Ini merupakan minggu ketiga bagi Keisya setelah mengetahui bahwa dirinya tengah mengandung seorang anak darah daging Indra. Selama ini hampir setiap hari setelah sepulang dari kampus. Selain rebahan di atas kasur, gadis itu selalu saja banyak maunya. Meminta Indra membelikan sesuatu, tetapi pada ujungnya ia tidak memakan setiap makanan yang dibelikan suaminya.
"Kak!" panggil Keisya.
"Apa?"
"Kak Indra aja yang makan semuanya, ya! Kei udah nggak mood makan ini semua, Kei kepikiran sama orang yang mengirim pesan pas malam itu loh," katanya. Ia tertidur di atas pangkuan suaminya sembari mengelus perutnya yang makin lama kian membesar.
"Kok kamu nggak pernah bilang kalau pernah ada yang kirim pesan pake nomor asing, sih? Orang yang kirim pesan itu nulis apa, bilang apa sama kamu sampai kepikiran kayak gini?"
Sejenak gadis itu terdiam. Ia memandangi langit-langit kamarnya dan sesaat pikirannya melayang membayangkan dan dalam bayangannya tersebut berusaha mengingat isi dari pesan waktu itu. Keisya tidak langsung memberitahu suaminya lantaran malam itu ia merasakan mual dan meminta Indra membelikan sesuatu keinginannya.
"Kei! Malah ngelamun, bukannya cerita," sapa Indra, kemudian ia mencubit hidung sang istri.
"Aaawww. Ssssttt, Kak Indra jahat! Sakit tahu," rengek Keisya.
"Makanya jangan ngelamun, bukannya cerita malah diem. Orang mah nunggu loh."
Keisya meminta maaf. Ia tidak jadi memberitahu isi pesan yang dikirim oleh orang asing itu ke ponselnya. Selain lupa hendak menyampaikan apa, meski diminta membuka ponselnya ya … percuma saja. Kiriman pesan itu sudah terhapus. Karena Keisya menyalakan pesan sementara di ponselnya. Yang mana hanya bisa terlihat 1×24 jam saja.
"Kamu selain manja, pelupa juga plus ceroboh sekali, ya, rupanya. Heran deh aku," keluh Indra. Maksud hati pemuda itu mengatakan kalimat tersebut hanya sebuah candaan belaka. Akan tetapi, setelahnya Indra mendapatkan balasan berupa cubitan di pahanya. "An … jay, Kei!" erang Indra.
"Hehehe. Maaf! Dah ah, tidur aja dah malem. Bay!"
Baru saja ia menutup matanya. Bunyi ponsel berdering membuat Keisya seketika mengurungkan niat untuk tidur. Ia kembali bangun dan mengambil ponsel di atas nakas. Melihat siapa yang menghubunyinya di tengah malam begini, Keisya mengangkatnya. Sedang, Indra berusaha mengupingnya.
"Halo. Assalamualaikum," sapa Keisya.
'Waalaikumsalam, Kei. Maaf, ya. Lagi-lagi gangguin kamu lagi tengah malam kayak gini.'
Madina—-seseorang yang menghubungi Keisya di kala ia hendak memejamkan matanya. Namun, demi seorang Madina. Keisya merelakan dirinya menahan kantuk juga bola matanya yang sebenarnya sudah tak sanggup untuk membuka lebar-lebar.
"Nggak apa-apa kok, Din. Oh iya, malam-malam begini ada keperluan apa nih? Tumben banget seorang Madina telepon Kei?"
Di ujung seberang sana. Gadis yang tengah bercakap-cakap dengannya hanya tersenyum. Keisya yang mendengar pun ikut tersenyum. Lain lagi dengan Indra. Pemuda itu semakin mendekatkan tubuhnya pada Keisya. 'Hilih. Ini orang kenapa sih nempel mulu kayak perangko,' gerutu Keisya dalam hati.
'Aku cuma mau sampaikan sesuatu sama kamu, Kei. Kalau dalam beberapa hari ke depan, aku sama Kak Arken akan segera melangsungkan acara pertunangan. Aku harap kamu datang sama Kak Indra, ya? Oh iya, aku punya rencana bagaimana kalau pas sebelum acara tunangan aku. Kamu ñginap di sini?'
Malam-malam begini Keisya memperoleh undangan dadakan dari sahabatnya. Secepat inikah seorang Madina hendak melangsungkan acara pertunangannya? 'Tapi kalau dipikir-pikir, sih, sebenarnya Kei pun sama dulu pas mau nikah sama Kak Indra, dadakan banget. Hum, semoga aja Madina dan Kak Arken bisa berjodoh dan nasibnya nggak kayak Kei sama Kak Indra. Aaaamin,' batinnya.
'Halo, Kei. Apa kamu masih di sana?'
"Eh iya, Din. Masih kok masih," jawab Keisya.
'Syukurlah kalau begitu. Aku tunggu besok di rumah, ya, Kei. Kangen banget pengen kayak dulu lagi, nginep bareng. Sebelum aku nikah, ya … setidaknya kita bisa mengulang sesuatu kayak dulu lagi.' Madina masih tetap memohon, tetapi ia tidak tahu harus menjawab apa. Keisya yang sekarang bukanlah Keisya yang dulu. Selalu bebas ke manapun yang dimau tanpa ada larangan.
Sambungan telepon pun terputus. Saat Keisya menemukan penyebab terputus itu berasal dari ponselnya. Batrai ponselnya sudah 1% dan ia me-charger sebelum kembali tertidur.
"Tadi ngobrol apaan, sih, kok kelihatannya serius amat?"
'Oh iya. Kei hampir saja lupa, bilang sekarang ke Kak Indra nggak, ya? Kalau semisal Madina pengen Kei nginep di rumahnya. Tapi lagi hamil kayak gini apa bisa Kak Indra kasih izin, ya?' pikirnya.
Ia mencoba menimang-nimang keputusan yang harus diambil olehnya teruntuk menjawab pertanyaan sang suami. Keisya menghadapkan wajahnya ke arah Indra. Suasana malam ini terasa sunyi. Angin berembus menerpa keheningan membuat Keisya menarik selimutnya hingga hanya kepalanya saja yang terlihat.
Indra menjetikkan jarinya. "Suami bertanya di mana-mana jawab dong, bukannya malah diem. Kenapa, sih?" tanya Indra benar-benar tak sabar sekaligus penasaran.
Alhasil, mau sebisa apa pun Keisya menyembunyikannya dari Indra. Pemuda itu selalu saja mampu membuat Keisya luluh sampai akhirnya ia pun menceritakan semuanya. Segala sesuatu yang disampaikan sahabatnya beberapa menit lalu di telepon. "Sebenarnya … tadi Kei dapat undangan dadakan gitu dari Madina. Katanya dia mau tunangan sama Kak Arken," tuturnya.
"Apa hubungannya sama kamu?"
Pertanyaan tersebut berhasil mengundang Keisya untuk memukul pelan pundak suaminya. "Ya namanya juga kita sahabatan lah, Kak. Pastinya dia ingin sahabatnya hadir di acara pentingnya. Nggak kayak kita," sindir Keisya. "Keisya mana ada ngundang temen sendiri, yang ada malu kalau mere—-"
"Heum. Jadi masih nggak rela, nggak terima nih kamu nikah sama aku? Kok gitu banget kamu sekarang, ya. Katanya janji udah mau terima pernikahan ini. Kamu begini tandanya masih belum ikhlas. Iya? Kurang apa sih aku sama kamu selama ini?"
Keisya menarik selimut hingga menutupi wajahnya. "Ya Allah. Keisya salah lagi dan Kak Indra kelihatannya marah sama Kei. Ya Allah, gimana caranya supaya Kak Indra mau maafin Kei lagi, ya?' tanyanya pada diri sendiri. Lama Keisya berada di balik selimut ia sampai tidak menyadari suaminya telah tidak ada di sampingnya. Keisya celingukan. Ia mencari di mana keberadaan sang suami. Malam semakin larut. Bahkan bantalnya pun ikut tiada. 'Kak Indra. Di mana dia, ya?' batinnya.
Tidak ingin kehilangan sang suami sekaligus ia belum menyampaikan permohonan maafnya. Ia lekas bangun dan mencari Indra.
"Aduh. Kak Indra di mana, ya? Dia cepet banget ilangnya, padahal Kei tadi ngumpet cuma lima menit doang. Kak Indra di mana, ya?" Keisya sama sekali tidak menemukan suaminya. "Kak Indra! Kakak di mana, Kak?" teriaknya.
Ia terus mencari, tetapi pencariannya nihil.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Wedding [ Revisi ]
RomancePernikahan adalah hal yang menakutkan menurut Keisya. Dengan alasan itulah, ia selalu menolak untuk berpacaran. Namun, saat memasuki dunia perkuliahan, bisnis keluarganya mengalami kebangkrutan. Tidak ada pilihan, kedua orang tua Keisya berniat menj...