bab 7

12.6K 247 2
                                    

Aku memutuskan menerima tawaran Pak Mahdi.

Aku langsung pindah tempat tinggal dan karena aku tidak punya banyak barang, semua yang aku punya muat dalam satu ransel dan dua kardus indomi. Pak Mahdi memberikanku kamar di satu paviliun kosong di rumahnya. Paviliun ini kecil jika dibandingkan dengan paviliun lain di rumah Pak Mahdi tapi sangat besar jika dibandingkan dengan kontrakanku sebelumnya. Kamarnya sekitar 5x6 meter, ada TV, ada kamar mandi dan ada meja kerja.

Aku tak tahu harus ngapain jadi asistennya Pak Mahdi.

Tidak ada yang bertanya siapa aku dan bagaimana bisa Pak Mahdi mengangkatku jadi asistennya. Ini bagus karena lulusan SMP seperti aku akan kebingungan menjawab kalau ditanya-tanya.

Lek Tono mendukungku untuk menerima tawaran Pak Mahdi karena kapan lagi kesempatan seperti ini datang dua kali. Dia menghiburku dan bilang bahwa apa yang aku lakukan tidak sama dengan melacur karena aku hanya melakukannya dengan satu orang saja.

"Lek jare wong saiki jenenge sugar daddy," katanya sambil tertawa.

Malam pertama aku menginap di paviliun yang jadi rumahku, aku tersenyum senang. Aku tidak pernah tidur di ruangan ber-AC dengan kasur springbed yang ada sprei bersih dan sarung bantal baru. Ini awal mula yang sangat indah.

***

Aku terbangun ketika merasakan sesuatu yang aneh. Ketika aku membuka mata aku sudah melihat Pak Mahdi menjilati kepala kontolku.

"Selamat pagi, Mas," katanya.

Aku mengucek mata.

"Punten aku belum ijin. Tapi kontole panjenengan terlalu menggoda."

Pak Mahdi memukulkan kontolku yang sudah ngaceng karena morning wood ke wajahnya.

"Gak popo kan?"

Aku tersenyum. Kenapa aku tersinggung bangun-bangun sudah dihisap?

Aku menggeleng.

"Nggak apa-apa, Pak Mahdi..."

Begitu mendengar izin dariku, Pak Mahdi langsung menghisap dalam-dalam kepala kontolku yang membuatku langsung mendesah keras.

Sluurppp sluurrrpp sluurrppp

"Jancok," desahku.

Aku menatap Pak Mahdi dan melihat dia sudah memakai seragam kantor. Dia memakai baju PNS dan entah kenapa ini membuatku seperti bersemangat. Aku merasa seperti mau memberinya hadiah karena sudah memberikanku hal-hal yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.

Aku memegang kepala Pak Mahdi dan menekannya keras-keras agar dia menghisap kontolku lebih dalam. Hal ini membuat Pak Mahdi senang. Aku melihat air matanya keluar tapi aku tahu Pak Mahdi bahagia.

"Jancok, sedot, Pak."

"Gleg gleg gleg..." pak Mahdi tidak bisa menjawab apa apa. Aku bisa melihat liurnya keluar membasahi dagunya dan mengotori bibirnya.

Aku terangsang melihat ini.

Aku akhirnya bangkit dan berdiri. Sambil memegang kepala Pak Mahdi aku mulai pelan pelan mengentoti mulutnya. Pak mahdi tersenyum senang dengan air mata bercucuran. Tangan kanannya memainkan putingku sementara tangan kirinya mengocok kontolnya sendiri.

"Jancok Mahdi pecinta kontol bangsat..." Desahku sambil mengentoti mulutnya.

Gleg gleg gleg

Kontolku basah dan berlumuran liur Pak Mahdi. Pipi Pak Mahdi basah dan aku merasa seperti menyakitinya tapi Pak Mahdi sama sekali tidak protes, dia malah seperti menikmati ini.

"Sakit?" Tanyaku.

Pak Mahdi menggeleng.

"Yowis lek ngunu."

Aku mengentoti mulutnya lebih keras dan akhirnya aku mengejang dan

"JANCOOOKKK PEJUHKU MUNCRAT..."

aku menahan kepala Pak Mahdi dan membiarkan kontolku membanjiri kerongkongannya dengan pejuhku. Pak Mahdi memegang pinggangku, seperti mau menarik mulutnya mencari oksigen tapi aku tak membiarkannya.

Setelah setengah menit, aku akhirnya mengeluarkan kontolku dan saat itulah Pak Mahdi langsung memuntahkan pejuhku ke kasur. Pak mahdi menatapku dan bilang, "maaf tuan..."

Tuan?

Entah apa yang membuatku melakukan ini tapi aku merasa seperti bos di depan Pak Mahdi.

Aku bilang, "aku arep nguyuh (aku mau pipis)"

Dan mendengar ini Pak Mahdi langsung membuka mulutnya dan aku langsung mengeluarkan air seniku tanpa ragu dan membiarkan pak lurah ini meminum air seniku.

Pak mahdi menelan semuanya. Dia terlihat sangat bahagia, tersenyum senang dan ketika aku selesai, dia mendekat dan mencium kepala kontolku yang hitam.

Dia terlihat berantakan sekali dengan sisa peju dan air seni membasahi seragamnya. Tapi yang keluar dari mulut Pak Mahdi justru, "suwon, mas."

Pak Lurah GanasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang