apa? Revan?

2.7K 159 1
                                    

hai! akhirnya, gue bisa update! okay, selamat membaca!



Shania terbangun dan menggeliat. Dia berusaha mengumpulkan nyawanya dan melihat keadaan sekitar. Ah, masih sama. Kamarnya yang baru. Yang nyaman dan lebih kecil dari kamarnya yang berada di Jakarta. Shania melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dan mulai membersihkan tubuhnya.

Dua minggu sudah dilewatinya di Surabaya. Selama dua minggu penuh kemarin, Shania, Tante Fero, Om Fauzan dan anaknya, Devha mengunjungi tempat-tempat menarik di Surabaya sampai-sampai Shania lupa mengabari Adiknya dan Rafel.

Shania bergegas memakai seragam sekolah barunya dan turun ke bawah dengan tergesa-gesa.

"Pagi, Shania. Bagaimana tidurmu?" tanya Om Fauzan yang sedang meminum kopinya di meja makan

Shania tersenyum sembari duduk di sebelah Devha. "Pagi juga, Om. Semalam tidurnya sangat nyenyak."

"Sok wibawa banget lo, Shan. Buruan makannya, keburu kita telat!" ujar Devha

"Berisik lo, sabar kenapa. Gue 'kan lagi mau minum susu!"

Tante Fero dan Om Fauzan yang melihat tingkah Devha dan Shania hanya bisa geleng-geleng kepala. Ya, begitulah Devha dan Shania ketika mereka disatukan. Apalagi, mengingat umur mereka yang sepantaran. Ya, Devha sekarang kelas XII juga.

"Shan, nih bekel buat kamu. Nanti dimakan, ya,"

Shania menerima bekel dari Tante Fero dengan setengah hati. Seumur-umur, dirinya tidak pernah dibawakan bekel seperti ini. Apalagi, mengingat dulu di Jakarta dirinya termasuk siswa yang bandel. Tentu saja dia akan malu setengah mati jika dibawakan bekel seperti anak kecil!

"Kenapa bengong?" tanya Tante Fero sembari melihat Shania dengan tatapan aneh

"Ah, gapapa, Tan. Shania berangkat dulu ya, Tan!"

Tepat pada saat itu, Devha meneriaki nama Shania dengan keras sembari menstater motor Ninjanya. Shania hanya bisa memutarkan kedua bola matanya. Kenapa dia harus punya sepupu kayak Devha?


—-


"Lo perlu gue anter ke kelas baru lo, ga?" tanya Devha sembari melepas helmnya

Shania menggeleng. "Devha, please deh, gue udah gede. Ngapain lo anter-anter gue ke kelas baru gue? Gue bisa cari sendiri, kok."

Shania memasuki sekolah barunya dengan langkah pasti. Dirinya sudah berjanji agar tidak akan mengulangi semua perbuatannya seperti di sekolah lamanya. Dia akan berubah menjadi gadis yang baik, yang menaati peraturan, yang tidak pernah bolos. Walaupun kakinya pasti gatal dan nalurinya pasti meronta agar Shania kembali bandel dan bolos.

Sebelum masuk ke kelas barunya, Shania terlebih dahulu menemui wali kelasnya diruangan kepala sekolah. Setelah berkenalan dengan sang kepala sekolah dan wali kelasnya, Shania diantar menuju kelasnya yang berada di lantai dua.

"Perhatian semua!" ujar Pa Firdian sembari memukul penghapus ke papan tulis beberapa kali. Setelah semua terdiam, Pa Firdian kembali melanjutkan omongannya yang sempat terputus. "Hari ini kita kedatangan murid baru. Mari, silahkan perkenalkan dirimu."

Shania tersenyum dan mengangguk. "Hai. Nama gue Shania Lafebrianka Zafitri. Kalian bisa manggil gue Shania. Senang bertemu dan berkenalan dengan kalian. Semoga kita bisa menjadi teman."

"Shania, wow nama yang bagus!"

"Eh, gue minta ID LINE lo dong!"

"Jangan ID LINE lah, nomor HP aja!"

"Gila, cantik banget lo, Shan!"

"Calon pacar gue!"

Shania hanya bisa tersenyum mendengar celotehan anak-anak cowok sekelasnya. Padahal dalam hati, dirinya sudah memaki-maki setiap cowok yang menggodanya tadi!

"Cukup! Kalian ini! Yasudah, Shania, kamu duduk dengan Rachel. Rachel, tolong acungkan tanganmu."

Setelah dirinya melihat orang yang bernama Rachel, Shania langsung berjalan kearah orang itu.

"Hai, gue Rachel Senang berkenalan dengan lo!" ujar Rachel sembari menjulurkan tangannya menunggu Shania untuk balas menjabatnya

"Hai Rachel. Gue Shania. Senang juga berkenalan dengan lo!" ucap Shania tak kalah senangnya


—-


"Nah, ini lapangan basket, kalau di sebelahnya itu lapangan futsal, di samping kiri lapangan basket itu perpustakaan, kalau di samping kanan lapangan futsal itu UKS," ucap Rachel sembari menunjuk-nunjuk tempat yang dia maksud.

Shania hanya mengangguk-nganggukkan kepalanya tanpa memerhatikan apa yang Rachel ucapkan dengan seksama. Shania tertarik kepada sekelompok cowok yang sedang bermain basket di lapangan. Kalau dia tidak salah, salah satu dari mereka adalah teman sekelasnya.

Shania kembali berjalan menuju Rachel yang sudah jauh di depannya. Sepertinya gadis itu tidak mengetahui kalau Shania dari tadi tidak mendengarkanya.

Saat sedang berlari kecil, tiba-tiba saja sebuah bola menghantam kepala Shania dengan keras. Sampa-sampai keseimbangan gadis itu goyah sedikit. Shania langsung memegang dinding di sebelahnya dan memegangi kepalanya yang baru saja menjadi sasaran empuk sebuah bola basket.

Bak pahlawan kesiangan, Rachel menghampiri Shania dan menanyakan apakah kepalanya sakit atau tidak. Rasanya, Shania ingin berteriak di muka Rachel dan mengatakan kalau kepalanya bahkan sudah pusing tujuh keliling! Namun, niat itu dia urungkan. Shania hanya tersenyum sembari menggelengkan kepalanya.

Setelah merasa kepalanya sudah tidak sakit sekali, Shania mengambil bola yang tergeletak di kakinya dan memandangi segerombol cowok yang sudah berdiri di depannya. Entah sejak kapan.

"Sorry, tadi gue yang ngelempar bola dan sampe kena kepala lo. Lo gapapa, 'kan?" ujar salah satu cowok yang berada di depan Shania dengan pandangan datar dan tenang.

Gapapa jidat lo! Kepala gue sampe pusing tujuh keliling gini masih aja ditanya baik-baik aja atau enggak! Kampret! "Gapapa, kepala gue gapapa."

"Sorry, ya?"

Shania hanya menganggukkan kepalanya sembari memberi bola basket itu ke cowok di hadapannya. Shania tersenyum kepada Rachel yang sedang menatapnya dengan pandangan terkejut.

"Kenapa?" tanya Shania dengan pandangan bingung

"Lo baru aja berhasil berbicara sama Revan! Revan, Shan, Revan! Gila!"

"Cowok tadi namanya Revan?" tanya Shania yang dijawab oleh anggukkan dari kepala Rachel

"Emang dia kenapa? Kayaknya, karna gue berhasil ngomong sama dia lo sampe heboh banget gini?" tanya Shania masih tidak mengerti ucapan Rachel

"Dia cowok ter-populer, ter-ganteng, ter-misterius, ter-pacar-idaman seangkatan! Dan, dia dikenal dengan bicaranya yang irit banget-bangetan! Hanya orang beruntung yang bisa ngomong sama dia. Dan tadi, lo ngomong sama dia! Face to face! Gila!" ucap Rachel berapi-api saat mereka berdua berjalan menyusuri koridor sekolah

Shania hanya mencibir. Paling, Revan adalah cowok sok kece, sok misterius, sok ganteng, dan hal-hal lain yang sangat Shania benci. Halah, persetan dengan kepopuleran!

Behind The MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang