BAB 3 | Om Bau Kentut!

187 46 14
                                    

"Iya, Kak Ros? Ada apa?" tanya Jane kepada lawan bicaranya dari seberang telepon.

"Kamu ambil jatah libur, Jane?"

"Iya, Kak. Aku diminta Mama pulang. Ada apa, Kak?"

"Oh gitu," ucap seorang wanita dengan suara serak yang khas, dia lalu kembali berkata, "Urusan keluargamu mendesak ya, Jane? Aku ... sangat butuh bantuan, dan sepertinya hanya kamu yang bisa melakukannya."

"Tentang apa tepatnya, Kak?"

"Aku dan teman-teman terkendala menghubungi salah satu juara event menulis bulan lalu."

"Oh," sahut Jane, dia tahu siapa orang yang dimaksud.

"Si pemilik nama pena Lemon water, kan, Kak?" tanya Jane memastikan.

"Nah, itu dia. Bisa tolong kamu temui dia, kebetulan tempat domisili dia di Bandung."

Bagai mendapatkan pintu keluar dari acara keluarga yang membuatnya terlihat begitu nelangsa, Jane segera mengambil kesempatan yang diberikan oleh bosnya di kantor penerbitan, seorang wanita cantik dengan tubuh semampai dengan kulit kuning langsat yang indah, Rosalyn Maula Masen.

"Bisa, Kak. Siap delapan enam!" celetuk Jane.

Terdengar suara tawa yang renyah dari seberang telepon, Rosalyn berkata, "Bagus. Aku selalu suka sikapmu yang loyal terhadap kantor ini, Jane."

Jane menyambut tawa bosnya, dia lalu berkata, "Jadi, kapan tepatnya aku bisa jadi karyawan tetap di Askara publisher?"

"Aku akan pertimbangan kalau kamu berhasil membujuk Lemon water, aku janji."

"Asyik! Kak Ros serius kan?" seru gadis itu girang.

"Aku serius, jadi kapan kamu mau berangkat ke alamat rumah Lemon water, Jane?"

"Besok, Kak," jawab Jane, dia lalu menyambung kalimatnya, "Aku nggak yakin hari ini akan selesai cepat," gerutunya.

Dia segera teringat ancaman Mama kalau dia sampai kabur di acara pertemuan keluarga hari ini, sampai bawa-bawa dihapus dari kartu keluarga segala.

"Yasudah nggak apa-apa kalau besok. Nanti aku kirimkan alamat rumah Lemon water padamu." Setelah mengucapkan hal itu Rosalyn segera menutup panggilannya.

Jane terperanjat saat punggungnya ditepuk dari belakang. "Sedang apa kamu, Sayang?" Suara sang papa membuat Jane menoleh.

"Oh, ini tadi bos Jane telepon, Pah."

"Bos kamu? Apa ada kerjaan mendesak sampai telepon di saat hari liburmu, Sayang?" tanya Papa sembari menggiring putrinya itu agar jalan berdampingan ke arah ruang tamu.

"Pah, boleh nggak kalau Jane di taman saja?" pintanya seraya mengerjapkan matanya beberapa kali, berharap kalau sang papa mau mengiakan permintaan kecilnya itu.

"Kenapa?"

"Ini terkait dengan hal yang tadi dibicarakan dengan bos Jane di telepon, Pah."

Langkah keduanya berhenti di bibir pintu masuk menuju ruang tamu. Dari balik jendela kaca saja, Jane sudah bisa melihat di dalam ada Yolanda, anak Tante Euis yang baru lulus kuliah belum lama ini, gadis berusia dua puluh satu tahun itu kabarnya tidak lama lagi akan menggelar acara pertunangan dengan kekasihnya dari Negeri Jiran.

Jane seribu persen yakin kalau Tante Euis pasti akan membandingkan dirinya dengan Yolanda. Mulai dari usia mereka, karier mereka, sampai ke pembahasan tentang pernikahan. Jane mendengkus, seraya memutar bola matanya.

"Bisa ditunda dulu sebentar kan, Sayang. Karena acara keluarga kita belum selesai," tutur Papa meminta pengertian dari putrinya, Jane mengangguk pasrah.

Sang papa berjalan terlebih dulu masuk ke dalam ruang tamu, Jane mengekor di belakangnya. Langkahnya terhenti saat matanya melihat ke arah sepupunya yang masih usia sekolah dasar sedang bermain bunga berwarna kuning.

Jane ingat betul bunga itu adalah bunga yang dulu pernah dijadikan candaan temannya saat di bangku SMP, bunga yang mengeluarkan aroma khas seperti kentut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jane ingat betul bunga itu adalah bunga yang dulu pernah dijadikan candaan temannya saat di bangku SMP, bunga yang mengeluarkan aroma khas seperti kentut. Tiba-tiba Jane terpikirkan ide jahil.

Jane menghampiri sepupunya dan meminta beberapa kembang itu. Saat semua orang sedang sibuk menyiapkan hidangan di dapur. Jane sibuk menghancurkan bunga dengan air dan mengoleskannya di atas kursi yang oleh Tante Euis sengaja dikosongkan untuk calon menantunya yang masih terjebak macet dalam perjalanan dari hotel di kawasan Setia Budhi Bandung menuju Lembang.

Jane sengaja melakukan hal itu karena kesal dengan ucapan tantenya itu. Tidak berapa lama tamu yang ditunggu pun datang. Seperti yang sudah disiapkan oleh tuan rumah, Ariel Malik, pria calon tunangan Yolanda itu duduk di bangku itu.

Setelah tidak lama berbincang, Yudith salah satu sepupu yang sengaja Jane bayar dengan iming-iming uang untuk kuota, datang dan berlari memutari orang-orang yang sedang duduk di meja makan. Saat tiba di kursi Ariel, Yudith menyemprotkan cairan bunga beraroma kentut. Seketika ruangan menguarkan aroma kentut.

"Ih, Om bau kentut!" celetuk Yudith seraya menjaga jarak dari Ariel dengan satu jari menutup hidungnya, dan satu jari lagi ia tujukan kepada Ariel.

"Hus, Adek nggak boleh gitu, nggak sopan." Tante Euis menegur langsung Yudith, tapi bocah berusia sebelas tahun itu segera mengacir ke taman.

Semua mata tertuju kepada pria tampan dengan balutan jas hitam, wajahnya terlihat begitu maskulin dibagian dagu ditumbuhi bulu-bulu halus, lengkap dengan kumis.

Dengan santai, pria tampan itu malah mengumbar senyum menawannya seraya berkata, "Saya nak ke toilet sekejap ye, Mak cik, Pak cik," izinnya dengan sopan menuju ke arah kamar mandi yang ditunjukkan arahnya oleh Yolanda.

Suasana di meja makan cukup canggung, sampai Ariel kembali lagi dan meminta maaf karena sudah tidak sopan saat sedang di meja makan.

Pria bertubuh jangkung itu sudah berganti pakaian kasual dengan kemeja putih gading polos yang lengannya dilipat sampai siku.

Dia menyuguhkan senyum yang menawan, seolah senyum itu berhasil membuat semua orang lupa insiden bau kentut. Justru penilaian orang-orang terhadap pria itu bertambah baik, sudah sopan, tampan, belum lagi senyumnya menawan.

Sial, bisa-bisa sebentar lagi aku kembali jadi bahan pembicaraan. Gumam Jane dalam hati.

Serangkaian acara menyambut calon menantu Tante Euis selesai dengan lancar. Seperti dugaan Jane, dia kembali jadi bahan perbandingan dengan Yolanda.

Sialnya, segala hal tidak berjalan dengan apa yang dipikirkan oleh Jane. Saat Jane bermaksud untuk menutup mulut keluarga besarnya dengan foto yang ia temukan di gudang rumah, Jane justru dicerca habis-habisan karena mereka ingat itu adalah foto perpisahan sekolahnya.

"Sial!" umpat Jane, tangannya memukul-mukul udara di hadapannya.

Belum hilang rasa kesalnya, tiba-tiba saja bunyi notifikasi tanda pesan dari aplikasi chatting terus-menerus terdengar, banyak pesan masuk di sana.

Jane menatap layar ponselnya dengan sebal seraya berkata, "Apa lagi sih, ini?"

"Kapan hari melelahkan ini berakhir, Ya Tuhan ...?" ucapnya seraya memandangi langit penuh bintang yang begitu mempesona.

Jane mendengkus, seraya mengurut dadanya perlahan-lahan, berusaha untuk menghilangkan rasa kesal yang membuncah di dadanya. "Sabar, Jane, sabar," ucapnya bermonolog.

Let's Get Married ✔️ (TERBIT) ‼️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang