Koridor Kastil begitu sunyi. Suara langkah dari dua orang satu-satunya suara yang terdengar. Seorang gadis bermata cokelat terang terlalu asik melihat kanan dan kiri. Memperhatikan desain bagunan yang bergaya mewah didominasi warna emas. Mengetuk sesekali dinding untuk memastikan apakah terbuat dari kayu atau bahan keras lainnya."Kita sudah sampai. Ini tempat kamu menginap selama di sini," ucap gadis satunya. Bermata kanan hijau lumut sedangkan kiri kuning telur.
"Terimakasih sudah mengantatku-- emm, Erena?"
"Iya, namaku Erena. Kalau begitu aku tinggal dulu. Jika perlu sesuatu kau bisa mengatakan padaku." Erena hendak pergi, tetapi gadis bermata cokelat terang menahan pergelangan tangan Erena.
"Apa Raja iblis menyeramkan? Maksudku tampangnya," tanya si gadis. Mengingat-ingat penjelasan situasi dengan beberapa pemuda di sebuah ruangan.
Karena pemuda bermata senada dengan si gadis mengatakan ia tidak perlu terjun langsung ke medan perang, si gadis tanpa sadar mengiyakan untuk membantu mereka melawan Raja iblis. Namun, ia penasaran bagaimana tampang mahluk penuh kekuatan itu.
"Aku tidak tahu. Aku belum pernah melihat langsung wajahnya. Tapi dari rumor yang beredar, ia menyeramkan. Ada banyak bekas luka pada wajahnya. Matanya merah menyala dan bisa membuat tubuh kita membeku seketika bila beradu pandang," jawab Erena memelankan suaranya. Nada suara khas saat bergosip.
Jika deskripsi yang dikatakan Erena benar, bukankah Ciel juga memiliki ciri yang sama. Mata merah menyala dengan bekas luka pada wajah. Apa jangan-jangan Ciel Raja iblis?
Tidak. Tidak. Si gadis menggeleng cepat. Mengenyahkan pikiran tidak masuk akal tersebut.
"Aku ada pertanyaan lain. Apa hanya aku orang dari dunia lain yang di panggil untuk membantu?"
"Tidak. Ada beberapa. Kau akan bertemu dengan mereka besok saat pembahasan strategi."
Pembahasan strategi? Berarti si gadis dan banyak orang asing akan ikut dalam diskusi? Bukanlah itu berbahaya. Bisa saja ada pengkhianat dari beberapa orang yang dipanggil ke dunia ini.
"Apa kau memikirkan sesuatu, Alsa?" tanya Erena kala melihat Alsa terdiam dengan wajah serius.
Cepat Alsa menggeleng. Ia enggan mengutarakan isi hatinya. Tidak ingin menahan Elena lebih lama. Mungkin saja si gadis bermata unjk iti tengah sibuk, jadi ia harus membiarkan Elena pergi.
"Tidak ada. Kalau begitu sekali lagi terimakasih," jawab Alsa sambil tersenyum tipis.
"Baiklah. Aku pergi dulu. Bye, Alsa." Elena melambaikan tangan lalu pergi.
Sejenak Alsa melihat punggung Elena yang semakin jauh. Kemudian ia membuka pintu kamar. Masuk dan memperhatikan tempat yang akan menjadi tempat tinggal selama di dunia ini. Cukup besar untuk kamar yang dipakai seorang diri.
Ada satu tempat tidur yang cukup dua orang di tengah ruangan. Bersprai putih gading dengan selimut tebal bewarna senada. Di samping kanan tempat tidur ada meja kecil bewarna cokelat gelap-- hampir ke hitam. Di atasnta terletak manis lampu berbentuk bulan penuh. Satu jendela tepat di samping meja. Jendela besar bergorden biru laut bergtadasi putih. Tertutup rapi sehingga Alsa tidak tahu apakah ada teralis atau tidak.
Satu sofa panjang berada di hadapan tempat tidur-- Mentok ke dinding-- bewarna merah maroon. Di samping kiri sofa, terdapat lemari besar bewarna senada meja. Di samping kanan sofa terdapat meja rias bewarna putih gading dengan banyak botol berada di atas meja. Ada satu kursi di depan meja.
Di samping lemari-- tidak Mentok ke dinding-- berdiri cermin besar seukuran orang dewasa. Alsa kagum melihat benda pemantul bayangan itu. Terlihat elegan dengan ukiran rumit bewarna emas pada bingkainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet Because of the Light
FantasíaTerpanggil ke dunia lain tidak pernah terpikirkan oleh Alsa. Baginya hal tersebut hanyalah cerita fiksi semata. Namun, ia malah terbangun di padang bunga asing setelah semalaman berpesta dengan teman-teman kantor. Bertemu beberapa orang berjubah bir...