Upacara pengibaran bendera di hari Senin, sedang berlangsung khidmat di lapangan sekolah. Terlihat semua siswa dan guru-guru mengikuti upacara tersebut dengan tertib. Hanya saja, ada beberapa siswa yang memang baris di barisan terpisah seperti Candra dan Naresh. Mereka berbaris terpisah dengan teman-teman kelasnya karena atribut yang dikenakan mereka tidak lengkap. Sedangkan Reyhan masuk di barisan kelas, karena ia masih mengenakan seragam lengkap dengan atributnya.
"Ayo mulutnya bisa diam tidak? Lagi upacara kok malah ngobrol sendiri! Arisannya nanti lagi! Di cek-cek, ayo yang kaos kakinya masih di bawah mata kaki silahkan memisahkan barisan! Dewa, itu kamu bajunya kusut bener ngga punya setrika apa gimana?!", ucap guru kesiswaan yang kini sudah berada di lapangan upacara sambil berkeliling ke barisan-barisan kelas.
"Setrikanya lagi rusak, pak. Saya kan ngekost, belum dikirimin uang buat beli setrika, pak", ucap Dewa.
"Pinjam ke temen kamar sebelahnya kan bisa? Ngga usah banyak alasan, besok harus sudah rapih, sekolah kok bajunya kucel begitu!", ucap guru itu.
"Baik, pak", ucap Dewa.
"Itu juga, siapa nama kamu?", ucap guru kesiswaan itu pada salah satu siswa lain.
"Rizal, Pak", ucap siswa itu.
Guru kesiswaan itu membuka topi yang dipakai Rizal.
"Ini apa? Rambut kok dipanjangin kayak gini?! Mau jadi idol K-Pop kamu?! Di sekolah ini ngga ada ya rambut panjang-panjang kayak gitu. Besok potong rambutnya! Rapihin!", ucap guru itu sambil mengusap rambut panjang milik Rizal.
"Siap, pak", ucap Rizal.
Guru itu pun lalu kembali berkeliling hingga ia berhenti di dekat Mahen.
"Mahen! Kenapa kamu pakai sepatu yang ada pleret putihnya?! Sudah tahu aturan, kan?! Saya sudah sering wanti-wanti, HARI SENIN SEPATU HARUS HITAM SEMUA! Pisah barisan!", perintah guru itu.
Mahen pun memisahkan barisan dan bergabung dengan barisan istimewa seperti Candra dan Naresh.
Setelah selesai berkeliling, guru kesiswaan tersebut berjalan menuju barisan para guru untuk mengikuti upacara seperti yang lainnya.
Ketika pemimpin upacara memerintahkan semua barisan memberi hormat kepada sang bendera merah putih, terlihat Jeno berjalan dengan santai menuju lapangan dan ikut baris ke dalam barisan kelasnya.
Naresh yang saat itu melihat ke arah barisan kelasnya, nampak terkejut dengan kehadiran Jeno yang tiba-tiba ada di barisan belakang.
"Sst! Itu si Jeno bukan, sih? Gua takut gua kepanasan terus gua jadi kayak fatamorgana gitu. Gua takut itu cuma ilusi gua", ucap Naresh lirih sambil menyenggol pundak Candra yang berada di sebelahnya.
"Mana, sih?! Ya ngga mungkin lah dia ikut upacara", ucap Candra.
"Ck! Itu loh di barisan paling belakang. Tadi gua ngga liat di situ ada Jeno. Sekarang tiba-tiba aja muncul. Makannya gua nanya lu, lu liat juga ngga?", ucap Naresh.
"Eh, iya bener! Itu ngapain sih si Jeno pake ikutan upacara! Mana si Reyhan barisnya jauhan lagi sama Jeno! Ntar kalo dia kenapa-napa gimana?! Keras kepala banget tuh bocah!", ucap Candra.
"Reyhan serius banget ikut upacaranya, ngga tau tuh dia pasti kalo di belakang barisan ada Jeno yang ikut gabung", ucap Naresh.
"Ck! Aduh, gimana nih? Apa ngga pa-pa kalo dia ikut upacara? Gua takut dia kecapekan terus asmanya kambuh lagi", ucap Candra.
Saat mereka asyik mengobrol, teman belakangnya menyenggol sepatu mereka.
"Sssttt!!", ucap teman belakangnya, yang bernama Wildan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peluk Aku, Bunda√
Novela JuvenilDILARANG PLAGIAT!!! ❌ (𝐿𝐸𝑁𝐺𝐾𝐴𝑃 !!) "Ayah, bisakah ayah kembalikan bunda? Aku butuh bunda,"