🌱 2. Nasib yang sama

4 1 0
                                    

****





Zidan ada jadwal mengajar dikelas sepuluh. Materi pembelajaran hari ini juga tidak terlalu susah. Hanya loncat tinggi. Itu menurut zidan.


Ia mempraktekkannya terlebih dahulu sebelum menyuruh muridnya melakukannya secara bergantian lalu memberikan waktu kepada muridnya untuk membiasakan gerakan untuk melewati papan yang dibawahnya sudah ada matras yang menunggu untuk mengurangi resiko cidera.



Ia sangat bersyukur karena muridnya dikelas ini sangat cepat tanggap dan akhirnya pekerjaannya bisa lebih mudah kali ini. Namun tak sengaja irisnya menangkap sesosok remaja yang sepertinya ia kenali. Tapi sepertinya ia terlambat karena dipunggungnya masih melekat tas ransel. Tapi yang menjadi pertanyaannya adalah kenapa dia seperti tidak sehat dan kenapa juga ia memakai masker dan jaket disaat cuaca sedang terik?



Setelah memastikan keadaan kondusif ia pun pergi untuk menghampiri anak yang sedang bertumpu pada dinding koridor dengan nafas sedikit terengah. Entah karena sibuk mengatur nafas atau bagaimana, remaja itu bahkan tidak menyadari kehadirannya sejak tadi.






"Kamu ngapain?"






Pertanyaan Zidan membuat remaja itu terlonjak kaget dan sedikit menjauh dari tempatnya. Namun ia urungkan karena yang ada dihadapannya adalah Zidan. Yang menurutnya bukan guru yang patut ditakuti karena bagaimana sikap Zidan kepada murid-muridnya.


"Gapapa, gabut aja." sahut remaja itu sambil membenarkan letak maskernya.


"Kamu jangan main-main sama saya, Mars." Yaa, remaja yang telat itu adalah Marsel. Ia nekat kabur dari rumahnya untuk pergi sekolah bahkan menghiraukan pesan ayahnya. Tepat sekali, sang ayah sudah pulang kerumah saat ia bangun dipagi hari--oh bukan, lebih tepatnya saat ia sadarkan diri.



"Bapak kepo." komentar Mars kesal. Niat hati ingin cepat-cepat masuk ke kelas tapi sialnya kepalanya sangat sakit saat itu membuat dia harus berhenti sejenak untuk menetralisir rasa pusingnya.



Mars semakin menundukkan kepalanya sambil terus memegang maskernya saat Zidan mendekatkan wajahnya kepada Mars. Mencoba melihat apa yang ada dibalik masker itu.




"Panas-panas gini kamu pake jaket, gak ada angin gak ada apa kamu malah pake masker. Itu kenapa?" tanya Zidan kemudian menjauhkan wajahnya saat Mars terlihat tidak nyaman.



"Saya rasa Pak Zidan gak usah ikut campur sama urusan saya. Permisi." Mars sudah hendak pergi namun ia urungkan karena Zidan tanpa sengaja menekan luka dibahunya saat mencoba menahan Marsel yang hendak pergi.








"Akh," Zidan sontak langsung melepaskan pegangannya dibahu Marsel kala anak itu seperti menahan sakit.


"Sekarang jujur sama Bapak, kamu di bully?" tanya Zidan dengan raut wajah serius sambil menatap Marsel lekat-lekat.



Yang ditatap tampak acuh tak acuh dengan guru muda didepannya. "Bukan urusan Pak Zidan."



Setelah itu Zidan hanya menatap punggung tegap yang sebenarnya rapuh itu pergi menjauh dari jangkauannya.

****




Jam istirahat telah berbunyi. Waktunya para siswa-siswi berbondong-bondong datang ke kantin untuk mengisi perut mereka ataupun hanya untuk mendinginkan pikiran mereka yang memanas akibat pelajaran yang diterima otak mereka.




Namun berbeda dengan Marsel. Dia nampak menyembunyikan wajahnya diantara lipatan tangannya sendiri, mencoba untuk tertidur ditengah heningnya suasana kelas karena semua siswa sudah pergi ke kantin.





Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 07, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang