Extra part

283 35 8
                                    

Selamat membaca
.
.
.
.
.
.

Tamat.

Semuanya bagaikan mimpi bagi Kang Jimin. Ketika netranya mengamati Seonmi yang tengah menyiapkan bekal untuk Bom-i dengan gerakan lincah, Jimin hanya berharap satu hal. Semoga ia terus menemukan pemandangan seperti itu di setiap ia bangun pagi sampai rambutnya memutih.

Senyum antusias Bom-i ketika sang ibu meletakkan nasi yang dicetak berbentuk beruang ke dalam kotak bekalnya membuat hati Jimin menghangat. Oh ... senyum manis yang Bom-i miliki itu, benar-benar menurun dari istrinya. Ya, istri sahnya. Istri yang ia pinang di hadapan Tuhan sejak 15 tahun lalu. Di hadapan paman Baekdu dan juga nenek Han.

Lalu untuk yang sekarang, lagi-lagi Jimin hanya dapat panjatkan syukur. Egois memang, namun tak dapat dipungkiri jika ia juga sangat senang. Seonmi hamil lagi. Toh, kalau sudah terlihat buncit begini, perempuan itu jadi semakin manja dan menjadikan Sun untuk alasan agar berlama-lama berduaan dengannya. Sempat heran kenapa beberapa bulan lalu pernah sampai berdebat hebat perkara Seonmi yang bersikukuh mau menggugurkan Sun.

"Kau mau mencicipi?" tanya Seonmi ketika menyadari jika sang suami sedang memerhatikannya sejak lama.

"Hah? Oh, tentu," Jimin menjawab antusias.

"Ibu nanti masak lagi. Ayah jangan dibawakan lauk milik Bom-i."

Jimin terkikik kecil lantas menggendong sang putri dan bertanya, "Kenapa? Ayah sepertinya sedang ingin tumis pakcoy punya Bom-i. Apa tidak boleh, ayah minta sedikit?"

"Ibu bilang, Bom-i harus makan sayur yang banyak jika ingin kuat dan punya otot seperti Hajoon oppa."

"Begitukah? Bom-i berolahraga seperti oppa, tidak?"

Mulut gadis berusia 3 tahun itu menganga kecil seiring mata yang membulat. Seperti sedang menemukan sesuatu yang baru.

"Apa harus?"

"Ya, harus."

Jimin terkikik kecil saat melihat Bomi yang tengah berpikir keras. Sekilas ia melirik ke arah anak sulungnya yang nampak serius memencet layar ponsel. Duduk bersila dengan punggung yang disandarkan pada lengan sofa.

"Hajoon tidak sekolah?"

"Libur," jawab Hajoon singkat. Netra pemuda itu masih tak lepas dari ponsel yang ada dalam genggaman. Dari suara yang terdengar cukup keras, Hajoon sepertinya sedang memainkan sebuah game aksi. Melihat itu, Jimin hanya mengangguk samar tak lagi menyahuti.

"Bukankah hari ini jadwal ayah check-up?"

"Hm, mau menemani ayah?"

Hajoon meletakkan ponselnya di atas meja ruang tamu. Mendongak menatap Jimin yang menggendong Bom-i yang tengah asik dengan boneka kecilnya.

"Bolehkah?"

"Sudah mandi?" tanya Jimin kembali.

Hajoon tersenyum jenaka, lantas menggeleng.

"Mandi dulu. Nanti habis ayah check-up, ayo main ke rumah Inhye." Kedua alis Hajoon terangkat tinggi diiringi anggukan berkali-kali tanda setuju.

"Aku juga rindu si cengeng itu," celetuk Hajoon.

"Jangan terlalu menggodanya, Hajoon. Ayah tidak akan menolong jika bibi Mina menjewermu, ya."

"Ibu bilang, Inhye akan punya adik!"

Jimin tertegun. Lantas melemparkan tatapan penuh tanda tanya pada sang istri yang juga sama terinterupsi.

"Sungguh?" tanyanya. Seonmi memastikan dengan anggukkan.

(Un)Forgotten Wedding [M]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang