Part 2

56 6 0
                                    


Ada suatu amalan yang tidak akan di tolak Allah, meskipun dalam keadaan lalai maupun terpaksa ialah Sholawat..."

~~~

Hari yang ia lalui terlalu cepat untuk berganti hingga tak terasa jika ia akan menyelesaikan kuliahnya dan menyandang sebagai dokter muda.
Semenjak ia lulus SMA Ara fokus pada kuliahnya dan tidak ingin mendekati hal yang berbau soal cinta karena ingin mengejar kariernya, baru setelah ia sukses akan mencari siapa orang yang akan menjadi pendamping hidupnya. Bagi gadis yang bernama Ara masa SMP yang lebih indah menurutnya dari pada masa SMA entah kenapa karena ia terlalu banyak menyimpan perasaan yang tidak pernah ia utarakan sama sekali dan selalu ia pendam sendiri tanpa seseorang tau kecuali sahabatnya.

Ara kuliah jurusan kedokteran di Universitas Indonesia sambil menunggu waktu wisuda Ara mencari rumah sakit untuk tempat ia bekerja, semenjak kuliah ia tidak tinggal di rumah tetapi  melainkan di pondok pesantren milik teman bunda dan ayahnya karena ia sengaja memilih untuk jauh dari keluarganya sebab Ara ingin belajar mandiri dan ia sudah bertekad untuk fokus pada pendidikannya lebih dulu sampai ia benar-benar menjadi seorang dokter  spesialis anak.

Bertanya tentang sahabatnya hanya Dinda yang saat ini satu kampus dengannya kedua sahabat mereka berada di kampus lain namun tetap berada tidak jauh dari Jakarta, tapi bukan berarti Ara dan Dinda tidak memiliki teman dekat lagi justru salah mereka berdua bertambah banyak teman dan sahabat meskipun tidak sedekat Dina dan juga Kia. Soal Kia berita yang paling mengejutkan bahwa sahabatnya itu sudah menjadi kakak iparnya saat ini dan sudah mempunyai satu anak balita masih berumur sekitar 3 bulan, Yah karena tiga tahun lalu tepatnya saat ia dan Kia sama sama lulus kuliah S1 sahabat Ara itu dilamar oleh Althaf abang dari Ara sendiri dan akhirnya mereka menikah.

"Re aku telfon bunda dulu ya" ujar Ara pada salah satu teman barunya yang bernama Renata.

"Oke Ra"

Semenjak tinggal dipesantren Ara juga mengubah cara bicaranya dari gue-lo menjadi aku-kamu Karena bundanya yang melarangnya berbicara seperti itu lagi, memang sih awalnya ia berfikir sedikit aneh namun kata Dinda nanti juga terbiasa, sikapnya juga sudah sangat berubah menjadi lebih kalem lagi dan sopan begitupun dengan Dinda mungkin karena faktor lingkungan membuat mereka berubah.

"Assalamualaikum bunda"

"Waalaikumussalam sayang apa kabar Ra"

"Alhamdulillah baik. Ayah sama bunda gimana kabarnya? Abang juga sama yang lain juga apa kabar?" tanyanya pada sang bunda diseberang telfon.

"Kami semua baik Alhamdulillah, terus  kamu gimana nak? Wisuda Ara jadi kapan?"

"InsyaAllah sebulan lagi bunda Ara juga nanti mau cari RS di deket pesantren aja deh buat koas nya doain lancar aja"ujarnya.

"Pasti sayang bunda selalu doain kamu sama semuanya juga"

"Cepet pulang juga Syafiya udah kangen sama Auntinya katanya" Suara abangnya terdengar dari seberang telepon.

"Iya Abang ish kebiasaan deh muncul tiba-tiba suaranya kek hantu aja"

"Enak aja dibilang hantu bun anaknya tuh"

"Adek kamu loh bang"

"Gak ngerasa Althaf punya adek kayak dia"

"Dih jahat banget awas aja kalo gak ada Ara juga mungkin abang gak ketemu kak Kia" ujarnya dengan nada mengejek abangnya membuat sang abang berdecak kesal dibalik telepon, sekarang Ara memanggil sahabatnya yang tak lain adalah kia ditambah dengan embel embel 'kak' karena kata abangnya biar lebih sopan sama kakak iparnya dan ia hanya menuruti kemauan abangnya saja toh ada benarnya juga. Fikirnya.

Tentang AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang