Pasal 1.3

76 48 11
                                    

"Terkadang rencana, prinsip dan ego itu tidak jauh berbeda".

Kita yang terlalu terpaku pada rencana yang dimiliki hingga melupakan hal-hal lain di luar itu bagiku sia-sia, karena memang jika apa yang sudah kita rencanakan tidak terpenuhi, terkadang kita tidak memiliki cadangan apapun untuk itu. Jalan satu-satunya untuk menyelesaikan itu semua menurutku kembali pada apa yang sudah menjadi prinsip kita terlebih dahulu, namun disisi lain pun kita jangan terlalu mengandalkan prinsip tersebut, karena untuk apapun itu lambat laun prinsip tersebut hanya menjadi sebuah ego yang akan memakan tuannya sendiri.

Seperti beberapa orang yang mencari pasangan yang cocok dengan dirinya sendiri menurutku sedikit keliru, karena kecocokan itu bukanlah suatu hal untuk dicari, melainkan dibentuk. Dia yang kamu anggap cocok denganmu, bukankah seringkali mengecewakan, mungkin memang tidak semuanya, akan tetapi beberapa. Karena kecocokan itu hanya ada ketika diri kita sendiri ada pada pasangan kita atau saling memenuhi satu sama lain, sehingga lambat laun ketika orang tersebut mulai menunjukan dirinya sendiri kita menganggapnya berbeda. Hanya memandang diri sendiri ada pada orang lain, bukan orang lain dengan sifat aslinya atau lebih tepatnya kita tidak pernah menganggap ia ada, hanya akan membuat kita kecewa dan patah hati. Lebih tepatnya ia ada, namun tidak dengan dirinya sendiri.

Memiliki sebuah rencana dan prinsip memang sangatlah penting, akan tetapi jangan hanya terus terpaku pada hal seperti itu, karena memang kita tidak pernah tahu apa yang menunggu kita di depan, berhasil atau gagal kah kita, cobalah perlahan untuk menerima hal-hal baru yang mungkin itu akan berguna untuk mengganti atau memperbaiki rencana dan prinsip kita jika apa yang kita inginkan tidak tercapai.

"Kesampingkan ego atas segala perbedaan, kita memang tidak perlu selalu mendengarkan orang lain, namun kita pun tidak dapat mengabaikannya begitu saja".

Semuanya tidak harus sama, karena terkadang apa yang kita anggap buruk untuknya, namun justru sebaliknya. Aku bukan menuntun kita untuk bersikap individualis atau apatis, hanya saja aku tidak ingin kita memaksakan kehendak kita pada orang lain atau pun menerima permintaan atau penilaian orang lain begitu saja, sehingga terkadang kita memaksakan apa yang tidak mampu kita lakukan. Kita dengannya berbeda mulai dari pola pikir, kapasitas dan bahkan pandangan. Akan tetapi jika memang kita peduli padanya dan merasa apa yang dilakukannya itu akan merugikannya, maka ingatkanlah. Namun untuk itu kita pun perlu memiliki batasan, kita yang sudah benar-benar tidak mampu lagi atau mereka yang sudah tidak mau menerimanya.

"Adapun cara kita mengingatkan yang seringkali tidak berbeda jauh dengan menghakimi, itu sangatlah keliru, karena menurutku mengingatkan dan menghakimi itu suatu hal yang berbeda".

Seperti dalam beragama misalnya, jika memang perilakunya sudah benar-benar menyimpang dari aturan agama maka ingatkan, akan tetapi jangan pernah menghakiminya, karena hal tersebut sudah menjadi ranah pikirannya Tuhan, dan kita tidak perlu sampai masuk ke dalamnya, karena hanya Tuhan lah berhak untuk menghakimi. Selain itu Tuhan pun tidak pernah memerintahkan manusia untuk menghakimi sesamanya, melainkan ia memerintahkan kita untuk saling mengingatkan satu sama lain. Bagaimana jika tuhan nya berbeda?, semua agama itu benar dan mengajarkan kebaikan bagi setiap pengikutnya, maka ingatkan ia sebagai manusia.

Aku lihat belakangan ini banyak manusia yang mengatasnamakan Tuhan dengan dalil-dalilnya, namun sayangnya ketika di berikan pujian ia malah bertindak layaknya Tuhan. Seringkali aku berpikir, menurutku manusia itu memiliki cara masing-masing untuk membangun hubungannya dengan Tuhan, karena yang terpenting itu adalah keyakinan kita terhadapnya dan melakukan apa yang ia perintahkan kepada kita sebagai pengikutnya. Karena dalam sudut pandangku sendiri, hubungan antara hamba dan tuhannya tidak ada satu manusia lain pun yang tahu, kecuali dirinya sendiri dan Tuhan lah yang tahu. Jadi apapun penilaian orang lain terhadap kita umat beragama itu tidak akan menentukan kita akan masuk surga atau neraka. Bukankah jika seseorang mengatakan bahwa kita akan masuk neraka itu seolah mereka sudah menggantikan peran tuhan atau mereka sudah bertindak layaknya tuhan.

Menurutku seseorang yang menilai atau menghakimi kita, karena orang tersebut merasa lebih baik dan apa yang menjadi standar penilaian tersebut adalah dirinya sendiri, ia merasa iri dan dengki ketika ada orang lain yang lebih baik darinya dan merasa hebat ketika ada orang lain yang lebih buruk darinya. Namun apakah pantas seseorang menghakimi kita, akan tetapi dirinya sendiri tidak pernah tahu bagaimana ia dimata Tuhan, bahkan ia tidak tahu suci atau berdosakah dirinya, seperti apa yang ia katakan kepada orang lain. Karena ketika ia berkata demikian terhadap orang lain, semestinya ia tahu dirinya sendiri bagaimana di mata Tuhan.

Selain cara kita mengingatkan orang lain yang terkesan menghakimi, terkadang pula kita seringkali melakukan perbuatan baik bukan karena mengetahui hal itu baik, melainkan karena apa yang sudah Tuhan janjikan terhadap itu.

"Sederhananya kita seringkali melakukan perbuatan baik karena surga dan menjauhi hal buruk karena neraka, bukan karena Tuhan itu sendiri sebagai pemiliknya".

Berusaha Menjadi ManusiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang