Tak terasa pagi ini adalah pagi pertama Esya masuk SMA. Dengan seragam SMP -juga cardigan berlengan panjang yang melekat di tubuhnya, Esya kini sedang memasak sarapan untuk pagi ini.
Esya memutuskan untuk membuat omurice, ia membuat sedikit pedas. Karena ini untuk sarapan, kalau terlalu pedas bisa membuat diare.
Memang sejak dirinya memasak nasi goreng beberapa hari lalu, Esya sering kali ikut memasak untuk keluarganya ini.
Setelah siap, dengan dibantu oleh pelayan yang ada Esya menyajikannya di atas meja makan. Aroma masakannya tercium, sungguh menggoda untuk memakannya.
Setelah berterimakasih dengan para pelayan yang membantunya, Esya kemudian duduk di kursi yang ia duduki biasanya.
Sambil menunggu anggota keluarga lainnya untuk sarapan bersama, Esya memilih membuka handphone miliknya.
Oh ya, dirinya telah membuka handphone yang terkunci dan hanya bisa dibuka dengan sidik jarinya. Untungnya, jadi Esya tak perlu berpikir keras jika itu kunci pin ataupun pola.
Di handphone tersebut tak ada hal spesial. Untuk medsos di ig, Nafesya ternyata cukup terkenal meski hanya memosting 1 foto dirinya saja.
Untuk whatsapp sendiri ia hanya punya nomer keluarganya, nomer Bi Kara, nomer Om Zai, nomer Dokter Fyasa, juga nomer Kak Flora saja.
Nafesya bener-bener gak punya temen satu pun, Begitulah batin Esya saat tau hal tersebut.
Selain medsos hanya ada galeri dan aplikasi lain yang tak terlalu penting sebenarnya.
Saat Esya sedang membaca novel yang ada di aplikasi berwarna oren di handphonenya, anggota keluarga Andreaxa pun mulai turun.
"Selamat Pagi, semuanya!" Sapa Esya dengan ceria.
"Hmmm." Hanya deheman yang Esya dapatkan dari ke-empat orang lelaki tersebut.
Untung mereka keluarganya kini, kalau tidak bisa Esya tenggelemin ke segitiga permadani -kalau kata adik Sya gitu.
"Silahkan dinikmati keluarga tersayangnya Esya!" Ucap Esya dengan semangat.
Tak ada sahutan apapun, breakfast mereka dimulai. Hanya keheningan tanpa suara yang mengisi sarapan pagi ini.
Setelah selesai sarapan, Esya kini telah menyampirkan tas ranselnya di punggung kanannya. Ia kemudian berjalan ke arah Ayah Devan.
"Salim, Yah." Ucap Esya sambil mengulurkan tangannya.
Ayah Devan hanya melirik sekilas tanpa mau menyambut uluran tangan Esya. Esya yang mengerti, menurunkan tangannya.
Esya hanya bisa menelan rasa kecewa untuk kesekian kalinya. Namun, Esya hanya tersenyum dengan manisnya.
"Yaudah, Esya pamit sekolah dulu ya, Yah. Ayah semangat kerjanya jangan lupa makan ya. Jaga kesehatannya terus! Semangat untuk hari ini." Ucap Esya kemudian berlalu.
Esya kini sedang bediri menunggu Om Zai di halaman rumah. Tiba-tiba muncul mobil hitam kecoklatan yang berhenti di depannya.
"Bareng gak?" Tanya pengemudi mobil tersebut saat jendela mobil telah turun.
"Beneran ini?" Ucap Esya tak percaya.
"Gak mau yaudah." Ucap pengemudi itu sambil menaikkan jendelanya kembali.
"Eh! Mau lah Esya bareng Abang El yang ganteng heheh." Ucap Esya langsung masuk ke kursi penumpang belakang mobil.
Sedang pengemudi mobil tersebut yang ternyata adalah Elvano hanya memutar bola matanya malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Esya {end}
RandomRenesya, gadis dengan senyum ramah walau takdir mempermainkannya dengan berbagai luka dihati. Bertransmigrasi ke tubuh tokoh favoritenya dengan takdir yang tak jauh beda, apakah ia sanggup menjalaninya? Kejanggalan mulai terjadi, alur novel pun beru...