Esya kini sedang melepaskan tasnya yang berwarna ungu kehitaman ke tempat yang disediakan.
Setelahnya, dirinya masuk ke dalam aula dengan langkah percaya diri dan senyum manis merekah indah.
Tentu kehadirannya menarik perhatian semua orang. Mereka berbisik-bisik ria dengan kehadiran Esya. Terlebih mereka yang dulu satu SMP dengan Nafesya.
"Lihat tuh! Abis kecelakaan terus koma jadi beda banget, kan?"
"Bener, tapi tetep aja dia gak dianggap ma keluarganya sendiri. Kekekeke."
"Bener, untuk apa berubah kalau keluarganya aja enggak anggap dia. Lihat tuh! Mana percaya dirinya tinggi banget, gak ngaca kalau dirinya tuh rendah."
Esya menghentikan langkahnya kala dirinya mendengar kata bisikan yang terakhir. Dirinya berbalik dan melangkah ke orang yang tadi bicara bahwa dirinya itu 'rendah'.
Dengan senyum manis yang terukir di wajahnya, Esya berhenti melangkah tepat di depan dua orang gadis yang tadi membicarakannya.
Tentu kedua gadis tersebut terkejut dengan kedatangan Esya. Esya sebenarnya juga tak habis pikir, bagaimana mereka bisa membicarakan orang lain sedang orang yang dibicarakan tersebut berjalan melewati mereka.
"Gue tadi denger kalian bicarain hal seru nih. Boleh gabung, gak?" Ucap Esya dengan senyum manis.
Suara Esya yang cukup keras tentunya menarik perhatian banyak orang. Sedang salah satu gadis dengan name tag 'Jylia' nampak menatap sinis kehadiran Esya.
"Sorry ya, lo tuh gak setara dengan gue ma Viyu." Ucap Jylia dengan nada merendahkan yang snagat jelas, jangan lupakan senyum ejekannya.
"Oh, memang bener sih kalau gue gak setara sama kalian." Ucap Esya dengan senyum yang masih melekat.
"Itu lo tau, jadi gak usah ikut-ikutan." Sahut gadis bername tag 'Viyu'.
"Lah, harusnya kalian bersyukur dong gue mau ikut-ikutan perbincangan kalian yang gak setara ama gue." Ucap Esya dengan tenang, membuat kernyitan bingung di dahi kedua gadis tersebut.
"Kalian kan setaranya ama pelayan gue." Ucap Esya dengan tatapan merendahkannya juga senyuman yang nampak manis tetapi mematikan.
Sedangkan kini wajah Jylia sudah memerah menahan emosi karena dipermalukan oleh gadis di depannya.
"Gak usah marah dung, kan lo dulu yang nyinggung tentang kesetaraan. Makanya ngaca dong! Kalian nyuruh orang ngaca tapi diri kalian gak ngaca. Bentar, ya." Ucap Esya masih dengan senyum manisnya.
Esya pun merogoh saku roknya dan mengeluarkan benda yang ada di saku roknya tadi, ternyata benda tersebut adalah cermin kecil.
Esya kemudian menarik tangan Jylia dan meletakkan cerminnya di telapak tangan Jylia dengan senyum ramahnya.
"Nih, gue kasih cermin biar bisa ngaca. Siapa yang tau kan kalau ternyata kalian gak punya cermin buat ngaca selama ini?" Jeda Esya dengan matanya melirik sinis sekilas.
"Ah, untuk Viyu mau gue kasih uangnya aja? Masalahnya gue cuma punya satu cermin nih." Lanjut Esya masih dengan senyum ramahnya.
Ucapan Esya tentunya mendapatkan tatapan tajam dari kedua gadis di depannya. Kedua gadis tersebut tanpa babibubebo langsung pergi begitu saja tentunya tidak memedulikan tatapan heran dari Esya.
"Lah? Dibawa juga tuh cermin, pasti memang gak punya cermin di rumahnya ini mah." Ucap Esya dengan nada santainya.
Tanpa memedulikan beberapa tatapan kagum dari para murid baru juga para kakak kelas yang melihat tindakannya tadi, Esya kembali melangkah menuju kursi terdepan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Esya {end}
RandomRenesya, gadis dengan senyum ramah walau takdir mempermainkannya dengan berbagai luka dihati. Bertransmigrasi ke tubuh tokoh favoritenya dengan takdir yang tak jauh beda, apakah ia sanggup menjalaninya? Kejanggalan mulai terjadi, alur novel pun beru...