4

77 12 2
                                    

Tak terasa tiga bulan mereka sudah tinggal bersama, dan itu buat Nicholas nyaman dengan posisi nya. Dan kadang kala, keseharian nya lebih terlihat seperti ibu rumah tangga selain sekedar ibu Sunoo buat ia merasa, dia nyonya rumah itu. Istri Hanbin.

Tapi pikiran itu di tampiknya, ia melakukan ini secara tulus. Karena Hanbin juga dengan tulus menanggung biaya hidupnya selama mereka tinggal bersama. Lagipula se nyaman apapun Nicholas, dia tak bisa lupa... Sosok yang terbaring komah di rumah sakit adalah pemilik asli posisi yang ia hayal kan.

Dia tidak boleh bertindak kurang ajar, apalagi melihat seberapa cinta Hanbin pada sosok cantik ibu kandung Sunoo. Yang ia ketahui, namanya Kim Yerin, setelah berbulan-bulan menjadi tempat curhat Hanbin dia tahu banyak tentang wanita itu.

Tentang siapa Yerin dan awal pertemuan mereka. Tentang bagaimana wanita itu membimbingnya hingga bisa berdiri dengan kaki nya sendiri di negeri asing. Hingga kecelakaan yang melahirkan Sunoo dan rasa bersalah nya yang tak pernah usai meski mereka saling mencintai. Juga tentang dia yang runtin mengunjungi gadis pujaan nya itu setiap pulang kerja.

Semua itu cukup buat Nicholas sadar, dia tak lebih dari ibu susuan Sunoo di mata Hanbin. Karena ratu di hidup Hanbin hanya Yerin. Yerin yang utama. Meski saki, semua kenyataan itu terpampang jelas menampar nya.
.
.
.
.

"Kak Hanbin masak apa kak?" Tanya Nicholas begitu menuruni tangga menghampiri Hanbin di dapur.

Seperti biasa. Nicholas akan duduk di pantry sambil menggendong Sunoo yang baru selesai ia mandikan. Lalu memperhatikan Hanbin yang memasak sarapan untuk mereka.

"Emmm... Telur orak-arik sosis." Hanbin berbalik sebentar usai menuang sarapan ke piring.

Mencium pipi gembil Sunoo beberapa kali hingga bayi gembul itu menyembunyikan wajahnya ke dada Nichole, menggemaskan sekali.

"Hahaha... Dasar anak manja." Seru Hanbin saat mendapati putranya semakin mendusel pada ibu asu nya.

"Buntelan nya Mommy ini Papa, jangan di gangguin mulu dong!" Nicholas tersenyum kecil, membela bayi nya yang mulai cemberut di goda sang Papa.

"Maafkan kalau gitu. Ini sarapan nya. Mau roti berapa sayang?" Tanya Hanbin lagi.

"Tiga!" Seru Nicholas dengan nada manja. Udah akrab jadi gas ae lah clinggy.

"Ini, habikan ya~" Hanbin mengelus rambut Nicholas usai menyerahkan piring sarapan.

Nicholas malu-malu gemas, bersemu merah.

"Nicho, kapan jadwal kontrol kamu?" Tanya Habin. Hanbin tau tentang sedikit masalah kesehatan Nicholas yang mengharuskan nya ke psikolog tiap pekan.

"Oh iya lupa!! Kak, jadwal konseling ku barengan sama jadwal imunisasi Sunoo." Seru Nicholas agak panik.

"Yausuda, Saya antar. Kamu kontrol, saya jaga Sunoo imunisasi." Seru Hanbin.

"Ga ngerepotin kak?"

"Tidak.... Saya senang bantu Nicho." Timpal Hanbin dengan senyum manis buat Nicholas bersemu merah.

"Oh ya Nicholas... Maaf lancang, tapi saya mau bertanya. Kenapa kamu, bisa sampai harus berobat... Emm tiap Minggu." Lanjut Hanbin mencoba mencari kosa kata yang tepat yang sekiranya tidak menyinggung, agak sulit karena keterbatasan bahasanya.

"Emm ceritanya panjang kak. Yang jelas inih salahku." Nicholas tersenyum sendu mengaduk sarapan di piring nya.

"Kenapa bisa begitu? Ah- maafkan saya." Hanbin merasa tidak enak, sesuatu bernama kepo sedang menguasai nya sekarang.

"Iya gak papa kok Kak. Sebagai orang yang udah cukup dekat, aku rasa gak masalah ceritain ini ke kakak." Seru Nicholas.

"Kamu yakin tidak apa-apa?" Seru Hanin tidak enak hati tapi Nicholas hanya menggeleng, seola bukan masalah.

Tweede Kans (Spin Off Our Story')Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang