Ruangan dingin di sebuah rumah sakit. Ruangan yang gelap dan sepi itu hanya berada dua orang. Satu orang terbaring kaku tak bernyawa di sebuah ranjang rumah sakit dan satu lagi wanita tua yang memeluk erat tubuh sang mayat.
Joy dan sang putri.
Lee Sena, anak kembarnya telah dinyatakan meninggal dunia, membuat tangisannya sekarang terdengar begitu histeris. Joy terus memeluk tubuh Sena yang sama sekali tidak bergerak. Memeluknya begitu erat, seakan-akan tidak akan meninggalkan Sena sendirian di ruangan yang gelap dan dingin ini.
Sudah satu jam lamanya Joy terus menangis, menyesali segala perbuatan yang telah ia lakukan kepada sang putri yang sama sekali tidak memiliki kesalahan apa pun. Ia benar-benar menyesal.
Ia sudah tau semua kebenarannya. Semua fakta telah terungkap, namun gadis itu malah pergi meninggalkan penyesalan yang membekas begitu dalam dan tidak akan pernah hilang.
Joy terus menangis, meletakkan kepalanya di atas dada Sena yang terpejam kaku. Sama sekali tidak ada bunyi detak jantung putrinya di sana yang membuatnya semakin merasakan sesak.
"Senaa, maafin Mama..." gumamnya dengan suara yang terdengar parau dan penuh kesesakan. Seluruh jantung sampai kerongkongannya terasa sangat berat. Berat akan penyesalan.
Ia sangat menyesal. Benar-benar menyesal.
Selama ini ia menyalahkan Sena atas takdir yang menimpanya. Ia menyalahkan Sena atas kejadian beberapa tahun lalu di mana seorang anak laki-laki yang ternyata Jaemin itu tertabrak dan koma. Joy menyalahkan Sena walau gadis itu sudah berkata jujur. Ia lebih mempercayai Jeno dan terus menyalahkannya. Ia menyesal. Bahkan Joy tak segan untuk memukul gadis itu, memaki putrinya sendiri dengan kata sakit mental—kata itu benar-benar tidak pantas untuk dilontarkan kepada siapa pun bahkan untuk seorang anak.
"Sena, maafin Mama. Maafin Mama sayang..." Joy memejamkan matanya merasakan sesak dan nyeri pada dadanya tiap detiknya. "Maaf Mama nyalahin kamu walaupun kamu udah jujur. Maaf Mama nyalahin kamu selama bertahun-tahun..." bisiknya tak kuasa di akhir.
Joy menarik napas, mengangkat kepalanya dari dada Sena, menatap putrinya yang terlihat tertidur dengan sangat tenang. Mulutnya sedikit tersenyum, seperti gadis itu benar-benar bahagia di dunianya saat ini, membuat bibir Joy kembali bergetar dan tak lama itu isakannya kembali terdengar.
"Maaf, Mama selalu salahin Sena, selalu maki Sena dan mukul Sena." Tangannya yang mulus mulai tergerak mengelus rambut pendek kaku milik Sena dan lagi, rasa sesaknya semakin memuncak sampai ia benar-benar tak bisa bernapas. "Mama cuma marah sama diri Mama. Karena kejadian itu, Mama dicap sama orang-orang sebagai orangtua yang enggak bisa didik anaknya. Mama dicap sebagai orangtua yang ngedidik anaknya sebagai pembunuh dan buat reputasi Papa hampir hancur waktu itu..."
Benar. Karena kejadian yang tidak disengaja dan salah paham itu, Joy dan Taeyong dicap sebagai orangtua yang gagal. Keduanya dicap telah gagal mendidik anaknya sampai berbuat hal keji seperti itu, sampai berani mendorong anak orang lain ke tengah jalan dan berakhir tertabrak.
Tapi semua hinaan dan cap buruk itu lebih tertuju kepada Joy, karena ia seorang Ibu.
Karena hal itu, ia marah kepada Sena, ia marah kepada dirinya sendiri. Menyalahkan anak tak bersalah itu selama bertahun-tahun dan membuat anaknya sendiri depresi karena ulahnya.
"Maafin Mama, sayang..." lirihnya lagi kemudian menunduk dengan sekujur tubuh bergetar. "Sebenernya, Mama enggak benci Sena. Sama sekali enggak. Mama masih peduli sama Sena walaupun Mama selalu marah-marah, maki dan mukul Sena. Mama masih peduli sama Sena..."
Joy berusaha menatap wajah sang putri tanpa tangisan, namun nihil, air matanya terus jatuh tiap kali ia menatap wajah tenang milik Sena. Ia tak kuasa menatap wajah Sena, karena rasa bersalahnya terus memuncak sampai membuat sensasi mencekik pada lehernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Sissy | Lee Jeno
FanfictionLee Jeno yang biasanya penuh dengan cinta. Lee Jeno yang selalu menuruti segala kemauannya tiba-tiba berubah karena sosok perempuan yang merusak hubungannya dengan kembarannya. Ia membenci perempuan itu. Ia membenci perempuan yang menjadi kekasih da...