Post Traumatic Stres Disorder

586 45 0
                                    

Jeno baru saja ingin merebahkan tubuhnya pada kasur yang sudah di rapihkan oleh sang ibu. Hari ini ia begitu merasa sangat lelah, terapi berjalan tanpa kruk membuat kaki kanannya yang harus menopang kaki kirinya yang cidera menjadi terasa seperti jeli.

Walaupun dia senang karena akhirnya ia sudah terbebas dari kruk berbahan lempengan besi itu tapi agaknya Jeno masih harus bersabar lagi demi bisa berjalan normal karena bagaimanapun saat ini ia masih harus banyak-banyak belajar berjalan tanpa kruk karena saat ini untuk berjalan pun dia masih tertatih bahkan sedikit pincang.

Prosedur pemasangan pen di pergelangan kakinya memang membantunya bisa berjalan lagi dengan cepat namun semua itu tidaklah semudah saat kita membalikan telapak tangan ketika berbicara.

Tadi Taeyong baru saja menutup pintu kamarnya dengan sebuah nampan yang berisi satu gelas kosong dan piring kecil bekas menaruh obat-obatan yang harus dia konsumsi setiap tiga kali dalam sehari. Ibunya bilang, semua obat itu akan membantunya agar merasa jauh lebih tenang.

Dan memang benar, setelah mengkonsumsi obat-obat itu kurang lebih satu mingguan Jeno merasa dia jauh lebih rileks dan tidak merasa cemas lagi. Itu sangat menguntungkan baginya karena dengan semua waktu luang yang ada dia bisa bercanda dengan keluarganya dan yang terpenting adalah dia bisa beristirahat lebih banyak.

Jam weker yang terdapat di samping layar monitor komputernya menunjukkan sudah hampir pukul sebelas dini hari, sudah waktunya tidur. Jeno juga sudah mengganti kaos abu-abunya dengan satu set piama berwarna biru dongker dengan aksen bulan sabit.

Saat Jeno akan berbalik setelah berganti pakaian dia langsung di kagetkan dengan kemunculan Park Min Hwan yang sedang duduk di tepian kasurnya sambil tersenyum mengejek seperti biasanya.

Sontak saja hal itu sangat membuatnya terkejut bukan kepalang. Bahkan mata sipit itu kembali terbeliak lebar saat sosok lelaki bertopi hitam di depannya bangkit lalu berjalan menghampiri. Tak lupa sebilah belati berada di dalam genggaman tangannya.

Jeno beringsut mundur, bahkan punggungnya sampai menabrak daun pintu lemari yang tadi baru saja dia tutup.

"Jeno... apa kabar?"

"Keparat! Enyah kau dari sini!" Jeno mengerang sambil menutupi kedua telinganya dengan tangan sedangkan matanya terpejam erat dengan kernyitan gusar pada dahinya.

Dalam hati bocah bermata sipit itu terus merapalkan kalimat dimana kalau Park Min Hwan yang sedang dia lihat saat ini tidaklah nyata. Dia hanya ilusi yang di munculkan oleh perasaan takutnya akan masa lalunya yang kelam.

Park Min Hwan tertawa congkak.

"Hey, ayo buka matamu." dia semakin mendekati Jeno, "aku ingin tau, apa yang sudah orang tua mu berikan padamu sampai-sampai aku tidak bisa datang lagi kesini beberapa hari lalu?"

"Diam! Kau tidak nyat-!"

Zrassshh...!

Jeno melotot saat Park Min Hwan dengan sengaja menyayat telapak tangannya sendiri hingga terluka dan berdarah, bahkan tetesan darahnya jatuh keatas lantai marmer kamarnya yang berwarna kecoklatan.

"Apa ini terlihat tidak nyata bagi mu?" lelaki itu menyeringai lagi.

Jeno meneguk salivanya dengan susah payah. Ia kemudian meraih knop pintu lemari lalu berbalik dan langsung membuka lemari yang ada di belakangnya lantas masuk kedalam.

Ia meringkuk sambil memeluk kedua lututnya yang dilipat didepan dada. Nafasnya mulai memburu dengan keringat dingin yang mengucur deras dari sela-sela anak rambut serta pelipisnya.

Wake Me Up || Sekuel SAVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang