08

434 29 0
                                    

Azkier mengangguk, ia lalu membaringkan tubuhnya di tanah dan kembali memandangi langit.

“Apa kau menyukai langit Tuan?” tanya Rain tanpa sadar. Ia lalu segera menyesali pertanyaan yang keluar begitu saja dari bibirnya.

Azkier menarik sudut bibirnya ke atas membentuk sebuah senyum simpul. “Ya begitulah.” Jawabnya singkat.

Rain mendongak dan memandangi langit biru dengan awan-awan putih yang mengelilinginya. Ia benar-benar tak mengerti mengapa orang-orang sangat menyukai langit.

Padahal ia hanyalah salah satu mahakarya tuhan yang sekalipun kita bisa terbang tinggi dan mencapainya kita tetap tidak bisa memiliki dan menjadikannya sebagai milik kita.

“Apa kau juga menyukai langit?”

Rain menggeleng. “Entahlah aku tidak tahu.”

Azkier menolehkan kepalanya ke kanan memandangi Rain yang tengah duduk sembari menatap langit dan membelakanginya.

“Lalu apa yang kau sukai?” Rain memejamkan matanya berpikir sejenak. Ia lalu memutar tubuhnya menghadap ke arah Azkier.

“Aku suka sesuatu yang berhubungan dengan racun dan pedang atau senjata tajam lainnya.” Rain mengatakan hal itu dengan senyum lebar yang menghiasi wajahnya.

Azkier mengerjapkan matanya seraya menatap wajah Rain dengan raut wajah keheranan.

Bisa-bisanya gadis ini mengatakan hal tersebut dengan nada riang. Ia terkekeh geli membuat Rain melihatnya dengan ekspresi bingung.

“Apa menyukai hal seperti itu di larang Tuan?”Azkier menggeleng seraya mengusap matanya yang berair.

“Bukan, bukan itu. Aku hanya terkejut mendengar hal itu darimu. Kebanyakan pada Lady dari keluarga bangsawan tidak menyukai hal itu dan membencinya.” Jelas Azkier.

Rain hanya diam dan menikmati semilir angin yang berhembus menerpa wajahnya dan membuat rambutnya yang sengaja di gerai berantakan.

“Sebelum itu aku minta maaf jika aku melakukan kesalahan,” kata Rain dengan ekspresi menyesal.

Azkier menatapnya dengan sendu. “Jika ada yang harus minta maaf itu adalah aku.Maaf jika sikapku membuatmu terganggu.” Tukas Azkier.

Rain memalingkan wajahnya ke arah lain menghindari tatapan mata Azkier yang selalu tertuju padanya.

“Sepertinya aku harus mencari kudaku,” ujar Rain lalu mencoba bangkit berdiri, namun dengan cepat Azkier menarik tangannya dan membuatnya jatuh menimpa tubuh Azkier.

Azkier meringis merasakan nyeri karena tubuh Rain yang menghantamnya. “Mengapa kau menarikku?” kesal Rain. Ia lalu menyingkir dari atas tubuh Azkier.

“Jangan buru-buru, aku akan membawamu mencari kudamu nanti. Sekarang beristirahatlah dengan kondisimu yang sekarang kau hanya akan mendapatkan lebih banyak masalah.” Kekeh Azkier.

Rain mendesah pelan. “Hah, sudahlah.” Rain mengamati luka di kakinya yang terbalut sapu tangan. Luka itu cukup dalam ia harap luka itu tidak meninggalkan bekas sama sekali.

“Apa kau khawatir lukamu akan meninggalkan bekas Lady?” tanya Azkier seraya mendudukkan dirinya.

“Hm, entahlah.”  sahut Rain apa adanya yang membuat Azkier diam-diam menyunggingkan senyum.

Tanpa ia sadari gadis yang berada di sebelahnya ini telah kembali pada sifatnya. Ia ingin gadis itu tetap memperlakukannya dengan sikapnya yang biasa.

Bagi Azkier, ia tidak terlalu memusingkan jika sikap Rain tidak berubah.

Ia hanya ingin gadis itu tetap berbicara dan berinteraksi dengannya walaupun ia tahu jika gadis itu pasti akan melontarkan kata sinis dan kasar. Azkier hanya ingin gadis itu berbicara dan tidak mengacuhkannya.

Selain daripada hal itu ia akan menyerahkannya pada waktu. Jika ia tidak mampu mengikuti arus yang ada maka ia akan tenggelam.

Ia mempunyai dua pilihan jika berada di dalam kondisi seperti itu. Pertama haruskah ia diam tanpa melakukan perlawanan? Atau setidaknya ia bisa berenang dan menepi.

“Arghh!” Pekik Rain seraya memegangi kepalanya dengan kedua tangan.

“Ada apa?” panik Azkier kala mendengar pekikan tertahan dari Rain. Rain menolehkan wajahnya menatap wajah Azkier dengan wajah masam.

“Ada apa?” tanya Azkier lagi kala tak mendapatkan jawaban dari Rain.

“Aku lupa jika aku meninggalkan hewan buruanku di tempat,” Rain meringis kesal.

Azkier menutup mulutnya agar rahangnya tidak  terjatuh. Ia menggeleng kepalanya pelan,

“Kau gadis yang sangat aneh, Lady. Nyawamu baru saja akan pergi dari raga sendiri, dan Lady malah memikirkan hewan buruan yang Lady tangkap? Kau benar-benar...,”Azkier tertawa geli, bisa-bisanya gadis ini lebih memikirkan hewan buruan daripada nyawanya sendiri.

Rain mendesah. “Aku hanya tidak ingin kalah saja.” Ujarnya pelan. Azkier menghentikan tawanya lalu bangkit berdiri dan mengulurkan tangannya pada Rain.

“Ayo pergi,” ajaknya. Rain mengangguk mengerti, ia lalu menyambut uluran tangan itu lalu bangkit berdiri. Azkier membawa Rain mendekati kudanya lalu ia melingkarkan tangannya di sekitar pinggang Rain.

“Apa yang akan kau lakukan?” seru Rain terkejut.

Azkier tak menjawab, ia lalu mengangkat tubuh Rain dan mendudukkannya di atas kuda bersurai hitam itu.

“Bukankah kita akan pergi? Aku tidak bisa membiarkanmu berjalan jika tidak aku akan di anggap tidak memiliki moral.”

Azkier lalu menginjakkan kakinya pada pelana dan naik ke atas kuda. Rain dapat merasakan punggungnya yang bersandar pada dada Azkier.

“Lalu di mana kau meninggalkan kudamu?” tanya Azkier tepat di telinganya membuatnya bergidik.

“Aku meninggalkannya di timur dekat dengan sebuah sungai.” Jawab Rain. Azkier mengangguk lalu menarik kekang kuda dan mengarahkannya ke arah timur.

Dengan gerakkan gesit Azkier memutar arah mereka membuat kudanya meringkik. Azkier memacu kudanya hingga membuatnya berlari cepat ke arah Timur.

Azkier menunduk sebentar menatap wajah Rain dari samping, lalu dengan sebelah tangan ia membawa tubuh gadis itu mendekat ke arahnya.

Rain hanya diam, ia berharap mereka segera sampai di tempat kudanya berada.Mereka pergi cukup jauh lalu dengan sekali hentakkan Azkier menarik kekang kudanya agar kuda itu berhenti.

Ringkikkan keras terdengar dan mengema.Rain memejamkan matanya tanpa sadar, saat ia membuka matanya ia dapat melihat kudanya tertambat di tempat semula ia mengikatnya dan tengah asik merumput.

“Ah, syukurlah.” Rain mendesah lega sembari mengusap dadanya.

“Apa itu kudamu?”

Rain mengangguk pelan. “Ya, itu kudaku, Vio. Tidak salah lagi.” Azkier turun dengan cepat dari kudanya dan menuntun kudanya untuk mendekati kuda Rain.

“Tuan, apa kau tidak berniat untuk menurunkanku dari sini?”

Azkier mendongak dan menatap wajah Rain sebentar lalu memalingkan wajahnya. “Aku akan menurunkanmu,”

Setelah berada di dekat kuda milik Rain, Azkier mengikatkan kekang kudanya di pohon yang sama dengan kuda Rain.

“... Nanti,” lanjut Azkier dengan nada rendah.

“Hei, bagaimana bisa kau melakukan hal ini padaku, Tuan? Aku tidak ingin terus berada di atas punggung kuda.” Protes Rain tak terima. Ia lalu mencoba untuk turun sendiri namun dengan cepat Azkier menghalanginya.

“Jika kau berani melompat turun aku akan membawamu kembali. Apa kau tetap ingin turun?” Ancam Azkier membuat Rain mencebik kesal.

“Ya, ya... baiklah aku akan mendengarkanmu kali ini.” Putus Rain.

Antagonis Lady [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang