Seorang wanita yang hanya dilapisi bathrobe bertali longgar berdiri sambil menyenderkan salah satu sisi tubuhnya ke tembok. Terhitung sudah lebih dari 5 menit lamanya Gianna memfokuskan perhatiannya pada Marvin yang tengah bersiap-siap pergi.
Pria itu memang hendak menepati janjinya mentraktir teman-temannya sebagai bentuk perayaan karena telah menyelesaikan sidang skripsi dengan baik. Untuk acara kumpul-kumpul malam ini, dia sudah melakukan reservasi untuk sekitar 35 orang di SKYE Bar & Restaurant yang terletak di daerah Thamrin, Jakarta Pusat.
"Nanti pulang jam berapa?" tanya Gianna.
Marvin yang sedang membuka kotak besar tempat ia menyimpan puluhan koleksi jam tangannya pun menjawab, "Tidur dulu aja gapapa. Nggak usah nungguin."
Gianna membenturkan kepalanya ke tembok dengan gerakan pelan. Dia bertingkah seperti seseorang yang sedang merajuk. "Jangan pulang malem-malem. Gue nggak berani sendiri."
"Makanya ayo ikut."
"Males kalo ada Yelsi sama Cindy."
"Cuekin aja. Nanti kita bisa pisah meja sama mereka." Marvin kembali meyakinkan Gianna agar mau ikut dengannya.
"Mau pisah meja juga nggak ngaruh. Mereka pasti bakalan tetep ngeroasting gue lagi di sana."
"Tinggal roasting balik kan gampang," ucap Marvin enteng.
Gianna mendengus sebal. Andai bertindak semudah berbicara, mungkin dia sudah melakukannya sejak dulu. "Lo mah enak tinggal ngomong. Tapi yang ngebatin kan gue."
Benar juga. Meskipun nantinya Marvin membela Gianna saat wanita itu dihina oleh teman-temannya, tapi itu semua tak berarti apa-apa. Pada akhirnya hanya Gianna lah satu-satunya orang yang akan merasa terluka.
"Yaudah kalo gitu besok-besok kita ngerayain sendiri aja."
Gianna mengangguk setuju. Menurutnya itu adalah ide yang jauh lebih bagus dibandingkan ia harus bertemu dengan Yelsi dan Cindy lagi dan berakhir beradu mulut dengan mereka.
"Kayanya gesper yang itu agak kegedean deh," celetuk Gianna saat melihat Marvin kini mengambil salah satu gesper dari dalam lemari berukuran besar.
"Sini biar gue yang pilihin," ucap Gianna lagi sembari berjalan mendekat. Wanita itu mengambil alih gesper di tangan Marvin dan menggantinya dengan gesper yang menurutnya akan terlihat lebih cocok.
Marvin tak bisa menyembunyikan senyumnya. Pria itu sangat suka ketika Gianna memperhatikan hal-hal kecil tentangnya seperti sekarang ini.
"Nggak sekalian dipasangin?" tanyanya saat Gianna menyerahkan gesper yang ukurannya sedikit lebih kecil daripada pilihannya tadi.
"Kalo gue yang masangin, nanti lo bangun."
"Bagus dong. Biar gue nggak jadi pergi sekalian."
"Ya jangan. Kalo lo nggak jadi pergi yang ada temen-temen lo makin benci sama gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends With Benefits [✓]
Fiksi PenggemarMarvin dan Gianna memang telah sepakat untuk menjalin hubungan yang cukup rumit tanpa melibatkan perasaan di dalamnya. Namun mereka bisa apa jika takdir malah berkata sebaliknya? ©️zrstly, 2022