Jam menunjukkan pukul 7 kurang lima menit ketika Deluna sampai di lapangan tempat diadakannya upacara, murid-murid lain banyak yang tampak sudah berbaris, juga tak sedikit murid lainnya yang baru tiba di lapangan atau bahkan baru tiba di sekolah.
"Gue yakin, nanti pasti lo bakal di panggil ke depan, apalagi setelah menangin IChO, astaga Deluna, gue bangga banget sama lo."
Nathalia Siregar berkata dengan antusias, dia berdiri di sebelah kanan Deluna.
"Emang Deluna pernah hari Senin pas upacara dia nggak maju kedepan?"
Anindya Putri yang berdiri di sebelah kiri Deluna menyahuti ucapan Natha, kepalanya dimiringkan agar bisa menatap Natha.
Sedangkan Deluna yang sebagai objek pembicaraan tampak tidak menanggapi selain dengan senyuman tipis.
"Iyasih, tiap minggu adaaa aja lomba yang dia ikutin, OSN lah, karya ilmiah lah, ini lah itu lah, nggak capek apa lo Lun?" Natha juga memiringkan kepalanya, sepenuhnya memusatkan atensi ke arah Deluna.
"Kalo capek gue stop." jawab Deluna singkat sekaligus sebagai penutup percakapan mereka karena upacara sudah dimulai.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," suara kepala sekolah yang memulai sambutan terdengar di penjuru lapangan, serempak seisi lapangan menjawab salam tersebut.
"Kalian tentu sudah tau bahwa sekolah kita baru saja mengirimkan perwakilan untuk mengikuti olimpiade kimia internasional kemarin, dan dengan bangga bapak umumkan bahwa, perwakilan kita, Deluna Amadea..."
Semuanya seakan sudah tau apa kelanjutannya.
"...berhasil memperoleh juara 1, untuk International Chemistry Olympics batch ke 49."
Sorak-sorai juga tepukan terdengar menggelegar saat kepala sekolah selesai berucap.
"Untuk Deluna Amadea silahkan untuk bisa maju ke depan."
Deluna melangkah maju dengan langkah mantap, sama sekali tidak merasa gugup ketika ratusan pasang mata mengikuti setiap langkahnya, dia naik ke podium, kemudian sedikit membungkuk ketika kepala sekolah memasangkan medali dilehernya, diiringi dengan tepuk tangan yang lebih meriah.
Deluna mengangguk ketika kepala sekolah mengisyaratkan dirinya untuk berpidato sepatah dua patah kata.
"Pertama saya ingin mengucapkan terimakasih kepada tuhan yang maha esa, karena tanpa restu-Nya tentu saja saya tidak akan bisa berdiri di sini dan memperoleh kejuaraan ini, kemudian saya ingin berterimakasih kepada diri sendiri yang sudah mau berjuang untuk sampai di titik ini, saya juga ingin berterimakasih kepada orang tua saya yang mungkin saja sedang menyaksikan ini secara langsung, terima kasih karena sudah menjadikan Deluna anak yang mampu melakukan segala hal, juga saya ingin berterimakasih kepada bapak ibu guru, juga tidak lupa teman-teman saya, kalian semua, tanpa doa kalian juga mungkin saya tidak akan bisa berdiri disini dengan medali yang terpasang di leher."
Deluna mengedarkan mata, menatap kamera yang dirinya yakini sedang meng close-up wajahnya.
"Saya ingin menyampaikan sedikit pesan kepada semuanya, bahwa apapun yang ingin kalian lakukan selagi itu tidak merugikan, dan selagi itu positif, mampu mendorong kalian untuk lebih maju, maka ayo lakukan, jangan overthinking dengan apa yang belum terjadi, karena lebih baik gagal dari pada menyesal, dengan gagal kalian akan mendapatkan pelajaran baru, tetapi dengan menyesal kalian tidak mendapat apa-apa selain pikiran yang mendoktrin untuk terus berandai-andai tanpa melakukan apa-apa."
Itu adalah kata-kata yang Deluna ucapkan setiap mengisi pidato atas kejuaraan nya, tidak berubah karena memang itu yang ingin dia tekankan.
Deluna kemudian turun dari podium setelah selesai, dengan medali yang sudah dia serahkan kembali ke guru untuk diambil sepulang sekolah sekalian dengan hadiah lainnya.