13 - Lelah

64 8 0
                                    

Caca menyisir rambut nya dengan jari jemarinya dan mengumpulkannya di bagian atas tengkuk lalu ia mengikatnya menggunakan ikatan rambut. Lalu ia menggulungnya ke bagian dalam ikatan untuk membentuk sebuah cepolan.

Setelah selesai mengikat rambut, Caca mengambil ponselnya yang berada di dalam tas ranselnya, ia menunggu Al yang tengah membeli beberapa cemilan untuk di makan.

Ia dan Al kini berada di taman kota yang jaraknya tak jauh dari sekolah, suasana taman kota malam ini begitu tenang karena tak terlalu banyak orang seperti saat malam minggu.

Caca suka dengan suasana seperti ini, suasana seperti bisa membuatnya tenang, bahkan ia bisa menghilangkan sedikit rasa lelah nya dengan menikmati suasana malam yang seperti ini.

"Ini ice cream kamu." Ujar Al saat sudah membeli beberapa cemilan, Al membeli lumayan banyak cemilan untuk mereka berdua. Caca segera menerima ice cream rasa cookies and cream kesukaannya itu.

"Terimakasih." Caca perlahan mulai memakan ice cream nya.

"You're welcome, baby." Al mengusap pelan poni Caca.

"Kamu ngajak aku ke taman kenapa? biasanya nonton." Tanya Caca yang masih fokus dengan ice cream nya.

"Kalau aku. mau cerita sama kamu, kamu keberangkatan ngga?" Al takut jika Caca keberatan.

"Ngga lah, yakali aku keberatan denger kamu cerita. Justru aku malah seneng tau kalau kamu mau cerita sama aku. Kamu mau?" Al mengangguk lalu membuka mulutnya, ia menerima suapan ice cream terakhir dari Caca. Cookies and cream, not bad, pikirnya.

"Waktu kemarin kamu ke Bali, aku juga sempet ada problem juga sama papi. Aku ngga sengaja ketemu papi sama cewek, ngga cuma sekali aku ketemu papi sama cewek itu, tapi udah berkali-kali. Cewek itu seinget aku temen SMA papi dulu, mereka terlalu deket buat di bilang temen." Al mendongakkan kepalanya, melihat langit yang hanya di hiasi oleh beberapa bintang, tak banyak bintang yang muncul malam ini. Tapi, bulan malam ini begitu indah.

"You okay?" Caca masih menatap Al dengan tatapan sedih nya, ia menatap Al sejak Al mulai bercerita tadi. Caca merasa bersalah karena sempat bertengkar dengan Al dulu.

"I'm okay, don't worry, baby." Al menatap Caca dengan senyum tipisnya, hal itu malah membuat Caca semakin sedih.

Caca segera memeluk Al, "Aku tau kamu ngga baik-baik aja, cerita aja sama aku. Aku selalu siap dengerin semua masalah kamu."

"Aku selalu banggain papi di depan banyak orang, aku ngga nyangka papi bisa kaya gitu, padahal papi keliatan sayang banget sama mami. Waktu pertama kali aku ketemu papi sama cewek itu aku pikir aku salah lihat. Tapi kedua kalinya aku ketemu papi sama cewek itu bikin aku sadar, ternyata emang beneran papi. Kenapa papi bisa setega itu? aku ngga pernah mau punya keluarga yang berantakan." Suara Al mulai bergetar, ia benar-benar tak pernah berpikir jika sang ayah akan bermain di belakang sang ibu.

"Aku tau kamu sedih, aku tau kamu ngga pernah pengen keluarga kamu hancur. I know, babe. Tapi kita ngga bisa ngendaliin semuanya, kita cuma bisa nerima dan ngikutin alurnya aja, kita ngga pernah tau apa yang akan terjadi sama kita kedepannya. Roda kehidupan itu berputar, ngga semuanya harus sesuai dengan apa yang kita mau, ngga selalu dunia berpihak sama kita, ngga selalu dunia berporos ke kita aja, semua ada masanya. Tuhan itu adil, Tuhan tau mana yang terbaik buat kita." Caca semakin mengeratkan pelukannya.

"Kalau suatu saat aku nyerah gimana?" tanya Al tiba-tiba, hal itu membuat Caca diam sejenak.

"Kalau kamu mau nyerah, inget-inget lagi seberapa sulitnya kamu berjuang sampe sekarang. Banyak yang sayang kamu, ada mami, aku, temen-temen kamu, temen-temen aku, semuanya sayang sama kamu. Jadi, jangan pernah punya pikiran buat nyerah ya? aku sayang banget sama kamu." Caca sangat beruntung memiliki kekasih seperti Al, ia tidak mau kehilangan kekasihnya itu.

"Makasih, sayang. Aku beruntung banget punya kamu." Ujarnya dengan suara yang serak nya.

"Sama-sama. Oh iya, satu lagi. Tuhan itu ngga akan pernah menguji hambanya di luar batas kemampuan hambanya, jadi kalau kamu di kasih banyak ujian sama Tuhan, berarti Tuhan sayang sama kamu, Tuhan tau kamu kuat. Aku juga tau, kamu pasti kuat."

"Mungkin Tuhan ngasih aku banyak ujian gara-gara aku yang jarang buat ibadah." Al mengakui, jika dirinya sangat jarang sekali beribadah.

"Kalau kamu ngerasa kaya gitu, mulai sekarang kamu harus rajin ibadah. Jangan nangis lagi ya, ganteng." Caca melepaskan pelukannya lalu mengusap sisa air mata yang ada di wajah kekasihnya itu.

"Makasih, aku lega banget habis cerita sama kamu. Menurut kamu mami tau ngga ya papi kaya gitu?" Al tak bisa membayangkan se hancur apa sangat ibu jika sudah mengetahui hubungan gelap sang ayah.

"Aku ngga tau, tapi seorang istri pasti tau kalau suaminya macem-macem. Mungkin aja mami tau."

"Kalau semisal mami tau, berarti selama ini mami pura-pura baik-baik aja di depan aku. Kalau mami sama papi nanti pisah gimana ya?"

"Ya, semuanya itu tergantung kamu juga, sayang. Semua pilihan itu ada di kamu, jadi kamu berhak memilih sesuatu yang bisa bikin kamu merasa bahagia. Semua pilihan kamu, aku yakin yang terbaik buat kedepannya." Caca tau sesulit apa rasanya ketika melihat orangtua yang terlihat harmonis ternyata hanya sebuah kebohongan.

"Nanti aku bakal coba ngobrol sama mami."

"Iya, pelan-pelan aja, ya?"

"Iya, makasih kamu udah dengerin cerita aku."

"Ngga perlu bilang makasih, ganteng."

"Jangan bilang ganteng dong." Al tersenyum tipis.

"Kenapa? kan kamu emang ganteng."

"Idihhh, curang ya."

"Curang apa sih?"

"Aku juga bisa. Sayang, sayang, sayang, sayang, sayang." Al mengecup cepat pipi Caca.

Caca membeku, pipinya seketika berwarna merah seperti tomat. Sialan, Al, pikirnya.

"Kok diem? kenapa? salting ya? itu pipinya merah banget kaya tomat." Goda Al.

"Diem, ayo pulang. Aku capek." Caca membereskan barang-barangnya, termasuk sampah-sampah jajan dengan cepat.

"Mau kemana?" tanya Al dengan senyum jahilnya.

"Pulang, ayo. Udah malem."

"Ayo, ayo. Jangan ngambek gitu." Al terkekeh.

"Nggaaa, udah ah. Ayooo." Rengek Caca.

"Iya, sayang. Sabar." Al segera berdiri lalu membawa kantong kresek yang berisi jajan-jajan yang tadi ia beli, masih ada beberapa yang belum di makan.

Sebelah tangannya menggandeng tangan Caca.

Setelah membuang sampah jajan-jajan ke tempatnya, Caca dan Al lalu masuk ke dalam mobil. Mereka tak langsung pulang, melainkan mampir sebentar ke tempat makanan cepat saji.





















Helowww! gimana? nge feel ngga? maaf ya kalau cringe atau gimana. Kalian bisa ngasih saran atau apapun itu lewat dm yaaa. Oh iya, aku kayanya bakal bikin cerita baru tentang seseorang hahaha, kayanya aku suka sama seseorang wkwk. Udah ya guys, see youuu!


Alvero AnastashaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang