Impian Laras

32 0 0
                                    

Dapat berkuliah adalah impian semua orang. Tak terkecuali dengan Laras, Laras ialah gadis dengan penuh imajinasi, ia mempunyai impian menjadi seorang sastrawan. Siang menjelang sore Laras tanpak gelisah mondar mandir kesana dan kemari.

"Laras duduklah nak, tenanglah semuanya akan berjalan dengan baik-baik saja," ucap sang Ayah.

"Laras takut yah.." rasanya waktu berjalan begitu lambat, ia sangat menantikan hari ini sampai tidak bisa tidur semalam, karena hari inilah awal dari impiannya dimulai.

Tidak terasa tersisa beberapa menit lagi untuk bisa mengakses link pengumuman seleksi perguruan tinggi. Dengan tangan gemetar, Laras pun mengakses link dan melihat pengumuman, sempat beberapa kali ia salah menekan huruf dan angka saking gugupnya.

"Ba- bagaimana?" tanya sang ayah. Namun tidak mendapatkan respon apapun dari Laras.

Air mata Laras mengalir membasahi pipinya seakan tidak percaya dengan hasil yang ia peroleh. Seyuman sang ayah sirna tergantikan rasa kecewa. Akan tetapi ia berusaha tetap terlihat baik-baik saja, karena ia tau, sebesar apapun rasa kecewanya, lebih besar rasa kecewa yang Laras rasakan.

"Yah.." Laras memeluk ayahnya dengan erat, begitupun dengan ayah Laras memeluk sembari mengusap punggung putri kecilnya.

"Tidak apa-apa, tahun depan Laras coba lagi ya, anak ayah hebat dan kuat!"

"AYAH! LARAS LULUS YAH!" ucap Laras dengan senyuman yang mengembang dipipinya.

"Alhamdulillah yaAllah.."

Mendengar kabar membahagiakan itu tangisan sang ayah pecah, ayah Laras langsung bersujud, beryukur dengan apa yang telah Tuhan berikan. Melihat tangisan bahagia ayahnya, rasanya beban dipundak Laras sedikit berkurang, karena apa yang telah ia perjuangkan dan ia korbankan mendapatkan hasil yang memuaskan.

Ayah Laras berlari keluar rumah dengan perasaan bahagia tanpa menggunakan alas kaki, ia memberi tahu tetangganya bahwa anak semata wayangnya telah diterima kuliah. Dibalik kabar bahagia yang ia dapatkan, masih ada saja tetangga yang mencibir dan mencacinya.

"Halah paling juga tidak sampai sebulan anakmu sudah berhenti kuliah, buat makan saja susah sok banget kuliahin anak!" terdengar sangat menyakitkan. Namun ayah Laras berusaha tidak memikirkan omongan tetangganya, hinaan yang ia dapatkan, ia jadikan sebagai motivasi agar lebih giat untuk bekerja, supaya Laras tetap bisa berkuliah.

***

Pagi hari telah tiba, matahari terbit menyapa. Laras begitu senang karena hari ini, hari pertama ia masuk kuliah. Bukan hanya Laras seorang, namun sang ayah juga terlihat senang.

"Wahhh.. Anak ayah sekarang sudah jadi mahasiswa nih."

"Ayah jangan begitu Laras malu." pipi Laras memerah mendegar godaan sang ayah.

"Ayo cepat sarapan nanti telat."

"Ayah tidak makan?"

"Ayah sudah makan tadi, ayah sudah kenyang, anak ayah makan yang banyak ya biar pinter," ucap sang ayah sembari mengusap kepala Laras dengan lembut. Nampaknya ayah Laras sedang berbohong, ia hanya melihat putrinya makan, dan terus-terusan meneguk air.

Setelah selesai sarapan, Laras diantar oleh ayahnya menggunakan becak. Ayah Laras berkerja sebagai penarik becak, tukang sapu taman, bahkan pengangkut sembako di pasar, semua ia lakukan demi Laras mendapatan pendidikan yang layak seperti anak lainnya.

Sesampainya di depan kampus Laras dan ayahnya tertegun sejenak, karena banyak sekali mobil lalu lalang memasuki kampus, jelas berbeda dengannya yang hanya menggunakan becak.

"Laras kampus kamu besar ya nak," ucap Ayah Laras dengan penuh kekaguman.

"Iya Yah, Laras juga kaget liatnya." Laras memandangi bangunan di sekitarnya yang begitu besar dan berdiri dengan kokohnya, tidak seperti rumahnya yang terbuat dari kayu jikalau hujan bocor bahkan banjir. Laras berhayal suatu saat akan memberikan tempat tinggal yang nyaman dan layak untuk ayahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Impian LarasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang