Hari masih pagi. Sinar mentari mulai terlihat menyinari bumi. Langit sudah kembali terang setelah berganti dengan gelapnya langit malam. Suara burung-burung berkicauan terdengar jelas seakan menyambut pagi hari yang kembali datang. Jalanan mulai kembali padat dengan kendaraan orang-orang yang hendak berangkat ke kantor atau pun ke sekolah. Suara klakson kendaraan yang saling bersahutan dengan mobil-mobil yang mengular panjang seakan memang sudah menjadi pemandangan yang biasa di ibukota.
Di sebuah rumah, tepatnya di dapur, terlihat seorang gadis yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Dengan setelan piyama maroon yang ia gunakan dan rambut yang diuntel-untel asal, Manda baru saja merapihkan kulkas. Sebelumnya ia juga menata beberapa peralatan dapur yang baru saja ia beli bersama suaminya beberapa hari lalu. Ya, sebagai seorang pekerja yang tidak seharian berada di rumah, Manda harus bisa mencuri waktu untuk melakukan pekerjaan rumah di tengah kesibukannya di kantor. Terlebih lagi saat ini mereka belum mendapatkan ART.
Begitu pekerjaannya selesai, Manda menghela nafas kemudian tersenyum puas melihat keadaan kulkas yang sudah lebih rapih dari sebelumnya. Sudah sejak semalam ia ingin sekali merapihkan kulkas tetapi tubuhnya sudah terlalu lelah setelah pulang bekerja. Barra pun meminta untuk melakukannya nanti. Lalu Manda mengambil beberapa bahan untuk membuat sarapan. Namun, sebelumnya ia harus membangunkan suaminya terlebih dulu. Manda meninggalkan dapur lalu menaiki anak tangga.
Ia membuka pintu, kamar masih dalam keadaan gelap karena gordyn masih menutup rapat jendela kamar. Manda menyibak gordyn berwarna dark grey tersebut membuat sinar matahari menyusup masuk. Kemudian ia menoleh, melihat Barra yang masih terlelap tidur dengan posisi menyamping dan selimut yang menutupi hingga ke batas leher. Manda melangkah ke sisi suaminya lalu duduk di tepian ranjang.
"Mas, bangun, yuk. Nanti telat." Ia memegang lengan atas Barra yang tertutupi selimut.
Barra tidak menjawab apapun. Pria itu justru terbatuk-batuk yang membuat dahi Manda mengernyit. Terlebih saat melihat Barra beberapa kali bersin. Ia kemudian teringat dengan tadi malam dimana Barra pulang dari klinik dengan kondisi yang sudah batuk-batuk. Manda sempat khawatir dengan kondisi Barra tetapi suaminya itu mengatakan kalau esok pagi kondisinya pasti sudah membaik. Gadis itu pun meminta Barra beristirahat begitu menghabiskan jahe hangat buatannya.
Sepanjang malam Manda mengecek keadaan Barra yang beruntungnya tidak mengalami demam. Batuknya pun berkurang tetapi sepertinya hal tersebut tidak berlaku pagi ini. Manda pun mengulurkan tangan menyentuh dahi Barra. Disaat yang bersamaan pria itu pun membalikkan badan menghadap istrinya sehingga Manda bisa melihat dengan jelas wajah Barra yang memerah karena demam.
"Mas, kamu demam. Enggak usah praktik dulu, ya." Barra berdehem berusaha mengurangi rasa gatal di tenggorokan lalu mengangguk. "Aku ambil air untuk kompres dulu." Ia beranjak dari ranjang dan menuju dapur.
Sekembalinya Manda, ia membawa sebuah wadah yang berisi air dan juga kain untuk kompres. Manda menarik sebuah kursi dan duduk di sana. Ia mencelupkan kain ke wadah air lalu memerasnya dan meletakkan di dahi Barra. Pria itu tetap memejamkan mata meskipun Manda tahu ia sedang tidak tidur. Melihat keadaan suaminya yang seperti ini membuat Manda tak tega. Sebab biasanya ia selalu melihat Barra dalam keadaan sehat bugar.
Kemudian ponsel milik Barra yang berada di nakas bergetar membuat Manda menoleh. Nama mama tertera di layar sebagai si penelepon. Manda mengambil benda pipih tersebut bersamaan dengan Barra yang membuka mata. Dengan kepalanya yang sedikit mengangguk, Barra meminta istrinya untuk menerima panggilan tersebut. Manda menggeser ikon berwarna hijau lalu menempelkan ponsel ke telinga.
"Halo, Barra. Kamu dimana, nak? Sudah di rumah sakit?"
"Maaf, Ma. Ini aku—Manda."
"Loh, kok kamu yang angkat telepon. Barra mana?" Nada suara mama Lita mulai tak bersahabat begitu mendengar suara Manda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [Completed]
أدب نسائيDewangga Barra; dokter gigi. Putra sulung dari keluarga Budiatma. Memiliki tubuh tinggi, bola mata kecoklatan, alis tebal, hidung mancung, rahang tegas dengan brewok tipis. Senyumnya manis yang mampu memikat banyak perempuan. Amanda Ayudita; pegawai...