Chapter 15

560 40 0
                                    

Ada banyak rumor beredar jika sebenarnya Ruri dan Ratna itu pacaran, hal tersebut didukung dengan kedekatan keduanya. Biasanya, di mana ada Ratna di situ ada Ruri, begitu pula sebaliknya. Kedekatan mereka pun lebih seperti sepasang kekasih dibandingkan dengan sepasang sahabat.

Seperti sekarang contohnya, seluruh orang di kantin bisa melihat dengan jelas Ruri yang sedang bersandar di pundak Ratna sambil sesekali cewek itu menyuapinya makanan. Terkadang juga Ruri akan melingkarkan tangannya di pinggang Ratna dan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher cewek tersebut.

"lo kalau sakit mending ke UKS, deh, Ru," ujar Ratna yang dapat merasakan suhu tubuh sahabatnya tersebut.

"malas ah, di UKS gak ada lo, Na," jawab Ruri manja.

Fany menggelengkan kepalanya, "kalau Rumi lihat gimana, ya?"

"cemburu gak, si?"

Ruri terkekeh pelan, "mudah kok bujuk anaknya kalau cemburu."

Ratna sudah tak heran lagi dengan sifat Ruri yang cepat berubah seperti bunglon, ia kasihan dengan Rumi yang harus menjadi kekasih dari orang seperti Ruri. Tapi di satu sisi ia berharap Rumi bisa sedikit mengubah Ruri.

"dia ada tidur gak, si, Go, tadi malam?" tanya Ratna tersirat kekhawatiran.

Mereka jelas tau jika Ruri itu memiliki insomnia, cowok itu bahkan tahan tidak tidur selama tiga hari. Jelas hal tersebut kadang mempengaruhi kesehatan Ruri, cowok itu tak peduli dengan kesehatannya, berbeda dengan Ago dan Ratna yang sangat mempedulikan kesehatan Ruri.

"mana ada, habis pulang jalan sama Rumi dia main game sampe gue bangun tidur," jawab Ago sambil menyantap sotonya.

"simulasi meninggal lo?" todong Delmora datar.

"makanya itu, Na! ke UKS temanin gue!" ucap Ruri yang semakin melingkari tangannya dipinggang Ratna.

Ratna menyentil jidat Ruri pelan, "minta temanin Rumi sana!"

Ruri langsung menegakkan posisi duduknya, menatap Ratna dengan ekspresi jengah lalu tanpa tau mereka sedang berada di mana cowok itu merebahkan dirinya, menempatkan kepalanya tepat di paha Ratna dan membawa satu tangan cewek itu untuk mengelus rambutnya. Ia merindukan elusan lembut Ratna.

"kalau lo peduli sama kesehatan gue, elusin kepala gue."

Semua orang yang berada di meja tersebut langsung memutar bola mata mereka malas, adakala di mana mereka melihat Ruri menjadi begitu kekanakkan dan haus akan perhatian seperti ini.

"serah lo deh."

***

"yang bisa gue jadiin rumah."

Kalimat itu langsung muncul di kepala Rumi begitu ia melihat Ruri dan Ratna yang sedang bermesraan di kantin tadi, niatnya ia membeli minuman dingin tapi urung saat melihat bagaimana cowok itu bisa dengan leluasan memeluk bahkan menjadikan paha Ratna sebagai bantalnya.

Ternyata rumor itu benar, hubungan Ratna dan Ruri tidak terlihat seperti sepasang sahabat. Sahabat mana yang berpelukan di muka umum? Rumi yang melihat itu tadi jelas langsung memutar arahnya sebelum ada yang menyadari kedatangannya.

"jangan-jangan Ratna rumahnya Ruri?" batin Rumi sambil terus melangkah menuju ke kelasnya.

Terlalu fokus dengan pikirannya sampai-sampai Rumi tak sadar ada seseorang berjalan berlawanan arah dengannya, ia pun tak sengaja menabrak bahu orang tersebut dengan keras. Rumi refleks berhenti melangkah dan menoleh ke belakang,

"sor—"

"Rumi, 'kan?" tanya orang yang barusan ditabrak olehnya.

Mata Rumi sedikit melebar, ia tau siapa orang di depannya saat ini. Agnia, mantan pacar Ruri sebelum cowok itu jadian dengannya. Kabar yang beredar, Agnia langsung memesan tiket pergi liburan ke Bali dua minggu efek putus dari cowok tersebut. melihat bagaimana perubahan warna kulit Agnia yang menjadi sedikit kecoklatan dari sebelumnya membuat Rumi mempercayai kabar tersebut sekarang.

"i-iya..." jawabnya sedikit terbata.

Agnia langsung menampilkan senyum terlebarnya, ia lalu menjulurkan tangannya ke depan Rumi.

"gue Agnia Evelyn Graham!"

Dengan sedikit ragu Rumi membalas jabatan tangan tersebut.

"Arumi Dewandaru."

Saat Rumi ingin melepaskan jabatan mereka, Agnia menahan tangan cewek itu, tidak begitu keras tapi mampu menahan tarikan dari Rumi. Senyum cewek tersebut masih terpatri di wajahnya. Rumi mulai merasa tak nyaman dan makin berusaha melepaskan jabatan tangan tersebut. Disaat Rumi menarik keras tangannya, Agnia langsung melepaskan jabatan mereka membuat tubuh Rumi sedikit terhuyung ke belakang, hampir terjatuh.

"kita bakal sering ketemu habis ini! Akur-akur, ya!" pesan Agnia sebelum melongos pergi tanpa memberitahu apa maksud dari ucapannya barusan.

Rumi hanya menatap aneh punggung sempit Agnia yang semakin menjauh dari jarak pandangnya, ia hanya berharap perkataan Agnia barusan tidak menjerumus ke hal yang buruk.

***

Akibat dari suhu tubuhnya yang semakin naik, Ruri mengikuti saran dari teman-temannya untuk beristirahat di UKS. Ruri menghela nafasnya kasar, ia sudah mencoba untuk tertidur, bahkan dengan elusan Ratna yang bisa membuatnya merasa mengantuk pun tidak lagi mempan. Tubuhnya hanya perlu beristirahat, maka dengan itu ia akan kembali sehat.

Ceklek...

"Ruri~~~"

Helaan nafas kasar itu kembali keluar saat tau siapa yang datang ke UKS, ia lalu membalikkan tubuhnya dan menutup kedua matanya, berpura-pura tidur. Tak lama Ruri mendengar gorden tempatnya tidur terbuka, Ruri pun menyadari jika orang tersebut duduk di belakangnya.

"aku tau kamu pura-pura tidur," ucap Agnia sambil mengelus rambut Ruri pelan.

"aku bawain kamu oleh-oleh dari Bali, kamu suka makanan manis, 'kan? Aku bawain pie susu yang banyak buat kamu."

Tak kunjung mendapat respon dari sosok yang sedang tertidur membuat Agnia bangkit dari posisi duduknya, ia lalu menundukkan tubuhnya sampai wajahnya berada begitu dengan dengan Ruri, bahkan dalam jarak sedekat ini ia bisa dengan jelas merasakan panas tubuh cowok tersebut.

"I wanna kiss you so bad," bisik cewek tersebut.

Jari telunjuknya lalu menyentuh wajah Ruri, dari dahi turun ke pangkal hidung sampai kebibir cowok tersebut. Agnia mengakui bakat akting Ruri, cowok itu tak menyukai seseorang menyentuh wajahnya, melihat bagaimana kerasnya Ruri mempertahankan aktingnya membuat Agnia tersenyum geli.

"aku tadi ketemu Rumi, your new doll," bisiknya tepat ditelinga Ruri.

Agnia lalu terkekeh kecil, "Ruri, kamu tau kenapa Hanum ninggalin kamu? Itu karena kamu selalu menyakiti orang yang ada di sekitar kamu. Kamu pikir Rumi bakal bertahan begitu tau siapa kamu?" ia kembali mengelus wajah Ruri.

"dia bakal kabur, Ruri. Rumi bakal berharap enggak akan pernah mengenal orang seperti kamu, dia pasti bakal bilang, kalau orang seperti kamu enggak pantas buat ada di dunia ini."

"just like your mom said."

Setelah puas mengatakan hal tersebut, Agnia memilih untuk pergi. Ia bisa berbicara dengan Ruri lain kali, sedikit menyayangkan karena Agnia tidak dapat melihat ekspresi putus asa Ruri. Cewek itu menutup kembali gorden berwarna biru muda tersebut dan menutup pintu dengan pelan.

Sesaat setelah suara pintu tertutup, Ruri membuka kedua matanya. Tangan kanannya yang berada di bawah bantal membentuk kepalan tangan yang begitu kuat. Ingin rasanya merobek mulut lancang Agnia tadi. Tak lama kemudian terdengar suara pintu terbuka kasar, belum sempat Ruri memejamkan matanya untuk kembali berpura-pura tertidur, gorden UKS sudah terlebih dahulu terbuka.

"Rumi?"



TBC.

His Name, RuriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang