ABP 5

131 15 1
                                        

"Siena suka makanan apa?" Tanya Ryan sembari fokus menyetir.

"Ko...."

"Siena suka apa?" Ulangnya.

"Apa aja dia suka." Tiara menyerah.

"Apa yang paling dia sukai?" Cerca Ryan. Ia ingin membelikan makanan favorit Siena.

"Pizza." Lirih Tiara.

"Kayaknya Mommy nya ternyata." Seloroh Ryan sembari melirik Tiara dengan bibir mengulas senyum. Iya, sedikit banyak ia memang tahu Tiara. Salah satunya Tiara sangat suka pizza.

"Ko...."

"Yuk kita beli." Putus Ryan sembari menyalakan sein kiri, dan mobil yang ia kendarai mulai masuk area parkir sebuah pusat perbelanjaan.

Ryan mengajak Tiara belanja. Ryan membeli piyama, boneka, aneka camilan tidak lupa pizza untuk Siena.

"Ko...." Tiara speechless.

"Yuk?!" Ryan tidak menghiraukan penolakan demi penolakan Tiara. Kini tangan keduanya penuh dengan kantong belanjaan. "Kamu tinggal di mana sekarang?" Tanyanya sembari kembali menuju area parkir.

"Saya pulang sendiri ya, Ko?"

"Saya mau ketemu Siena. Saya sudah bilang jangan halangi saya ketemu Siena." Ujar Ryan tidak suka.

"Ko....."

"Ayo." Putus Ryan sembari membuka pintu mobil.

Selama di perjalanan Ryan tampak antusias. Pesona Siena menyihirnya. Gadis cantik dengan rambut ikal sebahu. Wajahnya manis juga cantik persis Tiara.

Sampai di depan rumah, mereka langsung disambut Siena. Senyum Ryan pun merekah.

"Hai anak cantik. Udah mandi?"

"Udah." Ryan menghirup aroma balita yang tiba-tiba membuatnya gila. Dipeluknya Siena.

"Om belikan baju baru, mainan dan juga pizza. Siena suka?"

"Suka, Om. Makasih." Ryan mengangguk dengan senyum melebar.

"Ayo, buka." Titah Ryan. Siena pun segera membuka kantong demi kantong belanjaan yang dibawa Ryan juga Tiara.

"Ko..." Lirih Tiara. Ryan bergeming. Karena Ryan sudah hapal apa yang akan Tiara katakan. "Masuk, Ko." Lanjut Tiara. Ryan menoleh. Ia cukup terkejut dengan ucapan Tiara ini. Diluar perkiraannya.

"Iya." Senyum Ryan benar-benar mengembang, ia seolah diberi lampu hijau oleh Tiara. Ia lega.

Ryan menghabiskan waktu dengan Siena hingga waktu makan malam selesai. Malam ini Siena tampak bahagia.

"Udah malam, Ko." Bisik Tiara pada Ryan yang masih menemani Siena mewarnai itu.

"Laki-laki itu mana?" Ryan celingak-celinguk.

"Laki-laki?" Tanya Tiara sembari mengerutkan dahi.

"Assalamu'alaikum." Sapa seorang laki-laki yang baru saja sampai itu.

"Waa'alaikumsalam." Jawab Tiara lirih. Diliriknya laki-laki itu. Bukan hanya Tiara, tapi juga Ryan dan Siena.

"Papaaaa...." Siena berhambur memeluk Ifan yang baru pulang itu, Ryan mendelik.

"Siena." Laki-laki itu memeluk Siena lalu menggendong Siena hangat. "Ehh ada tamu?!"

"Iya, A."

"Ya udah saya sama Siena masuk ke dalam dulu." Pamit Ifan sembari berlalu.

"Saya nggak suka anak saya digendong laki-laki lain selain saya." Ujar Ryan dingin.

"Ko...." Tiara frustrasi.

"Segala keperluan dan kebutuhan Siena mulai detik ini biar saya yang tanggung." Tambah Ryan sembari pamit dengan hati cemburu. Cemburu dua wanitanya dimiliki laki-laki lain.

Ryan pamit dan berlalu begitu saja. Hatinya benar-benar panas saat mendengar Siena memanggil laki-laki lain dengan sebutan Papa. Meski berkali-kali Tiara bilang Siena bukan anaknya, Ryan percaya kata hatinya. Ada darahnya yang mengalir di tubuh Siena.

"Baru pulang?" Tanya Anita sesaat setelah Ryan sampai di rumahnya.

"Iya."

"Makan dulu?" Tanya Anita saat Ryan melangkah masuk ke dalam kamarnya.

"Nggak usah. Tadi udah." Tolak Ryan sembari terus berjalan menuju kamar. Sesampainya di kamar iansegera bersih-bersih dan mengganti pakaian.

"Ko..." Anita yang mengekor itu kini ikut berbaring sama seperti Ryan.

"Iya, kenapa?"

"Acara pengajian sekalian syukuran emoat bulan kehamilan aku rencana diadakan akhir minggu ini. Koko sibuk nggak?"

"Memangnya kenapa?"

"Ya masa ada acara tapi Koko nya sibuk, nggak ada di acara."

"Pengajian ibu-ibu kan?"

"Iya tapi acara syukurannya nggak ibu-ibu. Ramah tamah gitu sama tamu undangan dari saudara, tetangga juga karyawan-karyawan Koko."

"Iya atur-atur aja."

"Ko....." Anita wanita biasa. Memiliki kadar manja sama seperti wanita lainnya. Ia ingin diperhatikan juga disayang-sayang terlebih dirinya kini tengah berbadan dua. Anita memeluk Ryan. Ryan bergeming.

"Ayo tidur, istirahat." Titah Ryan tanpa merespon atau bereaksi lebih atas pelukan Anita. Anita mendesah kasar. Dadanya sesak saat itu juga.

Ryan bukan tidak paham arah pelukan Anita. Tapi sungguh ia tidak bisa merespon terlebih malam ini. Setelah tadi melihat ada laki-laki lain di rumah yang ditinggali Tiara.

Ada perasaan tidak rela membiarkan Tiara bersama laki-laki lain. Ryan mengatupkan rahang.

Ryan
Lev, minta kontaknya Tiara.

Levi yang menerima pesan Ryan mengernyitkan kening. Tapi segera dia kirimkan nomor ponsel Tiara yang ia tahu dan dapatkan dari curriculum vitae saat Tiara melamar kerja waktu itu.

Ryan
Tiara, tolong cek email kantor. Setelah selesai, kirim ulang ke saya malam ini juga. Trims

Setelah mengirim pesan tersebut sudut bibir Ryan terangkat. Ia merasa berhasil menganggu Tiara malam ini.

Aku Bukan Pelakor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang