37. Cahaya Tirta Wungu🌙

34 6 1
                                    

Seorang pria tua dengan jalan membungkuk meminta belas kasihan dari orang-orang sekitar. Sayang, sejak tadi tidak ada yang peduli. Durmagati yang melihatnya jadi tersentuh.

"Maaf, saya hanya bisa memberi segini. Semoga bermanfaat untuk Kisanak."

"Terima kasih, Nyai."

Pria itu mendongak, menatap Durmagati dengan tatapan yang tidak biasa. Ada kilatan emas di matanya. Durmagati tidak menyadarinya.

"Anak dalam kandungan Nyai dianugerahi kelapangan hati seluas samudra. Senyumnya menenangkan, tatapannya meneduhkan, dan sentuhannya menghangatkan."

Durmagati cukup terkejut, tapi dalam hati mengharapkan ucapan orang misterius di hadapannya menjadi kenyataan.

"Anak ini akan menjadi cahaya untuk kadhatonnya."

"Terima kasih atas doa baiknya, Kisanak." Durmagati menunduk sembari mengelus perut buncitnya. Pria misterius itu tiba-tiba menghilang.

Durmagati semakin terkejut. Siapakah orang tadi? Apakah bayinya baru saja diramal?

***

"Sebentar lagi Dimas Prabaswara berulang tahun. Aku ingin memberinya hadiah istimewa."

"Berarti, kita akan ke Tirta Wungu lagi?"

"Iya, Dinda. Kita ajak Dimas Parikesit lagi. Dia selalu senang diajak mengunjungi kadhaton. Menurutmu, hadiah apa yang cocok untuknya?"

"Aku tidak paham selera lelaki, Kanda. Kalau hadiah untuk wanita, aku bisa memberi banyak pilihan. Mengapa tidak coba bertanya pada Dimas Parikesit?"

"Ah, benar!" Respati berseru senang sambil menjentikkan jarinya.

"Mari kita berangkat!"

"Sekarang?"

"Lantas kapan lagi?" Respati menarik tangan Adaninggar, tak sabaran.

Respati telah merencanakan kejutan untuk Prabaswara. Namun tak ada yang dapat menebak apa yang terjadi esok.

***

Setelah semua orang di istana disibukkan perayaan kelahiran Rawikara, cicit pertama Prabu Gandarwidura, kini mereka kembali sibuk mempersiapkan peringatan kematian Biantari. Biasanya akan dilakukan sesi doa yang dihadiri seluruh anggota keluarga raja.

Biasanya, setelah mendoakan Biantari, Durmagati merayakan ulang tahun Prabaswara walau sederhana bersama para pelayan dan pengawal Puri Klawu. Entah sekarang.

Pramudhana tahu hari ini Prabaswara berulang tahun. Dengan senyum liciknya, lepas berdoa, Pramudhana telah merencanakan kesibukan Prabaswara agar tidak bisa merayakan ulang tahunnya.

"Cepat siapkan kuda untukku!"

"Kanjeng hendak ke mana?"

"Bukan urusanmu! Intinya aku ingin berkuda sekarang! Cepat siapkan!"

"Baik, Kanjeng."

Prabaswara menuju kandang kuda dan menyapa penjaganya, meskipun tidak direspon. Penjaga istal diam saja saat Prabaswara menuntun kuda Pramudhana keluar kandang.

"Kudanya telah siap."

"Pelayanku yang menyebalkan tidak macam-macam padamu bukan, Arang?" Pramudhana mengelus kudanya yang dinamai Arang. Prabaswara yang mendengarnya hanya tersenyum tipis.

Prabaswara [Complete√] ~ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang