9. Awal mula

20 8 0
                                    

SELAMAT PAGI, SIANG, SORE, MALAM, TENGAH MALAM, SUBUH.

MAKASIH MASIH BACA CERITA INI.
MOHON DIKOREKSI BILA ADA PENULISAN YANG SALAH.

HAPPY READING

Kelopak matanya mulai terbuka, ruangan aneh menjadi pemandangan pertama yang Sarga lihat.

Sarga terbangun dengan was-was, ruangan ini benar-benar tidak layak huni, barang-barang tak terpakai entah itu masih bagus atau memang sudah rusak semuanya terletak tak beraturan, ya itu adalah gudang.

Sarga memegangi sebuah meja dengan debu memenuhi benda itu sebagai penopang tubuhnya agar bisa berdiri, entah apa yang ia konsumsi sebelumnya tapi kepalanya terasa berat.

"HALO???" teriaknya.

"ADA ORANG GA???" teriaknya lagi namun tak kunjung mendapat jawaban.

Dengan Sarga yang masih memulihkan kondisi tubuhnya, pintu tiba-tiba terbuka, dua orang berbadan besar terlihat begitu jelas di mata Sarga, Sarga yakin mereka pasti termasuk orang-orang suruhan Adira.

"Siapa kalian? Keluarkan saya dari sini!" teriaknya dan berusaha melempar apapun yang diambil oleh tangannya.

Tak berucap dua orang itu lalu membawa Sang dengan paksa, kali ini entah kemana lagi, Sarga sudah lelah dengan semuanya.

***

Kurang lebih 15 menit mobil yang ditumpanginya berhenti di depan salah satu rumah yang cukup besar, rumah berlantai dua dengan gerbang utama yang menjulang sangat tinggi itu menjadi tujuan mereka membawa Sarga.

"Ini di mana?" tanyanya menahan diri agar tidak ditarik oleh salah satu dari mereka.

"Ga usah banyak nanya, turun." bentak salah satunya.

Gerbang terbuka, kedatangan mereka disambut oleh Satpam, setelah berbincang-bincang sepatah dua-kata, mereka lalu diantar menuju pintu utama dan satpam kembali berjaga.

Ding dong

Ding dong

Ding dong

Kurang dari 3 menit, pintu berwarna putih tersebut terbuka, wanita dan pria suruhan Adira itu lantas berkomunikasi dengan mata mereka lalu saling menganggukkan kepala, wanita yang bisa Sarga tebak berusia 30-an menatapnya dari ujung rambut hingga ujung kakinya, tentunya Sarga merasa sangat risih dengan itu.

Setelah merasa yakin, wanita itu lalu mendekati salah satu pria suruhan Adira lalu memberinya sebuah amplop tipis.

Wanita itu membuat pintu rumahnya sedikit lebih lebar dan memberi jalan untuk mereka, pikir Sarga, tidak setelah salah satu dari mereka mendorongnya dengan paksa membuat tubuh Sarga tersungkur ke lantai.

Brak

Pintu tertutup sempurna, tidak ada lagi pemandangan luar yang terlihat oleh matanya, kini Sarga hanya bisa melihat seisi ruangan yang bisa dibilang penuh dengan barang-barang mewah.

"Kamu." ucap wanita itu.

"Sana!" suruhnya.

Sarga bangkit, menepuk-nepuk lututnya meskipun lantai rumah itu sama sekali tidak ada debu bahkan secuil pun.

"Ke mana? Ngapain?" tanyanya bingung.

Wanita itu mengerutkan keningnya
"Ke mana? Ngapain?" ulangnya.

"Tau ga, saya kasih apa ke orang tadi?" tanyanya yang membuat Sarga menggeleng cepat. Wanita itu lalu menaikkan salah satu tangannya, jari-jemarinya bermain yang bisa Sarga ketahui apa maksud dari gerakan itu.

"Ya, ya, kayaknya kamu udah paham."

"Sekarang kamu mulai, saya ga mau ada yang berantakan. Dan, ya, saya ga mau ada kotoran sekecil apapun di sini." ucapnya lalu pergi.

Tangan Sarga mengepal erat, matanya memerah setelah perlakuan Adira kepadanya dan mamanya selama ini kembali terlintas di benaknya. Jika ada orang yang disebut bajingan, maka Adira lah orangnya, bahkan dia lebih dari itu.

"Hello mom!" teriak seseorang dari arah pintu membuat Sarga berbalik, seorang gadis dengan rambut coklat terurai terlihat sangat indah.

Wanita yang sudah separuh jalan itu berbalik seketika lalu berjalan cepat menuju anaknya dan memeluknya erat.

"Haii, aduhh sayang Mommy capek ya?" ucap wanita itu memanjakan anaknya, menyelipkan rambut kebelakang telinga anaknya, mengambil alih tasnya, hah, Sarga sangat iri, dulu juga ibunya memperlakukannya seperti itu, terserah mau bilang Sarga anak manja atau apalah yang terpenting bagi Sarga itu adalah momen-momen terindah selama bersama mamanya.

Acara manja-manjaan ibu dan anak itu berakhir saat sang anak akhirnya me-notice keberadaan Sarga.

"Dia siapa?" tanyanya.

"Apa, ya?" ucap wanita itu memegangi dagunya seolah-olah tengah berpikir.

"Mama juga ga tau sih, tapi kalau kamu butuh apa-apa suruh dia aja." lanjutnya menyolek hidung anaknya, hanya dengan tatapan mata dan senyum, gadis itu sudah mengerti apa yang di maksudkan mamanya.

"Ohh, i see. Okay. Kalau gitu aku ke kamar dulu ya." pamit gadis itu lalu kembali mengambil tasnya dan menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua rumah itu.

"Haha akhirnya mama ngertiin gue juga." gumam gadis itu.

***

Ya benar. Sarga memulai aktivitas membersihkan rumah yang dihuni oleh wanita tadi dan anaknya dengan sangat teliti, setiap sudut ruangan Sarga pastikan bersih agar tidak mendapat omelan dari wanita itu, Sarga ingin ini cepat berakhir dan dirinya bisa beristirahat.

"Heh, kamu bisa ga sih beresinnya?" bentak wanita yang masih belum Sarga ketahui namanya itu setelah memeriksa meja ruang tamu dan terdapat debu di sana.

Sarga menatap mata coklat wanita itu dengan kening berkerut.

"Kenapa?" tanyanya.

"Kenapa?" ulang wanita itu, ia lalu mengambil lap kotor lalu melemparnya ke arah Sarga dengan keras.

"Kamu tanya kenapa? Kamu bisa ga sih ngerjain ini? Saya kan udah bilang ga mau ada yang berantakan ataupun kotor." jelas wanita itu membentak Sarga. Bisa Sarga lihat di belakang wanita itu, gadis tadi asik menertawai dirinya, secara reflek Sarga menatap gadis itu tajam.

"Iihh, mama takut." rengeknya kepada sang mama sambil menggandeng lengan wanita itu.

Plak

Satu tamparan mengenai pipi Sarga, lagi-lagi membuat gadis itu tertawa kecil.

"Ngapain kamu ngeliatin anak saya kek gitu? Hah?" bentak wanita itu sekali lagi.

"Maaf." ucap Sarga menundukkan kepalanya.

"Dengar ya, kalau kamu ga mau jadi gembel di sini jangan macam-macam, ga ada yang bisa bantu kamu di sini." peringat wanita itu lalu pergi bersamaan dengan anaknya yang masih setia menertawai Sarga.

"Cabrón, ¿por qué Adinata me hizo aceptarla aquí?" ucap wanita itu terdengar kesal, Sarga tidak tahu apa arti perkataannya tapi sekilas ia mendengar nama Adinata di sebutkan.

Cabrón, ¿por qué Adinata me hizo aceptarla aquí?
(Bajingan, mengapa Adinata membuatku menerimanya di sini?)

Sebenarnya Sarga tidak begitu membenci papanya, ia hanya merasa sangat kesal dengan perlakuan pria itu kepadanya dan juga mamanya selama ini, walaupun Sarga tahu itu murni bukan kemauan Adinata sendiri tapi paksaan dari Adira yang membuatnya menyiksa istri dan anaknya sendiri.

SARGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang