Bab 22

925 91 1
                                    

Luka yang dialami Andra untunglah tidak terlalu parah. Namun karena mengeluarkan cukup banyak darah, ia harus dilarikan ke rumah sakit dan mendapatkan tujuh jahitan.

Nicola yang ikut menemani ke rumah sakit meski dilarang oleh Carmen, harus melakukan penyamaran. Masker, topi dan syal tebal yang menutupi separuh wajahnya. Tak lupa kacamata hitam besar yang biasa ia kenakan bila pergi keluar. Demi menghindari kejaran wartawan, paparazi dan fans.

Saat ia datang, kebetulan Andra sudah selesai ditangani. Kecepatan dan efisiensi tenaga medis di Jepang, memang patut diacungi jempol. Tidak menunggu lama, luka sudah dijahit.

Ketika Nicola muncul di ruang rawat inap, senyum Andra merekah lebar.

"Hai, bagaimana keadaanmu?" tanya Nicola yang masuk ke kamar rawat inap bersama Carmen. Sedangkan Burke, disuruhnya menunggu di depan pintu kamar.

"Baik.Dokter sudah menjahit lukanya dan katanya dua hari lagi aku sudah boleh pulang."

"Tidak usah terburu-buru, kau istirahat saja. Kau harus memulihkan lukamu. Lukamu..."

"Aku baik-baik saja. Kau mengkhawatirkanku?"

"Yeah..kau menghadang pisau itu untukku. Jika kau tidak...aku yang akan terkena tusukan itu kan?"

"Apa kau tahu, aku bahkan akan melakukan lebih dari ini untukmu." ucap Andra, tidak peduli dengusan keras yang keluar dari mulut Carmen. Sedangkan Nicola sendiri tidak tahu harus berkata apa. Bahkan disaat seperti ini, pria ini masih merayunya? Apa dia belum menyerah juga?

"Aku berhutang budi padamu. Kau boleh minta apa saja, untuk menebus hutang budiku padamu."

"Apa saja?" Mata Andra langsung berbinar-binar mendengarnya.

"Apa saja, kecuali permintaan untuk kau kembali padaku."

"Bagaimana kamu bisa tahu kalau itu yang ingin kupinta?"

"Karena itu terlihat jelas di wajahmu." Kali ini Carmen yang menjawab. " Jangan meminta sesuatu yang tidak mungkin kau dapatkan."

"Tapi aku bisa berusaha kan?"

"Apa saja. Asal jangan itu," kata Nicola.

" Apa karena aku tidak sebanding denganmu? Karena aku hanya orang biasa? Bukan selebriti?"

"Itu tidak masalah untukku."

"Lalu apa?"

"Karena aku sudah tidak mencintaimu lagi."

"Kau berani sumpah?"

"Apa?"

"Sumpah kalau kau sudah tidak mencintaiku lagi? Sumpah kalau lagu-lagu yang kau buat bukanlah kisah tentang kita?"

"Nikki, kita harus pergi." Potong Carmen cepat, menyadari situasi yang tidak menguntungkan untuk Nicola. Ia tahu Andra pria posesif, ia memiliki potensi untuk menaklukan Nicola. Dan sebagai sahabat, ia tidak ingin Nicola mengalami hal yang buruk karena terlibat lagi dengan Andra.

"Oh, oke. Aku harus pergi, Andra. Besok, aku harus kembali ke Amerika."

"Kamu mau ninggalin aku begitu aja?" Protes Andra. "Aku sedang terluka dan kamu mau pergi?"

"Jadwal Nikki tidak bisa ditunda, ndra. Sorry," kata Carmen.

"Aku harus pergi, semua biaya rumah sakit akan diurus. Kamu tidak usah khawatir," kata Nicola lagi.

"Shit! Kamu tahu bukan itu yang aku maksud." Geram Andra tidak menyembunyikan kekesalannya. " Aku hanya ingin kamu menemani aku di sini."

"Aku tidak bisa, Ndra. I'm sorry..." ucap Nicola lemah. " Tapi soal permintaan itu, aku tidak akan mengingkarinya. Kamu bisa minta apa saja. Aku akan coba penuhi."

"Tolong mengerti, Ndra. Nikki sangat sibuk, ia memiliki jadwal yang padat. Bukannya ia tidak peduli padamu, tapi ia benar-benar tidak bisa menemanimu di sini." Carmen mencoba meminta pengertian pria tampan itu, yang berwajah dingin saat mendengar Nicola akan pergi.

"Oke, kali ini kumaafkan. Dan soal permintaanku...akan kukatakan bila waktunya tiba." Akhirnya Andra berkompromi.

"Terima kasih, Andra. Kami pergi ya, bye." Nicola dan Carmen segera berlalu dari kamar itu. Begitu keduanya menutup pintu, Andra ingin sekali menghantam pintu di depannya. Kalau tidak ingat lukanya dan larangan dokter yang menyuruhnya tidak banyak bergerak. Mungkin sudah dikejarnya gadis itu. Dipeluk dan diciumnya bibir gadis itu. Persetan dengan orang yang melihat. Persetan bila nanti Nicola akan menamparnya.

Asalkan bisa memeluk dan mencium gadis itu, ia merasa itu sepadan dengan apa yang akan ia terima.

Sayang, itu hanya khayalannya. Impiannya sepihak. Karena pada kenyataannya, ia tidak berani mewujudkan niatnya itu.

Dari gestur tubuh Nicola tadi, ia bisa melihat jarak yang diciptakan gadis itu diantara mereka. Gestur tubuh yang gelisah, tidak berani mendekat, Andra paham Nicola masih takut padanya. Gadis itu tidak merasakan rasa aman di dekatnya. Kalau begini caranya, bagaimana ia bisa mendekati gadis itu?

Bagaimana caranya agar gadis itu tidak takut padanya? Apa yang harus ia lakukan agar Nicola kembali merasa aman dan nyaman bersamanya?

Andra pikir, peristiwa ini akan membuat ia menjadi dekat dengan Nicola. Atau setidaknya gadis itu tak lagi merasa takut padanya. Tapi rupanya ia keliru. Nicola masih takut padanya, masih memiliki perasaan tidak aman berada di dekatnya.

Ya, Tuhan. Apa yang harus ia lakukan bila seperti ini?

Bitter sweet love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang