Bab 25

966 98 1
                                    

Carmen sama sekali tidak heran, saat suatu pagi Andra sudah berdiri di depan pintu rumahnya sambil menenteng tas ransel besar di punggung. Mirip backpacker lontang lantung yang suka dia temui jalan-jalan di sekitar rodeo drive.

Tapi bedanya, pria yang satu ini tentu saja bukan backpacker. Dia cuma pria sinting yang posesif dan pantang menyerah untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Kalau tidak sinting, apa namanya mengejar sampai ke Jepang? Lalu sekarang, pagi-pagi sudah nongol di rumah orang.

Padahal sekarang hari sabtu, baru jam tujuh pagi. Oh, ya Carmen dan Jones punya kebiasaan bangun jam sembilan pagi kalau pas weekend. Tapi sekarang, tamu yang tidak diharapkan muncul. Boleh tidak Carmen membanting pintu di depan wajah Andra? Biar tahu kalau mau bertamu ke rumah orang harus ada janji dulu. Tidak bisa seenaknya seperti ini!

Tapi Andra tentu saja tidak peduli. Pura-pura lupa kalau ini Amerika, bukan Indonesia. Yang setiap bertamu harus bikin janji. Dia yakin Carmen tidak akan tega mengusirnya, apalagi Jones! Lihat saja, sahabat baiknya itu begitu gembira melihat kedatangannya.

Meski baru bangun tidur, tapi masih menyambutnya dengan hangat. Dan Carmen yang masih mendongkol terpaksa menelan kekesalannya itu. Sambil membuat sarapan untuk mereka bertiga, ia melihat suami dan teman baiknya yang sayangnya tampan itu mengobrol dengan seru.

Untunglah Jerry, putra semata wayang mereka sedang menginap di rumah orangtua Carmen. Jika tidak, mungkin juga ikut terbangun karena suara berisik obrolan ayah dan teman baiknya itu.

"Thanks," kata Andra saat Carmen meletakan sepiring telor orak arik di depannya lengkap dengan secangkir kopi yang masih mengepul. Sarapan pagi ini telor orak arik dan roti bakar. Serta secangkir kopi. "Aku lapar banget, dari bandara langsung ke sini. Rumah kalian bagus."

"Tapi gak kesasar kan?" tanya Jones yang menyuap telor orak ariknya. "Alamat yang aku berikan kutulis lengkap loh."

"Nggak. Cuma argo taksinya gila-gilaan. Tiga kali lipat dari di Jakarta."

"Sure, ini LA. Semua serba mahal. Seperti New York." Kata Jones.

"Jadi tahu alamat rumah kami dari Jones?" tanya Carmen yang menatap suaminya dengan mata menyipit. Yang ditatap pura-pura tidak lihat.

"Ya. Aku sudah kasih kabar Jones, kalau mau datang. Harusnya lusa. Tapi kupercepat. Sorry kalau kedatanganku mengganggu kalian." Kata Andra yang bisa melihat pandangan yang diarahkan Carmen pada suaminya.

"Tidak ganggu kok, tenang saja." Jones melambaikan tangannya. "Lama tidak bertemu, kau semakin tampan, Ndra. Jadi..apa yang membawamu ke LA?"

"Nicola," ucap Andra kalem.

"Nikki?"

"Ya, aku berniat untuk meminta pekerjaan padanya. Melalui Carmen tentu saja."

Jones tercengang, sedangkan Carmen pura-pura asyik dengan cangkir kopinya. Saat ini mereka memang sedang mengobrol di ruang makan sambil sarapan. Ruang makan yang merangkap dapur.

"Meminta pekerjaan? Pada Nikki? Jangan bercanda, kau tidak sedang jatuh bangkrut kan?" tanya Jones yang tahu betul bila di Indonesia, Andra memiliki perusahaan sendiri. Perusahaan EO yang di mana dia menjadi Bossnya. Pemasukannya pun besar. Karena ia sering mendapatkan klien besar.

"Aku tidak sedang bercanda. Kalau kau tidak percaya, kau bisa tanya Carmen."

"Nikki tidak butuh tambahan pegawai," kata Carmen mengibaskan tangannya. "Pergilah ke agen pencari kerja bila kau butuh lowongan pekerjaan. Tapi kelihatannya sulit bila kau bukan warga negara Amerika."

"Kau ingat apa yang dikatakan Nicola saat di Jepang. Dia bilang akan memenuhi satu permintaanku sebagai balas budinya. Apa kau lupa? Permintaanku sederhana, aku ingin menjadi pegawainya. Yang dua puluh empat jam ada di sampingnya." Andra tidak ingin menyerah. Dia sudah jauh-jauh datang dari Indonesia. Tidak akan ia biarkan pulang dengan sia-sia. Ia sudah bertekad, dan tidak akan ada yang bisa mencegah tekadnya.

"Kau melamar menjadi pegawai Nikki atau suaminya? 24 jam ada di sampingnya? Aku dan Jones saja tidak 24 jam bersama setiap hari. Dia sering ku tinggal bila aku harus menemani Nikki konser."

"Kalau ia mau, aku bisa melamar menjadi suaminya," ucap Andra yang langsung mendapat cibiran Carmen dan siulan Jones. " Dan akan kupastikan, aku 24 jam di sampingnya."

"Aku merinding mendengarnya."

"Sayang, cobalah bantu Andra. Kau bisa bicara dengan Nikki." Jones ikut-ikutan membujuk istrinya. "Bukankah terlihat keren melihat seorang pria mengejar wanita yang dicintainya?"

"Kenapa bukan kau saja? Dia sepupumu."

"Tapi dia lebih mendengarkan ucapanmu dibandingkan ucapanku," kata Jones sedih. "Kau tidak lihat perbuatan Andra itu keren?"

"Kau terlalu banyak menonton film Hollywood." Carmen memutar matanya sebal.

"Sayang, kalau kau lupa. Kita tinggal tidak jauh dari Hollywood kan?"

"Bukan berarti aku menyukai semua yang berbau Hollywood!" Kata Carmen. "Ah, kecuali Channing Tatum dan Tom Hiddleston."

Kali ini Jones yang memutar matanya. "Tom Hiddleston bahkan bukan orang Amerika. Dia dari Inggris, sayang."

"Dan aku dari Puerto Rico. Kami sama-sama pendatang yang mencintai Paman Sam."

"Dan aku mencintaimu."

Kali ini Andra yang memutar matanya melihat tingkah absur pasangan suami istri di depannya. Kalau tidak ingat statusnya sebagai tamu, mungkin dia sudah melempar sendok di tangannya.

"Bawa aku menemui Nicola, Carmen. Biar dia yang memutuskan akan menerimaku atau tidak sebagai pegawainya." Akhirnya Andra memutuskan.

"Oke, aku akan bicara dulu pada Nikki. Mungkin ada posisi kosong untukmu, agar bisa 24 jam berada di sampingnya." Akhirnya Carmen mengalah, mengakhiri perdebatan dengan nada yang sedikit menyindir. "Kau akan tinggal di mana nanti?"

"Aku akan tinggal di hotel untuk sementara waktu."

"Ah, untuk apa buang-buang uang? Rumah ini besar, ada kamar kosong yang bisa kau tempati. Tinggalah di sini sampai kau mendapatkan pekerjaan," kata Jones.

"Apa aku tidak merepotkan?"

"Tidak. Aku senang kedatangan teman baik yang sudah lama tidak jumpa. Kita bisa mengobrol banyak, Carmen juga tidak keberatan. Iya kan, sayang?"

Bitter sweet love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang