cerai berai

5.8K 1K 288
                                    


Karin rasa, ini pertama kalinya dia ngerasa canggung ketika berada di sekitar Nana.

Setelah pernyataan cinta mendadak tempo hari, sebenarnya Nana sudah mewanti-wanti Karin supaya dia nggak perlu ngerasa terbebani dengan kejujurannya. Nana juga berharap ke depannya mereka bisa tetap menjadi teman sebagaimana mestinya, mengesampingkan pembicaraan serius mereka yang tentunya nggak bakalan mudah untuk dilupakan.

Tapi Karin nggak bisa! Dia nggak bisa mengesampingkan hal penting itu sedangkan dia saja sulit untuk terlelap di malam hari karena memikirkan kata-kata Nana.

Siapa sangka kalau ternyata yang menyadari perasaan itu duluan adalah Nana? Karin kira dialah yang merusak bangunan kokoh itu, namun rupanya Nana sudah lebih dulu meruntuhkan bangunan tersebut.

Kalau ditanya bagaimana perasaan Karin? Dia bahkan nggak bisa mendeskripsikannya dengan baik. Pokoknya, campur aduk.

Ada sepercik kebahagiaan yang timbul kala Nana jujur tentang perasaannya. Dalam hati, Karin menjeritkan; "Ternyata perasaan gue nggak bertepuk sebelah tangan!"

Tapi di sisi lain, dia melihat realita di mana dia baru saja putus dari Sena, dan tiba-tiba bahagia di kondisi saat ini menurut Karin sangat nggak etis.

Nggak. Nggak bisa secepat ini, nggak bisa semulus ini, dan nggak bisa seimpulsif ini. Karin yakin hubungannya dengan Nana masih perlu banyak didiskusikan, nggak bisa tiba-tiba jadi kemudian mereka happily ever after.

Karin rasa hubungannya dengan Nana jauh lebih berharga dari kebahagiaan sesaat, maka alih-alih bahagia dan membalas perasaan Nana saat itu juga, Karin memilih untuk membereskan terlebih dahulu masalahnya dengan Sena, kemudian membicarakan perihal apa yang akan terjadi ke depannya dengan Nana. Itu baru benar.

Maka dari itu, Karin belum membahas lagi pembicaraan hari Senin dengan Nana. Dan sepanjang hari Senin hingga Jumat, Karin harus merasakan penderitaan tiada henti; merasa canggung ketika Nana berada di sekitarnya, yang mana hal kayak gini nggak pernah sekalipun terjadi.

Dalam mimpinya pun nggak pernah!

Namun bisa-bisanya empat hari terakhir Karin mendadak jadi pendiam bahkan hanya dengan Nana tiba-tiba duduk di sampingnya. Absurd banget pokoknya.

"Udah beres ketemu maba?"

"Gue umumin di grup chat aja, soalnya anak-anaknya ternyata udah pada balik. Mungkin prepare buat besok."

Karin yang baru keluar dari gedung FT nggak sengaja papasan dengan Nana yang tengah merokok di selasar seorang diri. Cowok itu segera mematikan rokoknya, kemudian beranjak dari tempat duduknya untuk menghampiri Karin.

Meskipun Karin deg-deggan sampai hampir gila, dia berusaha berakting baik-baik aja. Membiarkan Nana berjalan di sampingnya, meskipun yang ingin Karin teriakkan saat ini adalah; PLIS KASIH GUE RUANG!!!

Tapi tentunya nggak bisa.

Jadi mereka cuman berjalan nggak tentu arah dalam keheningan, sampai Nana menjadi orang pertama yang memecah keheningan tersebut.

"Gue mau nyamperin si Kara dulu," kata suara dalam itu tiba-tiba, "Mau ikut gak?"

"Ngapain?"

"Makan bareng aja, soalnya besok gue gak bisa balik, kan."

"Udah janjian?"

Nana menggeleng, "Tapi gampang, itu anak mah gabut."

Karin akhirnya mengangguk. Seenggaknya kalau ada Kara suasananya akan jauh lebih baik.

NiskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang