37. Mair

4K 359 116
                                    

Jangan lupa vote
Sama komen, aku lagi mau bales komen ☝

Walau dengan tenaga yang tak ada, Eza memaksakan untuk berdiri. Dengan wajah lusuh penuh air mata dan juga tas gendong yang masih berada di pungung nya.

"O-oke kalau itu kemauan kalian," kata nya dalam. Walau sesunguh nya dia pun tak tau ingin pergi kemana. Dia tak ada tujuan.

"Bagus! Secepat nya kamu pergi dari sini," kata Mara.

Eza menatap Satria yang tak ingin menatap diri nya, seakan akan diri nya itu suatu hal yang menjijikan. "Untuk ayah, makasih udah mau besarin aku? Aku gak tau diuntung ya? Maaf yah, maafin Eza yang kurang bersyukur. Maafin Eza yang suka ngelawan, maafin Eza yang haus kasih sayang. Eza janji ini yang terakhir kok," Air mata kembali lolos. Ares menatap nya tanpa minat, tapi dalam hati nya ada gelanyar aneh yang hinggap.

"Bunda," dia melihah kearah bunda nya, "Makasih udah jadi bidadari aku, walaupun aku bukan anak kandung bunda. Aku sayang banget sama bunda." Helaan nafas terdengar berat.

"Untuk abang?" Mata nya menaatap dimana Satria berada tanpa menyambangi. "Makasih udah jadi abang terhebat yang Eza punya. Aku bangga punya abang hebat kaya Bang Satria. Ya.. walupun abang ga bangga punya adik kaya Eza, it's okey, Eza udah biasa kok." Senyuman getir penuh keputus asa an menghiasi wajah pucat nya.

Tatapan nya jatuh pada Yasmin yang menatap nya rendah. "Untuk nenek, makasih udah mau nerima aku jadi cucu nenek. Aku minta maaf kalo aku suka buat nenek kesel. Dulu aku buat gucci kesayangan nenek pecah, aku minta maaf."

Tak ada kalimat yang terbalas dari mulut mereka, hening dan penuh kesedihan. Eza menghela nafas nya pelan lalu berdiri dengan seluruh tenaga. Karena jujur diri nya lemas bukan main. Penyakit sialan yang membuat nya mati perlahan ini sangat menyakitkan.

"Ayah boleh hapus nama Eza dari kartu keluarga kok, angep aja Eza gak pernah ada ya," kata nya sambil tersenyum. Pedih, senyuman itu adalah topong terakhir nya. Ia janji.

Yasmin berdecak keras, "Halah sok-sok an mau pergi, nanti sore balik lagi."

Eza tak menghiraukan suara Nenek nya. Dia berbalik badan dan melangkah keluar, "Eza pamit, pergi. Assalamualaikum."

Satria yang menyadari hal itu entah kenapa mulut nya malah menjawab salam perpisahan terhadap adik nya, dengan pelan. Tapi tetap terdengar.

"Waallaikum salam."

~°●°~

Pemuda dengan rambut lusuh berhenti di sebuah pemakaman, dengan wajah yang menyedihkan dia memasuki area pemakaman. Untuk yang beberapa kali nya.

Menghampiri batu nisan yang bernama Noval Bastian, nama itu. Nama seorang yang pernah menjadi tempat keluh kesah nya, masih sama sampai sekarang pun.

"Vall.."

Dia bersimpuh, menghadap ke kepala nisan. "Gue gak tau mau cerita dari mana deh, banyak banget masalah. Lo tau ga? Otak gue kaya udah mau pecah rasa nya," diakhiri tawa, berakhir dengan tangisan lirih yang menyakitkan.

"Gue bukan anak kandung bunda, Val."

"Gue anak haram, anak yang gak di ingin kan orang tua. Gue dibenci, gue di fitnah, usaha gue? Sia-sia.... Lo tau?," tanya nya, seakan akan makam di depan nya ini menangapi omongan nya. "Gue yang nilai raport nya banyak minus nya, bisa menang olimpiade biologi. Keren kan?" Tanya nya bangga dengan tawa sumbang milik nya.

"Piala nya tinggi Val, tapi..." tangisan kembali terdengar, "Hancur.. diancurin ayah." Lirih, isakan nya lirih. "Ayah jahat lo... hancurin piala nya, bunda juga, Val.. gue gak mau sama mereka,"

Vlaeza Roman (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang