Bab 21

139 16 20
                                    

Taery kembali hancur. Dia memang tidak berekspektasi bahwa lukanya tidak akan kembali terbuka, tentu saja pasti akan merasakan rasa sakit lagi ketika kembali bertemu dengan orang-orang di masa lalunya. Akan tetapi, dia tidak menyangka rasanya akan sesakit ini. Kenyataan bahwa Jimin membencinya, membuatnya sesak.

Taery tidak menahan diri untuk menangis. Air matanya berlinang tapi isaknya tidak mau keluar. Rasanya dadanya panas sekali. Seolah tidak ada oksigen yang bisa masuk ke paru-parunya.

Taery sampai terduduk di depan pintu kamar apartemennya. Kakinya sudah tidak sanggup menopang semua kesedihannya. Tangan Taery memukul-mukul dadanya sendiri. Berharap yang di dalam sana tetap berdetak. Tak peduli bagaimana menderitanya dia, Taery masih tetap ingin hidup. Dia masih berhutang pada Hyora.

Namun sia-sia, pandangan Taery mulai mengabur dan semuanya gelap. Taery tak sadarkan diri.

***

Bau alkohol menyengat. Perlahan Taery bangun. Ia merasakan pusing luar biasa. ia melihat tangan kanannya yang terhubung selang infus. Tanpa bertanya pada siapapun, dia tahu bahwa dia berada di rumah sakit. Siapa yang membawanya ke sini?

“Kau sudah bangun?” tanya seseorang.

Yoongi. Dia baru saja masuk ke kamar Taery.

“Kau yang membawaku? Bagaimana kau tahu tempat tinggalku?” Seharusnya Taery mengucapkan terima kasih lebih dahulu. Atau mungkin dia bertanya berapa biaya perawatan Taery, dia harus mengganti uang Yoongi kan?

“Pemilik apartemen yang menemukanmu pingsan di depan pintu lalu menghubungiku, alasannya karena aku yang kau hubungi terakhir kali,” jelas Yoongi.
Taery mengangguk penjelasan Yoongi bisa diterima.

“Terima kasih sudah menolongku. Kau bisa claim biaya pengobatanku.”
Yoongi terkekeh. Dia menggeleng.

“Tidak perlu mencemaskan itu. Yang penting sembuh dulu. Kata dokter kau kelelahan. Sore nanti kalau kondisimu membaik, kau bisa pulang.”

Sekali lagi Taery mengangguk. “Ponselku, kau membawanya?”

Kemudian Yoongi menyerahkan ponsel Taery. Wanita itu menghubungi kantornya. Memberikan kabar bahwa dia sakit sehingga tidak bisa masuk kantor.
Anggaplah ini keberuntungan bagi Taery. Kantornya memaklumi. Padahal dia karyawan baru tapi sudah membuat perizinan seperti ini.

Menangkap mimik wajah Taery, Yoongi lantas berkata, "Ini karena kau sakit. Tidak perlu merasa bersalah begitu."

Taery memaksakan diri untuk tersenyum. Yoongi benar, kejadian ini bukan kehendak Taery. Dia sakit. Toh sudah ada bukti kalau dia di rumah sakit.

"Ngomong-ngomong, sepertinya Jimin salah paham dengan kita, aku sudah menjelaskannya dan—"

"Tidak apa. Mari tidak perlu membahas soal itu lagi." Taery tidak siap dengan topik sensitif ini.

Yoongi menghela napas. "Park Taery, tidak perlu menghindarinya lagi. Berhentilah membohongi diri sendiri. Aku yakin kedatanganmu ke Seoul, ingin menuntaskan semuanya kan?"

"Sebagai pria yang mencintaimu, aku akan memberi saran. Tidak peduli bagaimana akhirnya, yang terpenting ada ketulusanmu untuk menyelesaikannya. Setidaknya rasa sedihmu akan berkurang."

Sekali lagi Taery memaksakan diri untuk tersenyum. Meskipun di tengah-tengah kekacauan hatinya, dia bersyukur telah menyelesaikan urusannya dengan Yoongi. Pria ini baik, Taery benar-benar berharap Yoongi mendapatkan kebahagiaannya.

***
Dua minggu berlalu. Hidup Taery berjalan dengan baik. Meskipun sebenarnya dia khawatir akan berjumpa dengan Jimin, tapi nyatanya sampai detik ini mereka tidak pernah bertemu.

DESIRE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang