38. Ketika Bumi Bergoncang🌙

37 6 0
                                    

"Bukankah sudah kukatakan mereka takkan mendengarmu?"

Bukannya mendengarkan Prabaswara, Wulandari masih bersikeras mencari bantuan. "Penjaga!"

"Kau bisa diam tidak?!"

"Maaf. Tapi aku membutuhkan tabib untuk mengobatinya."

Penjaga tersebut melirik Prabaswara yang duduk bersandar dinding. Senyum sinis pun tercipta.

"Kulihat suamimu baik-baik saja. Kau boleh meminta bantuan tabib jika dia terluka parah atau tidak sadarkan diri. Ah, kudengar kau memiliki kekuatan penyembuhan? Mengapa tidak menggunakan kekuatanmu?"

"Baik, terima kasih," tukas Wulandari, kesal dengan penjaga.

"Tingkahmu justru mempermalukanmu."

"Aku sedang mengupayakan pengobatan untukmu."

"Aku baik-baik saja."

"Tetapi tetap harus diobati. Kemarilah." Wulandari menghampiri Prabaswara.

"Tidak perlu, Dinda!" tolak Prabaswara dengan nada meninggi.

"Mengapa Kanda kukuh tak ingin diobati?"

"Justru aku yang harusnya bertanya, mengapa kau bersikeras ingin mengobati luka yang tidak seberapa ini?"

"Luka kecil bisa parah jika tidak kunjung diobati." Wulandari memaksa menyentuhkan tangannya pada area yang luka, tapi langsung ditepis Prabaswara.

"Aku ingin beristirahat. Jangan ganggu aku."

Prabaswara pura-pura tidur agar Wulandari tidak mengusiknya. Wulandari masih tak menyangka Prabaswara menolak sentuhannya. Entah kenapa Wulandari jadi kesal.

***

Di saat seharusnya saling menguatkan, Prabaswara dan Wulandari justru sedang perang dingin. Wulandari marah pada Prabaswara yang tidak ingin diobati luka-lukanya. Prabaswara marah pada Wulandari yang terlalu yakin akan ada orang yang menolong mereka. Hawa penjara yang dingin semakin dingin karena mereka duduk di sudut berbeda tanpa saling bicara.

Pemikiran mereka tidak bisa disalahkan. Wulandari khawatir dengan kesehatan Prabaswara jika tidak diobati. Sementara Prabaswara yang sudah terbiasa diasingkan, tentu saja menganggap ucapan Wulandari hanya angan semata.

Keheningan mereka terpecah dengan kehadiran dua orang penjaga yang membuka pintu sel. Kemudian meminta Prabaswara keluar.

"Ada apa, Paman?"

"Kanjeng Putra Mahkota ingin menemuimu."

"Ayah ingin menemuiku?" desis Prabaswara.

"Kau bilang apa?"

"Ah... tidak ada apa-apa."

"Cepat ikuti kami."

Prabaswara mencoba tetap tenang, meskipun dirinya cemas. Sejujurnya Wulandari juga cemas kala punggung Prabaswara menjauh. Lirsasongko meminta bertemu di luar sel pasti ada hal sangat penting yang tidak boleh didengar Wulandari.

Bagaimana jika pertemuan itu diwarnai penyiksaan?

***

"Hormat saya untuk Kanjeng Putra Mahkota."

"Bagus. Aku senang kau mengingat statusmu kini dan tidak kelepasan memanggilku ayah."

Prabaswara tersenyum getir. Meskipun sulit, ia harus membiasakannya.

"Larasati, kemarilah." Rupanya Lirsasongko tidak sendiri. Ada Larasati dengan wajahnya yang sangat tidak bersahabat.

Tanpa bicara, Larasati langsung menampar Prabaswara. Ia juga meremas lengan adiknya hingga Prabaswara meringis kesakitan.

Prabaswara [Complete√] ~ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang