19

2.4K 403 39
                                    

Disclaimer : Cerita ini adalah fiksi dan murni berasal dari fikiran penulis. Seluruh adegan dan pemeran disesuaikan dengan kebutuhan penulis, dan jika ada kesamaan nama atau tokoh yang dipakai, itu adalah sebuah kebetulan. Credits untuk seluruh gambar yang digunakan berasal dari Pinterest. Be wise and don't put a hate into the character.

Don't forget to VoMent
Happy Reading!!!

***

Malam itu, Zachary dibuat tak bisa tidur karena terus membayangkan punggung Lilynya yang berjalan menjauh meninggalkan istana bersama keluarganya beberapa waktu lalu. Ia juga sibuk menerka-nerka alasan mengapa sang Ayah berubah sinis dan apa yang ayahnya akan katakan kepadanya pada pertemuan besok. Apa yang telah Vernon katakan pada sang Ayah juga menjadi salah satu yang ia pikirkan. Intinya, kepalanya sangat ribut sehingga tidur pun ia tidak bisa.

Hingga matahari naik kepermukaan, Zachary belum juga mendapatkan tidurnya dan sudah harus hadir di ruangan sang ayah yang terletak di gedung utama. Ia menunggu beberapa puluh menit hingga sosok sang ayah dan sang ibu berjalan memasuki ruangan. Suasana tetap hening bahkan setelah mereka duduk berhadapan.

"Aku ingin engkau pergi menjelajahi setiap sudut perbatasan di istana kita" bagai dilempar bom tepat di wajah, Zachary tak pernah memperkirakan bahwa agenda pembahasan pagi ini adalah soal itu. Ayahnya bahkan tidak merasa perlu memberikan ucapan pembuka dan langsung terjun ke inti  pembicaraan.

"Ayah---"

"Karena kau telah pergi ke utara, sekarang mulailah dari selatan. Masalah di utara sudah ditangani dan semua yang terlibat sudah diproses secara hukum."

"Tapi Ayah, aku---"

"Seperti sebelumnya, kau hanya akan ditemani oleh Sam. Tapi aku sudah berpesan kepada orang-orang kepercayaan ku disetiap wilayah untuk membantumu untuk mencari segala informasi yang dibutuhkan. Aku akan memberikan alamat dari setiap orang kepercayaan ku. Pergilan kesana setiap kau membutuhkan tambahan informasi atau bantuan apapun."

"Ayah, tolong dengarkan aku dulu." William menaikkan satu alisnya sambil melihat wajah Zachary yang terlihat kusut dan kalut. Ia sudah tau apa yang anaknya akan sampaikan dan sebuah jawaban juga sudah ia siapkan sejak semalam.

"Apa yang ingin kau katakan?" Zachary menarik napas panjang sebelum memulai.

"Kemarin aku sudah mengatakan niat ku padamu. Aku akan menikahi Lily."

"Lalisa." potong William. Membuat Zachary mengerutkan dahinya bingung.

"Namanya Lalisa. Jangan seenaknya mengganti nama orang lain." lanjut William masih dengan nada tegasnya.

"Dan aku tidak mengijinkan mu menikah dengan putri bungsu Cavendish."

"AYAH!"

"Setelah apa yang kau katakan mengenai putri-putri Cavendish, kau masih berharap Philip memberikan restunya? Bahkan aku yang bukan pelaku saja malu memiliki pemikiran seperti itu."

"Ta---tapi Ayah. Aku sudah meminta maaf pada Li---Lalisa. Ia juga mengatakan bahwa ia sudah memaafkan ku."

"Ekmmh, aku tidak membesarkan mu sebagai orang yang arogan seperti itu Zachary. Hanya karena Lalisa memaafkan mu, lalu kau merasa segala kesalahan mu terhapus? Kau lupa dengan segala ucapan  buruk mu terhadap seluruh putri-putri Cavendish? Tidakkah kau sadar bahwa kau akan menjadi ipar mereka jika kau benar-benar menikah dengan Lalisa?" Zachary hanya bisa diam mendengarkan. Bibirnya kelu karena rasa bersalah kembali memayunginya.

Lalisa : The 7th Day PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang