Malam ini, Regan kembali ke tempat di mana ia di besarkan dari kecil sampai remaja seperti ini. Tak sedikitpun ia merasakan senang saat kembali ke rumah, semuanya terasa hampa. Jika bukan karena neneknya yang sakit, Regan memilih untuk tetap tinggal di cafe milik Argas.
"Sini nak! Tas nya biar tante yang bawa," ujar Helena menawarkan diri. Ia tetap tersenyum meskipun mendapatkan tatapan tak mengenakan dari anak tirinya tersebut.
"Saya bisa sendiri." Regan menjawab dengan nada datar.
Mendengar suara putranya yang kurang sopan, Ellgar segera bertindak.
"Mama kamu bicara baik-baik, Regan! Kemana sopan santun yang sekolah ajarkan selama ini hah? Papa sekolahin kamu bukan buat jadi pembangkang kayak gini."
"Mas udah Mas! Ini masalah kecil, jangan kamu besar-besarin. Aku gak masalah kok sama sikap Regan barusan," Helena mencoba menenangkan suaminya. Ia tidak mau Regan kembali pergi jika Ellgar terus-menerus memojokkannya seperti tadi.
Regan tetap bersikap tenang, sedang Ellgar mencoba mati-matian menahan emosinya. Ia tidak habis pikir dengan sifat anaknya yang perlahan mulai berubah.
"Sebaiknya kamu istirahat! Nanti sore kita baru jenguk nenek kamu," titah Ellgar secara tegas sebelum akhirnya melenggang pergi menuju kamar di susul Helena.
Regan memasuki kamarnya yang sudah beberapa hari ini ia tinggalkan. Tak ada yang berubah, masih tetap sama seperti yang terakhir kali ia lihat.
Cowok itu merebahkan tubuhnya di atas kasur, menatap plafon kamarnya dengan pandangan kosong. Matanya terus meneliti sekitar, ia seperti merasa ada salah satu barang yang tak ada di tempatnya.
Sampai akhirnya ia berjalan menuju pojok kamar yang biasanya terdapat gitar, ia memastikan jika gitar kesayangannya memang benar-benar tak ada di tempatnya.
Tangannya mengepal kuat, cowok itu sebisa mungkin untuk tidak mengamuk di kamarnya dan mengacak-acak barang yang ada.
Regan berjalan keluar kamar, menuju kamar ayahnya. Karena ia tahu, hanya ayahnya lah yang berani memasuki kamarnya.
"Papa!" teriak Regan.
Ellgar keluar dari dalam kamar dengan perasaan kesal.
"Kenapa Regan? Ini masih pagi, dan ini bukan hutan. Kamu gak perlu teriak-teriak kayak gitu!" ujar Ellgar.
"Gitar punya aku yang ada di kamar, Papa pindahin ke mana?" tanya Regan to the point.
Kening Ellgar sedikit mengkerut sebelum akhirnya mengingat gitar mana yang di maksud putranya.
"Papa kasih pinjam ke Zayn, katanya dia butuh gitar buat ujian praktek minggu depan," sahut Ellgar.
"Itu gitar punya aku, Pah!" lontar Regan.
"Zayn cuma pinjam sebentar, Regan. Lagian dia juga kakak kamu, kamu harus belajar saling berbagi sama dia." tegas Ellgar. Ia tidak habis pikir, perkara gitar saja Regan ributkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
REGANTARA
Teen FictionSpin off Zaviar and His Struggle Ellgar bagi Regan adalah seorang pahlawan. Ayah yang sangat Regan banggakan dan sayangi. Semuanya berjalan dengan semestinya sampai ia mengetahui fakta bahwa orang yang ia anggap adalah ayahnya bukanlah ayah kandungn...