1A

16 7 1
                                    

11.42

Setelah hampir tiga jam bekerkendara, kota telah tertinggal jauh di belakang. Kini mobilnya memasuki kawasan pemberhentian di dekat hutan, dimana van-van hitam dan jeep milik para pemburu berbaris di sepanjang halaman parkirnya.

Dean memutuskan untuk menepikan mobil untuk membeli makanan. Bree turun lebih awal untuk mencari toilet umum. Dean berpesan agar Bree menemuinya di dalam. Tempat itu tidak cukup besar, namun dipadati oleh belasan pengunjung yang terus berdatangan. Kebanyakan dari mereka adalah para pemburu, atau penebang pohon. Menu yang disajikan tidak banyak, hanya ada seorang pelayan yang berjaga di belakang meja kasir. Bunyi kelontang pajangan besi di pintu kayu terdengar tiap kali pintu di geser terbuka. Suara berisik percakapan berdengung dimana-mana. Dean menatap ke sekitarnya, tapi tidak ada meja yang tersisa. Akhirnya dia memutuskan untuk memesan dua roti lapis ukuran besar dan dua gelas kopi panas kemudian membawanya ke dalam mobil untuk dimakan disana.

Selagi menunggu Bree, Dean membaca pesan Kate sekali lagi kemudian cepat-cepat mengetikan balasan pesan:

Aku sedang dalam perjalanan menuju desa di dekat pegunungan Colorado bersama Bree. Sekarang aku berhenti kilometer 39 menuju Broadway. Mereka menyebut tempat ini Douglas Hill, aku tidak tahu kenapa. Mungkin karena letaknya cukup dekat dengan hutan Douglas, tapi aku hanya akan singgah sebentar sebelum melanjutkan perjalanan. Mungkin akan memakan waktu seharian penuh sebelum sampai.

Dean menekan tombol kirim, kemudian teringat sesuatu dan kembali mengetikkan pesan basalan:

Soal Samanta, aku sudah menemuinya pagi ini. Dia baik-baik saja. Nikki akan mengantarnya ke rumah Lorrie.

Balasan pesan terakhir itu menyusul pesan pertama yang masih menunggu sinyal untuk dapat terkirim. Namun setelah hampir satu menit berlalu, jam pasir di ponselnya masih menandai kedua pesan. Dean memutuskan untuk bergerak turun dari mobil dan berjalan mendekati sebuah papan kayu yang menandai tempat pemberhentian itu kemudian menunggu disana sembari menatap layar ponselnya.

Setelah bergerak mondar-mandir menunggu pesannya terkirim, kelegaan membanjirinya saat satu garis sinyal muncul pojok atas layar ponselnya. Pesan terkirim dalam hitungan detik, tapi tidak lama kemudian, sinyal itu kembali lenyap sehingga ia tidak dapat memastikan kalau Kate sudah membaca pesannya.

Benaknya kemudian dibanjiri oleh ingatan tentang ucapan Sam pagi ini. Ibu menangis.. apa maksudnya itu? Kenapa Nikki menangis dan kenapa juga Dean harus peduli? Dean bisa saja menarik kesimpulan asal bahwa penyebabnya adalah Eric. Nikki mengencani teman pengacaranya itu sejak dua minggu terakhir, mungkin lebih. Kalau Sam tidak pernah mengungkitnya, Dean mungkin tidak akan pernah tahu. Tapi minggu lalu ketika Dean mengunjungi Sam, dia melihat mobil lain terparkir di halaman depan rumahnya: sebuah cadillac hitam yang masih mengilap. Kalau dibandingkan dengan Ranger bututnya, mobil Dean jelas tidak ada apa-apanya. Kemudian Dean melihat wajah Eric muncul di depan pintu rumahnya begitu saja, seperti hantu dari masa lalu mereka. Nikki pernah berteman dengan Eric semasa sekolah, wanita itu sudah menceritakan pada Dean tentang mantan pacarnya itu. Hanya saja Dean tidak mengira kalau ia akan melihat Eric lagi - tidak di dalam rumahnya, bermesraan dengan Nikki.

Nikki mencoba berkilah tentang hubungannya, meskipun kelihatannya sudah sangat jelas. Namun, wanita itu lebih tertutup tentang hubungan asmaranya dibandingkan dengan Dean. Malam kemarin Sam mengatakan Eric akan datang, hanya saja situasi sepertinya berubah, dan apapun situasi itu tampaknya adalah penyebab mengapa Nikki menangis.

Ibu menangis..

Sialan, berhenti memikirkannya, Dean! Lanjutkan saja hidupmu.

Mudah untuk sekadar mengatakan atau memikirkannya saja, yang sulit adalah menjalaninya.

"Kupikir kau bilang kau akan menungguku di dalam?"

Suara yang muncul dari belakang membuyarkan lamunannya. Dean belum sempat berbalik ketika Bree melingkarkan lengan ke seputar pundaknya kemudian menempelkan wajahnya di atas tengkuk Dean. Nafasnya yang hangat merambat disana. Dean hendak mempertahankan posisi itu barang beberapa detik saja, tapi rasa laparnya sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Jadi, ia menarik Bree kembali ke dalam mobil untuk menyantap roti lapis dan kopi yang mulai dingin.

Lima belas menit berikutnya mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Karena jalur bebas hambatan khusus pengunjung akan ditutup pada pukul dua belas, Dean harus mempercepat laju mobilnya hingga mencapai angka delapan puluh kilometer perjam. Namun jalur yang dilaluinya tidak semulus yang ia duga. Permukaan jalurnya adalah tanah yang diselimuti oleh kerikil dan semakin mobilnya bergerak menjauhi gerbang utama, semakin jalan itu menyempit menjadi satu jalur. Beberapa pengemudi mobil kecil masih melewati jalur yang sama, hanya saja jumlahnya tidak banyak, dan mereka harus menunggu sekitar sepuluh sampai lima belas menit untuk bergantian menggunakan jalur dengan truk-truk besar yang membawa kayu-kayu hasil penebangan.

Bree tidur sangat nyenyak bahkan dalam suara gemuruh keras mesin truk yang melintas di sekitar mereka. Ketika Dean menurunkan kaca jendela, udara dingin langsung menusuk wajahnya. Ia menggunakan selimut tebal milik Sam yang tertinggal di dalam mobilnya untuk membungkus tubuh Bree, kemudian saat seluruh truk sudah melintas dan jalanan sepenuhnya kosong, Dean menginjak pedal gas dan melanjutkan perjalanan.


FORBIDDEN PLACE (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang