2C

13 5 0
                                    

10.15

Halaman belakang pondok ternyata lebih luas dari kelihatannya. Rumput hijau terhampar ratusan meter jauhnya dari tempat ia berdiri. Disana sangat hening, satu-satunya suara yang dapat ia dengar hanyalah desauan angin yang bergerak di sela-sela pohon oak, dan juga semak-semak yang berdesik.

Ketika Dean mendekati danau, ia mengamati perahu kecil yang ditambatkan disana. Di dalamnya terdapat sebuah alat pancingan, ember kecil, jaring, dan juga rantai yang telah menguning. Lantai dek-nya yang kering menegaskan bahwa perahu itu sudah tidak digunakan dan dibiarkan mengambang disana untuk waktu yang cukup lama.

Dengan berhati-hati, Dean memijakkan kakinya di atas papan kayu yang disusun membentuk jembatan kecil di tepi danau. Stukturnya masih cukup kuat meskipun sepertinya jembatan itu sudah berada disana cukup lama. Bercak-bercak hitam tertinggal di atas permukaannya, seperti noda bekas tinta yang sulit untuk dihilangkan. Ada jejak kaki yang hampir memudar disana, Dean berpikir mungkin jejak anjing liar atau semacamnya.

Sembari menikmati angin yang bertiup pelan disana, Dean menatap layar ponselnya. Masih tidak ada balasan pesan dari Nikki atau Kate. Dean mencoba menelepon ke ponsel Nikki. Sinyal sempat muncul sebentar dan panggilannya sempat berdering sesekali, tapi kemudian nada dering itu leyap bersamaan dengan pemberitahuan yang muncul pada layar ponselnya bahwa jaringan berusaha menyambungkan ulang panggilannya.

Dean berdecak masam. Ia bergerak meninggalkan jembatan kayu untuk mendekati pohon oak besar yang berdiri disana, kemudian mencoba lagi. Selagi menunggu ponselnya menangkap sinyal, ia menyaksikan ada sesuatu yang mengintip dari balik batang pohon besar yang berdiri tidak jauh darinya. Ia sempat mendengar suara gemerisik, seperti langkah kaki yang bergerak cepat dan terburu-buru.

Dean langsung menjulurkan kepala untuk menatap ke balik pohon. Kedua matanya mencari-cari ke arah dimana sumber suara itu berasal. Kemudian ia melihat siluet hitam melintas di balik semak-semak belukar. Ekor hitam melambai dari balik semak, diiringi oleh suara gemerisik pelan. Dean hendak melangkah mendekati semak-semak itu, tapi kemudian panggilan yang tersambung menghentikannya dengan cepat.

"Halo?"

Dean mendekatkan ponsel itu ke telinganya. Tiba-tiba dibanjiri oleh perasaan lega setelah mendengar suara Nikki.

"Hei! Apa kau mendengar pesan suaraku?"

"Ya. Maaf. Masalah agak ruwet disini."

"Apa yang terjadi?"

"Kecelakaan kecil."

"Kecelakaan..? Apa maksudmu? Kecelakaan apa?"

"Sam jatuh di taman bermain anak-anak. Dia lepas dari pengawasan Lorrie dan temannya mendorongnya dari perosotan."

Tiba-tiba wajah Dean memerah, bulu kuduknya meremang dan jantungnya berdegup kencang. Ia hanya pernah mengalami reaksi kejut yang sama dulu ketika ia masih kanak-kanak. Spontan saja dia berkata, "kenapa tidak bilang?"

"Aku baru saja mengatakannya padamu.."

Nikki terdengar kesal sekaligus frustrasi. Dean memejamkan mata sembari berusaha mengatur nafasnya. Kemudian dalam hitungan kelima ia memperbaiki ucapannya.

"Maaf, aku tidak bermaksud menyalahkanmu. Tapi bagaimana kondisinya sekarang?"

"Ada bekas memar yang membiru di lututnya. Dia menangis sepanjang malam, meneriakkan namamu berkali-kali sampai membuatku pusing. Tapi dia sudah lebih baik, sekarang dia sedang tidur."

"Kenapa kau tidak meneleponku saja?"

"Aku menghubungimu, Dean.. tapi kau tidak menjawab. Kupikir kau sudah tidur.."

FORBIDDEN PLACE (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang