16.20
Sore itu Bree mengajaknya keluar untuk berkeliling. Dean punya pilihan untuk tetap tinggal, tapi dia tidak akan tahan barang semenit saja untuk duduk diam tanpa melakukan apa-apa. Perjalanan menuju pondok di seberang danau tidak akan memakan waktu lama. Bree hapal setiap detail jalur setapak yang dapat mereka tempuh untuk tiba lebih cepat disana. Sementara Dean berusaha mengingat-ingat tempat itu.
Mereka melewati tiga pondok kayu kecil yang sama seperti yang dilihat Dean belum lama ini. Beberapa pekerja berkulit hitam berkeliaran di sekitar pondok itu. Masing-masing dari mereka melakukan pekerjaan yang sama seperti wanita asing yang dilihatnya pagi ini: memotong kayu menjadi dua bagian. Dean mendapati bahwa seluruh orang disana, terutama mereka yang berkulit hitam, mengenakan pakaian dari kain yang sama. Anehnya, semua para pekerja itu adalah wanita.
Dimana para laki-laki?
Dean mendengar suara tangisan bayi dari salah satu pondok kecil di dekat sana. Ketika ia menghentikan langkahnya untuk mendengar lebih jelas, tiba-tiba, dua orang wanita asing yang sedang melakukan pekerjaan mereka di dekat pondok langsung menatapnya. Kedua mata mereka terbuka dengan awas. Bulir keringat jatuh di pelipisnya. Dua wanita itu sangat kurus. Dean menatap mereka dan keheningan yang janggal singgah selama beberapa detik sebelum dipecahkan oleh suara ketukan keras ketika kapak diayunkan dan kayu terbelah menjadi dua bagian.
Dean merasakan jantungnya mencelos, tapi di saat yang bersamaan bibirnya membisu. Dua wanita berkulit hitam itu masih menatapnya dengan awas, mereka mematung seolah ada yang begitu aneh tentang Dean. Sementara itu, suara tangisan bayi sudah menghilang. Dean bertanya-tanya apa suara itu hanyalah bagian dari halusinasinya saja? Tapi rasanya mustahil. Suara itu begitu jelas dan Dean sadar ketika ia mendengarnya.
Insting alami memintanya untuk mendekati penduduk pribumi itu, tapi kemudian Bree mencegahnya dan menarik Dean menjauhi mereka.
"Apa yang mau kau lakukan?" bisik Bree di telinganya.
"Hei, apa kau tidak mendengar tangisan bayi?"
Bree sejenak berhenti untuk memandanginya dengan heran. Ketika mereka sudah berada cukup jauh dari penduduk pribumi itu, Bree mengedarkan pandangannya ke sekeliling kemudian menggeleng.
"Aku tidak mendengar apapun."
Oke, Dean mungkin hanya membayangkannya saja. Jadi ia melanjutkan perjalanan. Di belakangnya Bree menyusul. Wanita itu harus berusaha keras untuk mengimbangi langkah Dean yang panjang. Sementara itu Dean merasakan darah di sekujur tubuhnya mengalir deras, adrenalinnya berpacu dan nafasnya mulai tidak terkendali.
Tarik nafas dan hitung sampai lima kemudian embuskan.
"Hei, apa yang terjadi?" tanya Bree kemudian.
"Bukan apapun."
"Kau baik-baik saja?"
Dean hendak berbohong untuk menghindari topik itu, tapi malah menghentikan langkahnya kemudian memutar tubuh untuk menatap Bree.
"Sebenarnya aku punya pertanyaan, kenapa orang-orang disini bersikap aneh?"
"Apa maksudmu?"
"Kau melihatnya sendiri. Kau melihat bagaimana mereka menatap kita. Itu sangat jelas, Bree. Ada sesuatu yang aneh dari cara mereka menatap kita."
Bree menjulurkan kedua tangan untuk menangkup wajahnya. Wanita itu kemudian bergerak mendekat sehingga Dean dapat mencium aroma sabun yang sama seperti yang digunakannya pagi itu, menempel di atas kulit Bree. Dean masih tidak bisa memungkiri kalau aroma itu tercium sangat aneh. Seperti bau belerang yang tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN PLACE (COMPLETE)
Mystery / ThrillerDemi melupakan masalah pernikahannya yang kandas bersama Nikki, Dean Hodges pergi ke desa terpencil di kawasan pegunungan untuk menggelar pesta pertunangannya dengan Bree, wanita yang dikenalnya selama kurang dari dua bulan. Tapi sejak hari pertama...