Memories

44 4 0
                                    

Shao Yuan, nama yang kuberikan pada sistem yang mendampingiku selama ini. Pertama kali aku menyadari keberadaan Shao Yuan di tahun kedua SMA. Hari itu sekolah diliburkan karena adanya renovasi. Aku yang tengah memandang foto album lama, tenggelam dalam imajinasi masa lalu. Hingga rasa nyeri yang luar biasa menyerang kepalaku dan semuanya berubah menjadi hitam. Aku tak ingat apa yang terjadi selanjutnya, yang kutahu aku terbangun karena suara Yuan di kepalaku. 

Aku melirik tangan kananku, smartwatch hitam melingkar sempurna di sana. Aku tidak tahu dari mana datangnya smartwatch ini. Ketika suara Yuan menyadarkan ku, benda itu sudah melingkar di tanganku. Tapi yang jelas, smartwatch ini sama berharganya dengan Shao Yuan itu sendiri. 

Click

Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian ku. Disana, seorang pria berdiri dengan ekspresi gugup. Rambut pirangnya tertata rapi, sesuai dengan jas mahal yang ia kenakan. Mata coklat gelapnya memandang penuh harap kepadaku. Perlahan ia membuka mulutnya dan bertanya, "Apa benar anda Luke Kenneth?" 

Ah, apa ini? Seorang pelanggan? 

Senyuman perlahan tumbuh di wajahku. 

"Ya, ada yang bisa saya bantu?" Aku bertanya ramah, sambil mempersilahkannya masuk. 

Pria itu masuk dan duduk dihadapan ku. Dia kemudian kembali menatapku dengan raut serius. 

"Pertama, Nama saya Zayn Calvin. Saya dengar anda dapat melakukan "keajaiban" dengan sebuah foto," Tangannya merogoh saku celana pada saat bersamaan.

"Uhum, aku memang bisa melakukannya," jawabku santai sambil memperhatikan gerak geriknya. 

Dia mengeluarkan sebuah foto dan meletakkannya di atas meja, mendorongnya ke arahku. Ku lirik sedikit foto itu. 

"Saya ingin menyampaikan pesan pada putri saya, bisakah anda melakukannya?" Nada suaranya terdengar ragu kali ini. 

Senyumanku melebar mendengarnya.

"Tentu, itu adalah hal yang mudah. Bisa berikan detailnya?"

Kuambil foto itu, terdapat seorang gadis kecil yang sedang tersenyum lebar ke arah kamera. Masker hitam menggantung di bawah dagunya. 

Harapan di mata Zayn Calvin tumbuh semakin besar, sekilas aku seperti melihat binar di dalamnya. 

"Namanya Aylin Blair, foto ini diambil 2 tahun lalu tepat ketika dia memenangkan sebuah lomba dan di hari ulang tahunnya. Itu adalah momen berharga bagiku walau di tengah kekacauan besar."

2 tahun lalu ya… 

"Hari itu aku tak sempat mengucapkan selamat padanya." 

Ayah yang sibuk, begitu? Dia rela datang kemari hanya karena hal sepele seperti ini? Astagaa… aku tidak mengerti pemikiran orang kaya. 

"Jadi tolong bantu saya menyampaikannya," katanya dengan nada memohon. 

Yah… karena ini memang sudah pekerjaanku, memangnya aku bisa berkata tidak? 

"Tentu saja, tapi jelas tidak gratis," aku memasang senyum profesional ku sembari berkata begitu.

"Saya mengerti." 

Beberapa saat kami berdiskusi, dia menyerahkan 2 buah surat sebelum pergi. Surat pertama berisi kata yang harus aku sampaikan dan yang satunya tentu berisi uang pembayaran. 

"A-Yuan, kamu sudah tahu apa yang terjadi. Sekarang ayo kita lakukan," kataku sembari mengangkat tangan kananku di depan muka. 

"Mempersiapkan, perjalanan waktu menuju 2 tahun lalu sebagai Zayn Calvin. Persiapan selesai, anda sudah siap?" Suara sistem terdengar di kepalaku. 

Memories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang