1. Bumi Perkemahan

5 0 0
                                    

Ketika tiba di perkemahan, suasana hatiku tiba-tiba menjadi tidak nyaman. Rasanya seperti firasat yang selalu benar, dan hawa di sini terasa sangat aneh. Sepertinya apa yang kurasakan akan segera menjadi kenyataan.

Aku mulai mengamati sekitar perkemahan dengan cermat. Saat aku melihat ke atas, aku dengan cepat menyaksikan sesosok Kuntilanak mengambang menuju puncak bukit.

Refleksku membuatku melihat ke atas juga, dan di sana, terdapat sebuah area yang sama sekali sepi tanpa kehadiran siapapun. Ini benar-benar mengejutkan.
Kemudian, aku memalingkan pandangan.

Aku terpikat oleh sesuatu yang membuatku memutar kepalaku; ternyata, itu adalah Vivi, teman dekatku di sekolah.

"Nanda, kamu melihat apa tadi?" Tanya Vivi.

Aku terdiam sejenak, merasa bahwa Vivi mungkin sudah mengetahui apa yang kulihat, terutama mengingat suasana yang aneh di sini.

"Baiklah, aku akan ceritakan semuanya ketika sudah hari terakhir." Kataku.

"Kenapa harus menunggu hari terakhir? Ceritakan saja sekarang, atau setidaknya saat kita sudah di tenda kemah" Tolak Vivi.

"Aku khawatir teman-teman kita akan terlalu ketakutan, Vi." Ujarku.

"Baiklah, nanti kamu bisa ceritakan di hari terakhir." Kata Vivi dengan setuju.

"Iya Vivi. "

Vivi segera pergi ke tenda kemah setelah mengambil tasnya.
Kemudian, aku mengambil tas bawaanku dari tempat pengumpulan barang dan segera kembali ke tenda kemah. Aku berusaha merapikan barang-barangku dengan cepat, sementara cuaca memburuk. Hujan tampaknya akan segera turun.

Ketika hujan mulai turun dengan deras, kami semua siswa segera menuju gedung tempat pengungsian yang tidak terlalu jauh dari perkemahan.

"Huft... Baru hari pertama saja sudah hujan, apalagi nanti hari terakhir?" Batinku.

***

Tiga Jam berlalu...

Hujan mulai mereda setelah menunggu begitu lama. Aku dan teman-temanku segera keluar dari gedung untuk kembali ke tenda kemah.

Di luar gedung, kami dengan cepat mencari sandal kami. Kami menggunakan sandal yang seragam, satu angkatan.

Mengapa sandalnya bisa seragam satu angkatan?

Karena sudah menjadi peraturan dari kakak dewannya, bahwa putri harus membawa sandal berwarna merah sementara putra memakai sandal berwarna hijau.

Aku melihat ke sekeliling di depan gedung, dan ternyata sandalku hilang. Mungkin saja sandalnya tertukar dengan milik orang lain.

Karena sandalku diberi tanda kepemilikannya di bawah jepitannya, sehingga sulit untuk melihat siapa yang membawa sandalku.

Ketika aku berjalan di tengah jalan, tiba-tiba topi Pramukaku terjatuh, tapi aku baru menyadari hal itu setelah sampai di tenda kemah.

Aku segera mencari topi Pramuka lain yang ada di dalam tas, karena aku ingat betul bahwa aku membawa dua topi Pramuka sebagai cadangan.

Untungnya, topi Pramukanya tidak basah di dalam tas. Saya segera mengambil topi Pramuka itu dan menyimpannya dalam kantong plastik untuk persiapan upacara besok di lapangan.

Di dalam tenda, aku dan teman-temanku, termasuk Vivi, merapihkan barang-barang yang ada di dalam tenda kemah sebelum kami keluar lagi.

Setelah selesai merapihkan barang-barang, aku dan Vivi pergi keluar dari tenda kemah menuju musholla yang terletak dekat perkemahan.

Saat kami sampai di musholla yang terletak dekat perkemahan, suasana di sana juga terasa sangat hening. Kami duduk sebentar di dalam musholla untuk bersantai dan merenung.

"Vivi." Kataku dengan lembut, "Aku tahu kamu ingin tahu tentang apa yang kulihat tadi."

Vivi mengangguk dan menatapku dengan rasa penasaran.

"Tadi yang kulihat adalah sesosok Kuntilanak yang mengambang menuju puncak bukit. Saat aku melihat ke atas, aku juga melihat ada area yang sama sekali kosong, tidak ada siapapun di sana. Itu benar-benar mengejutkan."

Vivi terdiam sejenak, merenungkan ceritaku.
"Nanda, ini sungguh aneh. Apa yang kita alami di sini?"

Aku menggelengkan kepala.
"Aku tidak yakin, Vivi. Tapi aku merasa ada sesuatu yang tidak biasa di perkemahan ini. Kita perlu berhati-hati dan tetap waspada."

Kami berdua terus mendiskusikan apa yang kami alami dan merencanakan untuk menjelaskan situasi ini kepada teman-teman kami di kemah nanti.

Kemudian, kami kembali ke tenda kemah untuk beristirahat setelah hari yang panjang dan penuh peristiwa misterius ini.

Hari berikutnya, kami semua bangun dengan semangat untuk menghadiri upacara di lapangan. Meskipun cuaca kemarin tidak mendukung, kami berharap hari ini cerah.

Namun, ketika kami sampai di lapangan, kami mendapati sesuatu yang benar-benar mengejutkan. Lapangan yang semula bersih dan rapi, sekarang penuh dengan jejak kaki yang aneh, dan ada pesan-pesan aneh yang tertulis di tanah.

Misteri di perkemahan ini semakin dalam, dan kami merasa perlu mengungkapkannya sebelum terlambat.

***

Putri Berkepala LeakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang